BAB 9 - New House
*
*
*
Pria yang berada di rumah pohon tengah duduk di kursi kebesarannya, ia sedang membaca buku tebalnya yang hanya memakai penerang lampu pelita jadul. Asisten pribadinya masih berdiri di belakang untuk menunggu tuannya tertidur.
Pria tampan itu menetup bukunya, tiba-tiba bertanya, "Bagimana dengan rumahnya, apa istriku jadi membelinya?"
"Ia Tuan, istri anda sudah membeli rumah anda dengan harganya yang cukup fantastis. Aku bahkan sudah menjebaknya untuk membeli mobil bugatti choron, kesayangan anda."
Pria tampan itu tertawa terbahak bahak. "Kerja bagus, ini seperti bahwa ia memakai semua barang milikku kan." Pria itu tersenyum bahagia.
'Pertanyaannya adalah... dari mana Vanya mendapatkan uang sebanyak itu, umurnya yang masih 18 tahun. Tapi sudah memiliki uang yang tidak terkira-kira banyaknya. Bukankah ini harus patut di selidiki, tapi Tuannya sendiri tampak tidak perduli, ia bahkan tidak berpikir ke arah situ. Mungkinkah Tuanku tau sesuatu?' Asisten itu tenggelam dalam pikirannya.
Pria yang memiliki sejuta pesona itu mengusap bingkai fotonya, bahkan buku diary milik Vanya masih ada di tangannya.
*
*
*
Vanya yang sudah tiba di rumah barunya, kini mengitari bebas rumahnya. Itu rumah yang baru saja ia beli sangatlah luas, dan juga besar. Sasa yang melihat kelakuannya hanya menggelengkan kepala.
"Kenapa kita harus membeli rumah dekat dengan hutan lebat ini?" Sasa duduk di sofa.
"Tinggal disini lebih tenang ketimbang di kota, Polisi tidak akan menemukan keberadaan kita disini!" Vanya meneguk minuman botolnya.
"Aku setuju dengan pemikiranmu. Hanya saja tempat ini berada di daerah terpencil, bagaimana jika rumah ini dimasuki binatang buas. Oh jujur, aku tidak tega membunuh binatang buas di sini."
Vanya yang mendengarkan keluhan Sasa, hanya memutar bola matanya malas.
Sasa yang sedari tadi merapikan barang-barang di atas meja, kembali bertanya, "Apa Vano Wilson menghubungimu?"
"Tidak... entahlah, terakhir kita menikah dia tidak sama sekali menghubungiku, bahkan membalas pesanku saja ia tidak perna."
Sasa terdiam. 'Pernikahan macam apa ini, menikah hanya untuk mendapatkan surat nikah saja kah? Vanya pasti kesepian. Keluarganya sudah tidak lagi berpihak padanya, dan Suaminya sendiri tidak ada kabar selama 2 bulan lamanya.'
Sasa memeluk Vanya. "Tidak apa-apa, aku ada disini, aku akan setia bersamamu!"
Vanya yang sedang merapikan alat perangkat di atas meja mulai memerintah, "Bayar seseorang mata-mata yang bekerja sebagai pengawal Samsim."
"Kapan di mulai?" tanya Sasa.
"Lakukan itu besok!"
Vanya menyipitkan matanya, menatap keluar jendela. Vanya mengepal tangannya benci, ia begitu ingat ibunya yang tidak memiliki salah, tiba-tiba di fitnah lalu di hukum pancung di hadapan semua Rakyat Britania, bahkan kematian ibunya masih terekam jelas di otaknya. Itu disebabkan oleh Samsim yang memiliki trik kekuasan di bawah Kerajaan.
Hanya 2 kemungkinan kenapa keluarga tiri Sandi ingin menghabisi mereka. Kesatu, Ibu Vanya adalah keluarga terkaya yang terpandang di seluruh dunia. Kedua, Ayahnya memiliki kekuatan militer terkuat di seluruh Britania Raya, sehingga keluarga tiri ayahnya tidak bisa melakukan pemberontakan untuk menggantikan posisi Raja. Lalu siapa lagi yang mereka targetkan? Itu adalah Kakak laki-lakinya.
Vanya sangat ingat di masa lalu Samsim paman ketiganya, melakukan hal yang sama untuk menjadikan Kakaknya sebagai bumeran. Tapi Vano yang sebagai sahabat kakaknya, melindungi Danya dengan cara menipulasi Raja secara dadakan, berbohong pada Raja, bahwa ada pemberontak di perbatasan Britania.
Setelah kepergiaan Danya dari istana, kejadian ledakan itu benar-benar terjadi, tapi saat Samsim ingin menyalahkan Danya dengan trik kotor nya, dia terlambat. Itu karna Danya sudah meninggalkan Kota satu hari yang lalu, secara diam-diam, sehingga Raja yang di buat bingung tidak tau, siapa yang harus di salahkan atas kejadian itu?
Samsim yang rencananya telah gagal hanya melontarkan kata sumpah bahwa suatu saat, seluruh Keluarga Sandi akan di musnahkan secara bersamaan. Dan benar adanya, saat Rafael anaknya berusia 6 tahun, ia dan Keluarganya benar-benar musnah.
Kejahatan mereka, membuat Tuhan selalu berpihak pada Vanya. Terlahir kembali lalu menghancurkan mereka, sebelum mereka yang menghancurkan keluarganya. Tapi kenapa semua terjadi sangat cepat, bahkan Vano Wilson pergi entah kemana? Pria yang sudah menjadi Suaminya menghilang tanpa di ketahui dimana ia berada. Mau tidak mau Vanya akan berjuang sendiri, menghancurkan mereka yang ingin membunuh Ayahnya, Kakak laki lakinya, Orang tua ibunya, dan anaknya Rafael.
Di saat malam tiba, pukul 12 malam hujan turun sangat deras, bahkan petir sangat menggangu pendengaran. Lampu di rumah Vanya tiba-tiba mati.
Tapi tidak membuatnya terbangun untuk memeriksa, Vanya sebaliknya tertidur sangat nyenyak di balik selimutnya.
Seseorang memanjat kamarnya, pria yang memakai topeng seperti seorang pencuri, tubuhnya begitu basah akibat guyuran hujan. Ia kini memasuki kamar mandi tanpa cahaya menerangan. Pria itu menyalakan lilin yang ada kamar mandi, lalu membersihkan tubuhnya, dan hanya memakai handuk yang melilit di pinggangnya.
Di depan cermin pria itu melepaskan topeng di wajahnya, ia begitu terkejut melihat wajahnya yang bercahaya, alis yang tebal, rahang tegas namun lancip, bibir tebal berwarna merah, mata bulat berwarna hijau, rambutnya yang berwarna perak, membuat dirinya begitu tampan dan tiada duanya di dunia.
"Vanya... bagimana jika kau melihat wajahku ini, aku yakin kau pasti terkejut melihat diriku. Tapi tidak sekarang, aku akan melepaskan topeng ini disaat kekuasaan jatuh ditanganku.' Pria itu memasang topengnya kembali, lalu keluar kamar mandi dan tidur bertelanjang dada di samping Vanya istrinya.
Vanya yang bermimpi, terus-menerus menyebut nama Rafael, membuat pria disampingnya itu mempertanyakannya di dalam hatinya. 'siapa itu Rafael?'
Ke esokannya Vanya yang sudah berada di halaman belakang sekolahnya, mulai mengetik sesuatu di layar laptopnya.
Sasa datang membawa minuman kaleng. "Kau sedang apa?"
Jari Vanya yang begitu sangat cepat memasuki angka berserta kode rahasia di layar hitamnya, lalu berkata singkat, "Meretas ponsel Samsim." Vanya fokus menatap layar laptopnya.
Sasa duduk di sampingnya. "Mata- mata itu berkata bahwa Samsim akan menemui warga Asing Suriah di pelabuhan peti kemas. Aku pikir mereka akan melakukan rapat besar- besaran di sana! Bukan kah aksi mereka akan terjadi besok," ucap Sasa melihat Vanya yang begitu serius, dia tidak tau apakah Vanya mendengar perkataannya.
Saat Vanya mulai menghack ponsel Samsim, ia terlebih dulu membaca semua email di akun pribadinya. Vanya menampilkan data-data informasi milik Samsim, tak lama muncul nama Abu Bakrie beserta foto dan juga data-data pribadinya.
Setelah membaca dan memeriksa semuanya, Vanya menutup layar leptopnya lalu menarik nafas dalam-dalam. "Aku tidak mengerti, bagaimana asal mula Samsim mengenal kelompok Teroris ini?"
"Apa rencana mu? " Sasa ingin tau.
Vanya tersenyum lebar, sampai mulutnya hampir robek. "Kau akan tekejut!"
Sasa yang tidak bisa menebak berkata, "Sebelum terjadi, aku hanya bilang terima kasih Karna sudah membuatku terkejut."
Vanya hanya mengetuk kursi yang dia duduki. Sambil memainkan rambutnya, Hingga bel masuk kini berbunyi.
Vanya dan Sasa yang berjalan di koridor tiba-tiba tas laptopnya di tarik paksa oleh Devan. "Sayang... aku sangat penasaran apa yang sedang kau kerjakan di sini, akhir-akhir ini kau selalu membawa laptopmu di sekolah, bukankah sekolah kami sudah menyiapkan kebutuhan kita sendiri." Devan mendorong cepat tubuh Vanya di tembok lalu menghimpitnya kasar. "Bolehkah aku mengintip?" Devan menunjuk tas yang berisikan laptop yang sudah berada di tangan Revano.
Vanya menggigit bibirnya nakal lalu tersenyum cabul. "Apa kau ingin menonton film bokep mu di sana! Oh jujur, aku baru saja menikmati pertunjukan film bokepmu bersama Riska kekasihmu itu."
Sasa dan sahabat Devan, menahan tawanya.
Devan meremas rahang wajah Vanya. "Ia kah... apa kau ingin seperti itu? Mudah saja, kau tinggal melebarkan pahamu, maka aku akan memasukimu lalu membuat vidio kita, dan membeberkan perbuatan asusila kita di dunia maya. Bagaimana?"
Vanya meremas kasar Penis Devan yang di tutupi celana, ia tertawa, "Betapa cabulnya Putra Mahkota, bagaimana jika kau sudah menikah nantinya, apa kau sanggup puaskan para selirmu kelak?"
Devan beralih meremas payudara Vanya. Vanya yang mulai merespon mulai mendesah nyaring, wajahnya sangat begitu binal, siapa saja yang melihat aksinya, mereka akan sangat malu.
Sasa menutup mata. Revano, Dion, dan Yustin, merasa Penis mereka menegang hingga sakit.
Devan berbisik, "Kau seperti pelacur murahan sialan!"
Vanya menghentikan aksi binalnya, lalu menghempaskan tangan Devan dari remasan payudaranya. "Aku memang pelacur. Karna aku pelacur, kau tidak boleh lagi menyentuh wanita kotor seperti ku!" jelas Vanya menginjak sepatu Devan sampai di buat kotor, lalu menarik paksa tas laptopnya dari tangan Revano.
Devan menyipitkan matanya, entah semenjak melihat wajah Vanya di Istana. Wajahnya itu terbayang terus di kepalanya, sampai membuat kepalanya sakit. Padahal ia tau jika hatinya itu hanyalah untuk Riska saja. Devan yang sudah melihat Vanya menghilang di koridor, ia hanya mengusap wajahnya kasar.
Revano memukul bahunya.
"Kau seharusnya tidak menggangu istri orang lain!"
Yustine tertawa, "kau ini kenapa? Dia yang sudah menikah, kau malah mengajaknya berhubungan Sex, kau sudah gila yah."
Dion memukul kepala Yustine, lalu berbisik, "Kau kebiasaan berbicara tanpa di pikir dulu, kau harus tau... bahwa dia calon Raja dimasa depan."
