Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Melihat Ruang Dalam Perumahan

Rahasia dokter Andi

Part 3

***

Tak terasa, tiga minggu sudah aku bertugas di Puskesmas Sukajadi. Setiap hari aku harus berangkat dari rumah sebelum pukul 6 pagi, bahkan sering sebelum waktu subuh aku sudah mandi dan berpakaian rapi. Jadi begitu selesai salat, aku langsung berangkat, agar tak terlambat sampai di puskesmas. Karena waktu perjalanan yang lumayan lama dan sebelumnya harus menunggu bus yang lewat ke arah Kecamatan Sukajadi terlebih dahulu.

Saat pulang kerja, aku sampai di rumah paling awal sekitar pukul setengah empat sore. Itu juga kalau di puskesmas tak ada kegiatan tambahan, hanya dinas rutin seperti biasanya.

Satu minggu kemarin, aku baru tiba di rumah ketika menjelang waktu magrib, saat suara azan terdengar berkumandang dari toa masjid. Karena aku harus mengikuti pelatihan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) yang diadakan di kabupaten, menggantikan Bu Fatma.

Sebetulnya pelatihan itu ditujukan untuk para koordinator KIA puskesmas. Tapi Bu Fatma meminta agar aku saja yang berangkat, menggantikan dirinya. Beliau bilang supaya aku juga bisa mendapatkan ilmu yang sama seperti dirinya. Sebab suatu saat nanti, bukan hal yang tak mungkin aku akan menggantikan Bu Fatma menjadi koordinator KIA di Puskesmas Sukajadi.

Dengan berbagai pertimbangan, maka akhirnya aku memutuskan untuk menempati perumahan dokter yang ada di samping Puskesmas Sukajadi.

"Bu, saya mau ke ruangan dokter dulu ya," pamitku pada Bu Fatma, ketika sudah selesai melayani semua pasien KIA yang datang berkunjung hari ini.

"Kita menghadap dokter bareng aja, Lu. Ibu juga mau minta izin pamit pulang duluan. Ada pasien inpartu (akan melahirkan) di RB," kata Bu Fatma. Beliau kemudian berkemas, membawa tas-nya menuju ke ruang dokter bersamaku.

"Dok, saya mau minta izin pulang duluan. Ada pasien inpartu di RB," pamit Bu Fatma, setelah kami masuk ke ruang dokter.

"Ohh … iya. Silakan, Bu," kata dokter Andi.

Bu Fatma pun pergi meninggalkan ruangan dokter, setelah berbincang sebentar dan mengucapkan terima kasih.

"Mbak Lulu ada perlu apa? Ayo silakan duduk," kata dokter Andi, begitu Bu Fatma telah keluar ruangan.

Setelah duduk, aku kemudian mengutarakan rencanaku untuk menempati perumahan dokter.

"Nanti Mbak Lulu mau tinggal sama siapa di situ?" tanya dokter Andi.

"Mungkin sendirian Dok, soalnya memang nggak ada orang yang bisa saya mintai tolong untuk nemenin."

"Tapi perumahan itu sudah tiga hari ini nggak dibersihkan kayaknya. Si Aris sedang pulang kampung. Nanti saja nunggu si Aris datang ya, biar dibersihkan dulu sama dia. Baru Mbak Lulu tempati."

Aris adalah tenaga cleaning service di Puskesmas Sukajadi. Dia baru saja lulus SMA, dan tinggalnya di sekitar puskesmas, ikut dengan pamannya.

Dokter Andi sengaja merekrut Aris, untuk bekerja di puskesmas, karena anaknya yang rajin dan cekatan. Sebelum Aris, pamannya yang bekerja sebagai cleaning service di Puskesmas Sukajadi. Aris sering membantu pekerjaan pamannya itu. Oleh sebab itu, dokter Andi dan staf yang lain sudah mengenal Aris dengan baik.

"Kapan kira-kira Aris datang ya, Dok?" tanyaku.

"Besok sih harusnya dia sudah masuk kerja lagi. Karena kemarin pamitnya cuma 3 hari."

"Maaf sebelumnya, Dok. Kalau boleh, saya ingin lihat-lihat ruangan dalam perumahan itu."

"Tentu saja boleh, Mbak. Sebentar saya ambilkan kuncinya," kata dokter Andi seraya tersenyum.

Dia lalu beranjak dari duduk, menuju ke lemari buku yang ada di dalam ruangan.

"Ini kuncinya, Mbak," kata dokter Andi sembari menyerahkan sebuah kunci padaku.

Aku lalu meninggalkan ruangan dokter, setelah menerima kunci dan mengucapkan terima kasih. Aku lantas menuju ke ruang apotek. Bermaksud akan meminta pada Bu Zub dan Bu Ipah untuk menemani ke perumahan. Ada beberapa teman yang sedang mengobrol di situ.

"Bu Ipah, Bu Zub, temani saya lihat perumahan dokter lagi yuk," ajakku, pada Bu Ipah dan Bu Zub.

"Memangnya Mbak Lulu jadi mau tinggal di situ?" tanya Bu Ipah.

"Iya, Bu. Soalnya hampir sebulan ini saya dines pulang pergi, badan rasanya capek semua," jawabku.

"Sama Bu Zub aja ya, Mbak. Saya masih ngerjain laporan, belum selesai," kata Bu Ipah.

"Oohh … ya udah, Bu. Nggak apa-apa kalau masih sibuk. Biar saya sendiri aja ke sana," kataku.

Aku kemudian pergi ke perumahan dokter sendirian. Entah kenapa tiba-tiba aku merinding, saat keluar dari pintu puskesmas yang menuju ke sana. Sejenak aku merasa ragu. Untuk beberapa saat aku hanya berdiri mematung di depan pintu.

"Sedang apa berdiri di situ, Mbak? Nggak baik loh, anak gadis berdiri di depan pintu. Pamali. Kata orang tua, bisa menghalangi jodoh. Sudah lihat perumahannya belum?" tanya dokter Andi, yang tiba-tiba sudah ada di dekatku.

Aku tersenyum menanggapi ucapan dokter Andi. "Belum, Dok, " jawabku.

"Kenapa? Ayo saya antar kalau memang mau lihat."

Tanpa menunggu aku merespon ajakannya, dokter Andi sudah melangkah menuju ke perumahan dokter. Aku segera mengikutinya dari belakang.

"Mana tadi kuncinya, Mbak?" tanya dokter Andi, setelah kami sampai di depan pintu perumahan itu.

"Ini, Dok." Aku lalu menyerahkan kunci yang diminta.

Kami segera masuk seraya mengucapkan salam, begitu pintu dibuka. Tampak ruangan yang bersih dengan perabot yang tersusun rapi. Aku lantas melihat-lihat semua ruangan yang ada di dalam perumahan itu.

Ada dua buah kamar tidur dengan ukuran yang sama, sekitar 9 meter persegi. Di masing-masing kamar itu terdapat dipan, lemari pakaian, dan meja rias. Ada ruang tamu dengan set sofa minimalis dan lemari hias. Ada ruang tengah berisi sebuah kursi angsa dan meja TV, ruang makan, dapur dan kamar mandi, yang semuanya sudah terisi perabot dan peralatan lengkap.

"Gimana, Mbak? Apa kira-kira Mbak Lulu suka dengan perumahan ini? Kalau Mbak Lulu mau, tinggal masuk aja. Semua perabotan yang ada di sini dipakai saja dulu," kata dokter Andi, setelah aku selesai melihat semua ruangan yang terdapat di dalam perumahan itu.

"Iya, Dok. Saya suka kok. Terima kasih banyak sebelumnya, saya boleh memakai peralatan dan perabotan yang ada. Jadi saya nggak perlu repot lagi."

"Ya sudah, kalau gitu nanti saya suruh Aris untuk bersihkan rumah ini, sebelum Mbak Lulu tempati."

Kami pun segera kembali ke puskesmas. Seperti ketika pertama kali aku melihat perumahan itu, aku seperti melihat sekelebat bayangan di dalam kamar depan. Padahal tadi waktu di dalam, tak ada siapa pun selain aku dan dokter Andi.

Aku menghentikan langkah di depan jendela kamar depan. Ingin memastikan apa yang aku lihat barusan. Benarkah memang ada orang atau hanya penglihatanku saja yang salah.

"Mbak Lulu, kenapa berhenti di situ? Apa ada yang tertinggal di dalam?" tanya dokter Andi mengagetkan. Dia sudah berjalan jauh di depan.

"Oh … eh … nggak kok, Dok," jawabku gugup. Aku lantas menyusul dokter Andi, menuju ke puskesmas.

***

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel