Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

1. Tentang Rere

Mentari telah menyongsong, menyambut pagi diiringi kicauan burung nan merdu. Namun, gadis cantik ini masih tertidur pulas di kasur kesayangannya, entah apa yang dilakukannya semalam sampai ia tidur jam dua pagi.

Ketukan dan teriakan Karina—mama Rere bahkan nyaris terdengar oleh tetangga namun, anak gadisnya yang satu ini masih belum bangun juga.

"Rere, bangun kamu! Mau jadi apa jam segini belum bangun?! Kamu itu anak gadis bukan, sih?" teriak Karina dari luar kamar Rere seraya mengetuk keras pintu yang masih tertutup rapat itu.

"Hmm ... iya, sepuluh menit lagi, tapi kalau bisa setengah jam lagi," ucap Rere santai tanpa merasa bersalah atas apa yang ia ucapkan.

"Mau gak naik kelas kamu? Selama kelas sepuluh ini udah berapa kali bolos kamu, hah?!" sarkas Karina.

"Cuma sepuluh kali, Ma."

"Sepuluh kali dibilang cuma?! Lihat adik kamu, gak pernah ada bolos di rapornya, kamu mau bangun atau mama siram?!" gertak Karina.

"Hoam ... siram aja, Ma! Mama 'kan gak bisa masuk, gimana mau siramnya?" jawab Rere dengan matanya yang masih tertutup.

"Mama dobrak pintunya, mau?"

"Terserah Mama kalau kuat."

"Sialan nih anak, diancam malahan ngelawan," batin Karina. Nyatanya, ancamannya tak menghasilkan apa pun.

"Yasudah kalau gitu kamu gak boleh bawa motor selama sebulan!"

"Aaaaa, jangan, Ma! Motor itu hidup Rere, kalau motornya disita Rere gak bisa ke mana-mana," ucap Rere yang langsung bangun dari alam mimpinya.

Rere bergegas menghampiri mamanya di depan pintu, ia memohon agar motornya itu tidak jadi disita, karena Rere adalah gadis yang sudah sangat dekat dengan motornya itu, hidup Rere seperti ada yang kurang jika motornya disita.

"Ma, Rere mohon, jangan disita ya, Ma ...." Rere menahan tangan mamanya.

"Mandi, pakai seragam, habis itu makan, cepat!" Karina membentak, Rere langsung menurutinya.

Rere berlari menuju kamar mandi, ia tak mau mamanya kembali marah karena kesalahan kecilnya, tanpa Rere sadari, kamar mandi di kamar Rere itu sangat licin, alhasil Rere terpeleset dan jatuh di lantai kamar mandi.

Sret!

"Aw!! Siapa sih yang naruh pelicin di sini?! Gila banget, pagi-pagi udah naruh pelicin sembarangan," desis Rere sendiri.

"Lo-nya aja yang gak pernah bersihin, jorok lo, Kak," sosor seseorang yang masuk ke kamar Rere, dia adalah adik Rere.

Rere Anindhyta Pratama dan Gina Evelyn Pratama, mereka berdua adalah kakak beradik yang dibesarkan oleh keluarga Pratama, keluarga terpandang oleh banyak orang. Makanya, Karina selalu berusaha mendidik anak-anaknya agar lebih baik, karena tak mau nama besar keluarganya itu hancur gara-gara perlakuan anaknya.

Namun, Rere dan Gina sangat bertolak belakang. Rere adalah gadis yang jauh dari kata feminim, teman-teman Rere bahkan hampir sebagian berjenis kelamin pria, hanya ada dua wanita yang bersedia menjadi teman dekat Rere, sisanya minder karena kecantikan Rere. Namun, Rere selalu dipandang rendah oleh anggota keluarganya, Rere selalu terbilang bodoh, padahal ada satu pelajaran yang sangat Rere sukai, sampai ia tak pernah mendapatkan nilai di bawah dari 88. Hebat, bukan?

Berbeda dengan Gina, ia unggul dalam beberapa pelajaran, hampir sama dengan kakak pertamanya, Aldito Andry Pratama, seorang mahasiswa jurusan kedokteran di salah satu universitas negeri di Jakarta.

***

Rere telah selesai mandi dan mengganti dengan pakaian seragamnya, ia bergegas menuju meja makan di lantai bawah.

"Mama, ko makanannya habis?!" protes Rere tak terima, karena meja makannya kosong tak ada sisa makanan sedikit pun.

"Sudah mama kasih pengemis tadi di jalan, kamu sih lama, jadi gak mama sediakan, kirain gak bakalan laper," ucap Kirana santai.

"Ah, Mama! Terus Rere makan pakai apa dong?" tanya Rere.

"Makan tuh handphone lo!" sarkas Dito yang baru datang dari arah luar.

"Jahat lo, Bang," ucap Rere.

"Udah ayo berangkat, lo makan di sekolah aja, kalau sampai telat lagi gue jitak lo!" tegas Dito.

"Hah? Gue 'kan biasanya bawa motor, Bang, lo tumben banget mau antarin gue segala?"

"Motor kamu mama sita," ucap Karina.

"Apa?! Ma, jangan, Ma! Rere mohon, jangan! plis, Ma ...," ucap Rere momohon.Berharap ada perubahan dari keputusan Karina.

"Gak ada kata maaf untuk hari ini, sana berangkat! Nanti pulang Abangmu yang jemput, kalau nggak dijemput naik angkot aja!" tegas Karina.

"Mama apa-apaan sih, jangan gini sama Rere, Ma! Gina aja gak pernah diginiin, Abang juga gak pernah, masa Rere doang yang diginiin?" protes Rere.

"Udah syukur gue mau anterin lo, pake banyak protes lagi, udah cepat!" bentak Dito.

Rere mengendus kesal, ia terpaksa diantar oleh Dito.

Dito berangkat mengendarai motornya, terlihat dari kaca spion bahwa Rere sangat tidak suka diantar oleh kakaknya ini, ia ingin seperti dulu yang selalu membawa motor kesayangannya ke sekolah.

"Turun! Jam dua gue jemput, lo jangan main, atau gak besok lo disuruh berangkat sekolah naik angkot," ujar Dito.

"Jahat banget sih, Bang! Gue ini adik lo atau apa, sih? Kok gue selalu dibeda-bedain?" desis Rere seraya mengendus kesal ke arah Dito, tak lupa dengan bibirnya yang terus ia majukan.

"Udah, gue mau ke kampus, sana masuk!" suruh Dito.

Rere masuk ke gerbang dengan perasaan kesalnya, kali ini ia tidak telat karena diantar oleh Dito, biasanya ia selalu telat karena ia nongkrong bersama teman-temannya di cafe dekat sekolah.

"Rere ...," teriak seseorang saat Rere baru saja melangkah dari gerbang sekolah.

"Apa sih, lo? Pagi-pagi udah berisik, jangan bikin gue makin badmood, plis!" desis Rere.

"Woi elah sensi amat mbanya, gue cuma mau nanya, itu yang anterin lo tadi siapa? Pacar baru lo?" tebak Indri yang datang disertai Mala, kedua sahabat dekat Rere.

"Pacar?! Hellow ... gue setia sama dia kali, gak ada yang lain," ucap Rere.

"Lah, terus itu tadi siapa?" tanya Indri

"Abang gue, bang Dito namanya," jawab Rere.

"Huaaa padahal udah mau kelas sebelas, tapi gue gak tahu kalau lo punya abang cogan kayak gitu," ucap Indri.

"Cogan matamu!"

"Serius, Re, ganteng banget ya Tuhan ... mimpi apa gue semalem bisa ngeliat cowok seganteng itu. Apalagi matanya itu aduh, luluh diriku," ucap Indri seperti kesetanan.

"Alay lo, udah ayo masuk!" suruh Rere.

Mereka bertiga masuk ke kelas mereka, hari ini adalah hari pertama mereka ulangan akhir semester, yang berarti penentuan untuk mereka naik ke kelas 11.

Di lorong kelas 11 ....

Bruk!

"Woi, Kak, liat-li—" ucapan Rere terhenti ketika melihat lelaki yang ada di depannya kini.

"Lo?!" ucap Rere dan lelaki itu bersamaan.

"Ngapain lo di sini?" tanya lelaki itu.

"Suka-suka gue dong, ini 'kan jalan umum, gue mau ketemu pacar gue, minggir!" bentak Rere.

Lelaki itu adalah Reynaldi Antariksa Sanjaya, pria yang menjadi idaman setiap wanita di sekolah itu namun, tidak dengan Rere yang malah menganggapnya sebagai musuh.

Rey adalah seorang ketua OSIS, ia adalah kakak kelas Rere, Rey saat ini kelas 11 IPA 1, kumpulan anak-anak yang unggul dan berprestasi.

Satu hal yang membuat Rey disukai selain wajahnya yang tampan, tetapi juga tinggi dan seorang kapten basket di SMA Insan Jaya.

Kali ini Rey tak peduli dengan Rere, ia tak mau pagi indahnya terhalang oleh perdebatan dengan gadis yang satu ini, Rey berlalu meninggalkan Rere yang masih menatapnya sinis.

"Najis, sombong banget mentang-mentang kakak kelas," batin Rere.

"Re, woi! Kok bengong?" ucap Indri yang melihat Rere melamun.

"Eh, emang iya? Yaudah gak usah dibahas, ayo ke kelas," ucap Rere seraya membawa kedua temannya ke ruangan kelas.

Bel sudah berbunyi, mereka bertiga bergegas masuk ke ruang kelas, karena ulangan akan segera dimulai.

"Re, lo belajar tentang apa aja semalam?" tanya Mala berbisik.

"Gue gak belajar, gue malah chattingan sama Fariz, gimana dong ini, emang sekarang pelajaran apa?" tanya Rere.

"B*go lo! Fariz emang pembawa masalah buat hidup lo," cecar Indri.

"Kalian bertiga! Ada apa berbisik-bisik?! Ulangan akan segera dimulai, harap tenang!" tegas pengawas yang memperhatikan mereka.

"Ba—baik, Pak."

"Sekarang pajaran bahasa Inggris, Re," ucap Mala berbisik.

"Serius lo?!"

"Iya, kenapa?"

"Gue—"

---

Kepotong, lanjut di next part, ya^^

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel