Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Perumahan dokter

Rahasia dokter Andi

Part 2

***

"Loh … memangnya kenapa, Mbak? Kok buru-buru banget? Apa Mbak Lulu nggak mau lihat-lihat ruang dalamnya perumahan dokter ini dulu?" tanya Bu Zub seraya menatapku. Raut wajahnya tampak menyiratkan rasa heran, karena kami baru mengelilingi bagian luarnya saja dari perumahan dokter tersebut

"Besok pagi aja, Bu. Kita lihat lagi. Biar agak lama, jadi nggak keburu-buru. Soalnya kan sekarang kan sudah hampir waktunya pulang kerja," jawabku beralasan, agar Bu Zub bisa mengerti.

"Ohh … ya udah kalau gitu. Besok pagi aja kita ke sini lagi lihat ruangan dalam perumahan ini, sebelum melayani pasien,' kata Bu Zub, sembari manggut-manggut.

Kami kemudian meninggalkan tempat itu, kembali menuju ke puskesmas. Saat kami melewati jendela kaca kamar depan perumahan tersebut, sekilas aku melihat sesuatu di dalam sana. Seperti bayangan orang.

"Bu, memangnya perumahan itu ada orang yang nempati apa?" tanyaku sambil berjalan.

"Ya nggak ada, Mbak. Makanya, mending Mbak Lulu tinggal di situ aja. Daripada nyari tempat kos. Selain belum tentu langsung dapat, kan uang yang untuk bayar kos-nya bisa dipakai keperluan yang lain," jawab Bu Zub.

"Iya, Mbak. Mending tinggal di situ aja. Jadi lebih deket kan kerjanya. Nggak bakalan telat lagi. Datang ke puskesnya juga nggak usah buru-buru," kata Bu Ipah menimpali.

Kalau nggak ada orang di dalam sana, terus tadi yang aku lihat di jendela kamar depan itu bayangan siapa ya? Aku membatin. Hii … tak sadar aku bergidik.

"Kenapa, Mbak? Kok Mbak Lulu tiba-tiba bergidik gitu? Kayak yang lihat hantu aja," tanya Bu Ipah, seraya memandangku dengan tatapan penuh tanda tanya. Dia menautkan kedua alisnya.

"Oh … eh … nggak apa-apa kok, Bu," jawabku gugup. Lalu bergegas meneruskan langkah.

***

Saat kami akan masuk ke ruangan dalam puskesmas, kami berpapasan dengan dokter Andi yang akan keluar dari pintu samping. Sejenak dia menghentikan langkah, lantas menatap kami secara bergantian. Seperti sedang menyelidik, aku sampai jengah dibuatnya.

"Kalian pada dari mana?" tanya dokter Andi, sambil menatap kami penuh curiga. Wajahnya sungguh tak enak dilihat.

"Kami dari lihat-lihat perumahan, Dok. Ini Mbak Lulu kan jauh tinggalnya di provinsi. Jadi tadi saya bilang, kenapa nggak tinggal di perumahan dokter aja. Makanya tadi kami ajak Mbak Lulu untuk lihat-lihat dulu," jawab Bu Ipah, tanpa rasa bersalah.

"Oh … dikira pada baru dari mana," kata dokter Andi.

Dia kemudian berlalu dari hadapan kami, entah pergi ke mana. Kami pun segera masuk ke ruangan dalam puskesmas dan menuju ke ruangan kami masing-masing.

Di dalam ruang KIA, tampak Bu Fatma sedang membereskan buku-buku yang ada di atas meja. Karena sebentar lagi memang sudah waktunya selesai jam kerja. Kunjungan pasien pun sudah tak ada lagi.

"Biar saya saja yang beresin buku-bukunya, Bu," kataku, seraya menghampiri meja, lalu ikut membereskan buku-buku yang ada di atasnya.

"Kamu sudah selesai keliling ruangannya, Lu? Sudah kenalan sama semua staf puskes?" tanya Bu Fatma.

"Sudah kok, Bu. Tadi malah saya diajak Bu Ipah sama Bu Zub lihat perumahan dokter," jawabku, sembari memasukkan buku-buku register itu ke dalam lemari.

"Memangnya Lulu mau tinggal di situ?" tanya Bu Fat sambil duduk.

"Saya belum tahu juga sih, Bu. Mau tinggal di perumahan itu atau nggak. Lihat gimana nanti aja. Soalnya kan memang rumah saya di provinsi. Jadi saya harus pagi banget berangkatnya biar nggak telat sampai sini. Belum lagi harus nunggu bus yang kadang lama datangnya."

"Ohh … gitu. Kalau kamu mau, kamu bisa tinggal di rumah Ibu, Lu. Ada juga kok pegawai Ibu yang masih gadis dan tinggal di rumah. Nanti kamu bisa tidur sekamar sama dia. Sekalian kamu bantu-bantu Ibu di RB (Rumah Bersalin) Selain bisa praktik, biar ilmu yang kamu dapat waktu sekolah nggak lupa, kamu jadi bisa punya tambahan uang jajan," kata Bu Fatma, seraya memandangku.

Bu Fatma memang mempunyai sebuah Rumah Bersalin yang lumayan besar, karena beliau adalah seorang bidan senior. RB Mutiara Bunda namanya. Dan menurut cerita yang aku dengar dari teman sekolah bidan yang pernah berpraktik di sana, pasien di RB Mutiara Bunda sangat banyak. Setiap hari selalu ada saja pasien yang melahirkan di RB tersebut. Semua tempat tidur pasien yang ada di RB Mutiara Bunda selalu penuh terisi. Bahkan tak jarang pasien yang baru melahirkan tak segera dipindahkan ke kamar perawatan, karena menunggu pasien yang akan pulang terlebih dulu. Maklumlah, RB Mutiara Bunda adalah Rumah Bersalin satu-satunya yang ada di wilayah Kecamatan Sukajadi.

"Gimana, Lu? Apa kamu mau tinggal di rumah Ibu?" tanya Bu Fatma, mengagetkanku, setelah beberapa saat.

"Eh … oh … saya pikir-pikir saja dulu ya, Bu. Terima kasih banyak sebelumnya atas tawarannya," jawabku.

"Ya sudah nggak apa-apa, Lu. Kamu pikirkan lagi saja dulu. Oh … iya, itu nanti instrumen IUD (alat untuk memasang, mengontrol dan melepas IUD) tolong dicuci ya. Tadi bekas dipakai pasien yang baru pasang IUD," titah Bu Fatma.

"Iya, Bu."

Bu Fatma kemudian beranjak dari duduk dan keluar dari ruangan KIA.

Setelah selesai merapikan semua buku dan peralatan yang ada di ruang KIA, aku segera menuju ke kamar mandi untuk mencuci instrumen IUD. Kamar mandi itu letaknya di antara ruang kepala puskesmas dan pintu keluar menuju ke perumahan dokter.

Ketika aku sampai di depan pintu kamar mandi, dokter Andi baru akan masuk ke ruang dalam puskesmas.

"Mau apa, Mbak?" tanya dokter Andi.

"Ini, Dok. Mau cuci alat bekas pasang IUD."

"Mbak Lulu beneran mau tinggal di perumahan itu?" tanya dokter Andi, seraya jari telunjuknya menunjuk ke arah perumahan dokter.

"Belum tahu juga sih, Dok. Gimana nanti aja, soalnya saya masih bingung juga."

"Oh … gitu. Kalau nanti memang Mbak Lulu mau tinggal di situ, Mbak Lulu tinggal bilang aja ke saya ya. Kunci rumah itu ada sama saya," kata dokter Andi.

"Ohh … iya, Dok. Baik. Nanti kalau saya memang sudah mantap mau tinggal di situ, saya akan menghadap Dokter Andi."

"Mbak Lulu tinggal masuk aja kok ke sana. Nggak perlu repot bawa-bawa perabotan lagi. Waktu itu saya pernah tinggal di situ dan semua perabotan belum saya ambil. Mbak Lulu bisa pakai saja dulu."

"Baik, Dok. Terima kasih banyak sebelumnya."

Setelah itu dokter Andi kemudian masuk ke ruangan-nya.

[Kenapa dokter Andi tiba-tiba berubah jadi ramah gitu ya? Padahal sebelumnya kan dia tampak nggak suka, waktu tadi berpapasan dengan kami-aku, Bu Zub dan Bu Ipah-di pintu keluar yang menuju ke perumahan]

***

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel