Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5. Selamatkan Anakku!

Christian langsung menghentikan langkahnya mendengar teriakan Audrey.

Anak?

Apa dia tak salah dengar?

Menikah saja belum, bagaimana punya anak!

Christian berbalik, kemudian berjalan  ke arah Audrey. “Lepaskan dia,” pinta Christian. Ditatapnya dalam-dalam kedua mata Audrey. Wajah itu pernah dilihatnya beberapa hari lalu.

“Tapi Tuan?”

“Lepas kataku!”

“Ba-baiklah.”

“Chris,” panggil Audrey pelan. Rasanya Audrey ingin menampar wajah laki-laki di hadapannya. Dadanya terasa sakit, tubuhnya gemetar, keringat dingin mengucur dari pelipis, sekelebat ingatan masa lalunya muncul dalam pikiran Audrey.

“Aku ingat wajahmu, kau ibu dari bocah laki-laki itu, kan?” tanya Christian. Chris mencoba mendekati Audrey lebih dekat. Tapi sungguh, Audrey mendadak merasa jijik ketika Christian mendekat. Aroma tubuhnya malam itu kembali mengingatkan ingatan Audrey yang lama terkubur.

“Ja-jangan dekati aku,” ucap Audrey pelan.

“Ka-kau kenapa? Tadi kau bilang selamatkan anakku? Kau ini siapa?”

“Aku bukan siapa-siapa,” jawab Audrey.

“Kalau kau bukan siapa-siapa, kau tahu kau sudah membuatku malu. Seisi gedung mendengar suaramu,” bisik Christian.

‘Tuhan, kenapa dengan tubuhku. Begitu melihatnya aku tak mampu menggerakkan badanku, dia sudah di depan mata, aku harus membawanya ke rumah sakit,’ batin Audrey.

“Aku mau kau ikut ke rumah sakit,” jawab Audrey. Kedua matanya menatap kosong dengan pandangan berkaca-kaca.

Chris mengangkat satu alisnya.

“Untuk apa?”

“Aku membutuhkan golongan darah AB rhesus negatif milikmu, jika tidak ... dia akan mati. Puteramu akan mati,” jawab Audrey lirih menahan perasaannya yang kacau tak karuan. Rasanya dia ingin bergegas meninggalkan Christian.

“Kalau aku tak mau, lalu?”

Audrey memejamkan kedua matanya, ditariknya napas pelan-pelan, tubuhnya meluruh kemudian berlutut di depan Christian.

“Aku akan memohon sampai kau mau,” jawab Audrey sekali lagi. Kedua matanya tak bisa menahan airmata yang berusaha ditahannya sejak tadi. Dia terlihat begitu lemah, tak berdaya.

Christian menjadi salah tingkah. Seorang perempuan yang asing baginya kini bersimpuh di hadapannya hanya untuk meminta tolong?

“Bagaimana bisa kau tahu jenis golongan darahku?” tanya Christian heran. Jelas-jelas Audrey menyebut dengan pasti jenis golongan darahnya.

“Karena kau ayah dari Jack, bocah laki-laki yang kau antar ke bagian informasi beberapa hari lalu. Kau adalah ayah biologisnya,” jawab Audrey tanpa ekspresi. Wajahnya terlihat lesu, kedua mata sayu itu terlihat putus asa.

Christian terdiam. Dia ingat wajah Jack, memang wajah itu benar-benar mirip dengannya, tapi sejak kapan dia memiliki anak? Pertanyaan itu yang kini membayangi dirinya.

‘Dari kedua matanya, perempuan ini sepertinya tak berbohong. Tapi aku punya anak? Bagaimana mungkin?’ pikir Chris dalam hati. Dia masih bingung, sangat bingung.

Lody, asisten pribadinya mendekati Chris, lalu berbisik, “Coba minta nomor telepon rumah sakit, apa benar anak yang disebutnya barusan memang membutuhkan donor darah. Jangan sampai kau diperas.”

“Berikan aku nama rumah sakit, nama lengkap anakmu, aku akan mengeceknya sekarang. Jika kau sampai berbohong, aku pastikan kau tak akan hidup lama,” ancam Chris.

Audrey menyebut nama rumah sakit, dan nama lengkap Jack. Dia masih bersimpuh di depan Chris, berharap Chris akan luluh dan ikut dengannya. Dia tak peduli orang-orang akan menganggapnya gila, atau apa pun. Di dalam pikiran Audrey, dia harus segera membawa Chris sebelum terlambat.

“Bagaimana? Kau sudah menelepon rumah sakit?” tanya Christian pada Lody.

“Sudah, akurat. Kita berangkat sekarang?”

“Hey!” panggil Chris pada Audrey. Audrey tak memperhatikan panggilan Chris, dia hanya terdiam menatap lantai dengan pandangan nanar.

“Nona, kita berangkat sekarang. Kau ikut satu mobil dengan kami,” bisik Lody ke telinga Audrey. Audrey tersadar dari lamunannya, senyum tipis mengembang dari wajah pucatnya.

“Benarkah?”

“Tadi kau memohon, sekarang kau tak percaya?” sindir Christian. Beberapa pasang mata masih saja memperhatikan mereka. Lody membantu Audrey untuk berdiri.

Setidaknya membuang harga diri untuk beberapa saat membuahkan hasil. Audrey mengikuti langkah Lody dan Chris yang berjalan di depannya.

“Bubar! Kalian bukan sedang menonton drama!” maki Lody melihat beberapa orang masih berdiri tanpa beranjak dari tempatnya.

Chris memundurkan langkahnya, dan jalan tepat di samping Audrey. Audrey yang menyadari Chris berada di sampingnya langsung bergeser menghindar mengambil jarak dari Chris. Dia masih terlalu jijik untuk melihat bahkan berdekatan dengan Chris. Jika saja tak terpaksa, dia lebih memilih tak perlu menemui Chris selamanya.

“Kau kenapa? Kau seperti jijik melihatku. Ada hubungan apa kita sebelumnya?” tanya Chris penasaran. Gadis ini pasti tahu sesuatu.

Audrey menggeleng.

“Tak ada.”

“Kalau tak ada, lalu kenapa kau bisa memiliki anak dariku?”

Satu pertanyaan yang membuat Audrey bungkam seribu bahasa. Apa yang harus dikatakannya? Mana mungkin Christian bisa mengingatnya!

Christian memaksa Audrey ikut pergi bersamanya di satu mobil. Audrey tak bisa menolak, karena Christian dengan paksa menyeretnya masuk ke dalam mobil. Masih banyak hal yang membuat Chris penasaran padanya, dan dia memaksa Audrey satu mobil dengannya tak lain untuk menginterogasi Audrey.

Audrey menjaga jarak dengan Chris, meski Chris beberapa kali menyuruhnya duduk untuk berdekatan dengannya, Audrey lebih memilih mepet di dekat pintu berjaga-jaga jika Chris melakukan sesuatu maka dengan mudah dia menghancurkan pintu jendela untuk berteriak.

“Kau seperti ketakutan melihatku, apa aku pernah melakukan sesuatu yang buruk padamu?” tanya Chris melihat Audrey melipat kedua kakinya di depan dada, seperti orang yang ketakutan.

Audrey tak mau melihat Chris, bayangan-bayangan itu kembali menyerangnya, tubuhnya dibalut ketakutan yang teramat sangat.

“Hei, wanita! Kau mendadak bisu?!” bentak Chris, membuat Audrey semakin gemetar.

“Tuan Chris, sejak kapan Anda menikah dan punya anak?” tanya Lody dari arah bangku kemudi.

“Entah, coba saja kau tanyakan padanya,” jawab Chris kemudian menunjuk Audrey dengan gerakan kepalanya.

Audrey masih terus mendekap kedua kakinya, rasanya perjalanan dua jam bersama Chris akan seperti berada di neraka. Aroma tubuh Chris membuatnya mual, rasanya ingin berteriak sekuat tenaga. Dia terpaksa meninggalkan mobil miliknya di pelataran parkir karena Chris tak henti-hentinya memaksa dan mengancam tak akan membantu jika dia tak ikut bersamanya.

“Nona, apa benar anak itu anak Tuan Chris?” tanya Lody.

Audrey mengangguk, mulutnya masih membisu. Bagaimana bisa dia duduk dengan tenang bersama pemerkosa brutal yang membuatnya kehilangan segalanya? Benar-benar tersiksa.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel