08 - Tujuh
Ternyata para sahabat Clarista yang tadi sibuk masing-masing, kini satu per satu meninggalkannya dan berjalan menuju lantai empat. Tempat di mana pesta topeng diadakan. Belum ada yang menyadari ketertinggalan Cla disana. Cla masih duduk di tempat yang sama di mana mereka tadi berbincang dan berkumpul pertama kali.
Augfar tetap pada pendiriannya, menatap intens Clarista yang membuat gadis itu sangat terusik.
"Bisa nggak sih kamu nggak usah ngeliatin aku segitunya?!" kesal Cla pada Augfar.
“Aku suka kamu manggil aku dengan sebutan kamu, terdengar sangat spesial dan intim,” ucap Augfar menggoda Cla
Cla mendesah kesal saat tatapan Augfar masih saja menatapnya.
“Please, gak usah tatap aku terus.” gusar Cla.
"Kenapa? Aku cuma ngeliatin aja. Nggak lebih," jawab Augfar santai.
"Augfar, please! Masih banyak hal lain yang bisa kamu liatin kecuali aku."
"Oh, ya? Tapi aku nggak tertarik!"
"Terserah kamu!"Clarista memalingkan wajahnya ke arah lautan manusia yang tengah asik berjoget di lantai dance, sedangkan Augfar, pria itu masih terus memandang Clarista dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.
*****
"Gre!" teriak Alex ketika melihat wanitanya sedang berdiri sendirian menatap lantai dance dengan segelas vodka di genggamannya.
Grenda menoleh, senyum semringah langsung menghiasi wajah cantiknya. Alex berjalan mendekati Grenda, mendekap secara spontan dan melumat bibir candu itu dengan rakus. Grenda mencoba menghentikan ciuman Alex dan berhasil. Alex menatapnya dengan tatapan tanda tanya.
"Aku takut sahabatku tau, Lex!" ucap Grenda.
"Nggak perlu ditutupi lagi, aku udah capek! Jammie, Nico dan Augfar juga udah tau gimana kita. Dan mereka fine-fine aja, Sayang!" jelas Alex dengan memilin rambut Grenda.
Sayang. Satu kata yang berhasil membuat Grenda merasakan jutaan kupu-kupu bertebaran di perutnya. Seakan terhipnotis, Grenda menganggukkan kepalanya dan Alex langsung menciumnya dengan liar.
"Get a room, please!" sindir Dima pada Alex dan Grenda, sedangkan Danisha, Gisella menatap shock pada sahabatnya itu.
"Sorry, Bro. By the way, thank you untuk undangan pestanya malam ini," ucap Alex tanpa rasa bersalah.
Grenda melepas tangan Alex yang melingkar di pinggangnya dan menghampiri kedua sahabatnya, "lo berhutang cerita sama kita," bisik Gisella pada Grenda dan diikuti dengan anggukan dari Danisha.
Model cantik itu menanggapinya dengan senyuman, "kalian cuma berdua? Clarista di mana?" tanya Grenda pada akhirnya.
"Cla? Oh, iya. Cla di mana, ya? Gue nggak sadar kalo dia nggak sama kita sekarang," cemas Danisha.
"Ladies! Ayo masuk ke sini. Turunnya nanti aja," teriak Gio pada Gisella, Danisha dan Grenda.
"Oke!"
"Coba lo telepon handphone-nya deh. Suruh dia susul kita di sini," perintah Gre pada Gisella.
*****
Augfar baru saja menutup sambungan telepon miliknya, dengan wajah gusar ia berjalan mendekati wanita yang sedari tadi menjadi fokusnya. Wanita yang kini duduk di atas kursi bar menatap lantai dansa dengan tatapan penuh minat, segelas wine di tangannya dan badannya yang bergerak-gerak mengikuti dentuman musik.
"Aku harus pulang," ucap Augfar pada Clarista dan gadis itu segera menoleh ke arah sumber suara yang mengajaknya bicara.
Ia tidak mengacuhkannya. Clarista pikir Augfar salah jika harus izin pulang dengannya.
"Hei, aku bilang aku mau pulang!" Augfar merasa tambah gusar ketika Clarista mengabaikannya.
"Apa urusannya dengan aku? Kalo kamu mau pulang silakan pulang. Aku ga peduli," ketus Clarista.
Augfar berdiri tepat di depan Clarista, membuat wanita itu gugup setengah mati.
"Berengsek!" umpat Augfar dan Cla melotot mendengarnya.
Clarista mencoba mendorong Augfar agar menjauh darinya dan memalingkan wajah agar tidak bertatapan dengan pria itu.
"Kamu milik aku!"
Tiga kata cukup membuat Clarista menoleh lagi menatap mata tajam Augfar.
"Kamu gila? Kamu itu udah punya tunangan dan beberapa hari lagi kamu bakal tunang— Hemphhh ..."
Belum selesai Clarista menceramahi Augfar. Pria itu sudah lebih dulu membungkam bibir Clarista dengan bibirnya. Harusnya Clarista meronta menolak, tapi tubuhnya mengkhianatinya.
"Cla!" Sontak keduanya menghentikan ciuman mereka dengan sangat terpaksa.
Wajah Cla kini sudah pucat pasi mengingat dia tau jelas suara siapa yang memanggilnya tadi, sedangkan Augfar terlihat santai tanpa beban.
Clarista menoleh dengan penuh keraguan, sedangkan Augfar tampak biasa menatap seseorang yang memanggil gadis itu tadi.
Danisha, ya, Danisha yang memanggil Clarista dan juga berhasil memberhentikan ciuman tadi. Banyak tanda tanya besar di kepala Danisha setelah menyaksikan hal seperti yang barusan dilihatnya secara langsung.
"Dan, Gue bakal—" ucapan Clarista terpotong karena isyarat telunjuk Danisha di depan bibir dan menyuruh ia diam dan tidak perlu menjelaskan apa pun sekarang.
Augfar menoleh ke Clarista dan kembali mencium bibir Cla dengan secepat kilat sebelum sang desainer kembali mengomel tepat di depan Danisha tanpa canggung.
"Aku pulang dulu. Jangan nakal" ucap Augfar dan dihadiahi pelototan kejam dari Clarista yang ditanggapi Augfar dengan kekehan.
"Dan, gue duluan. Sampein salam gue ke Dima," ucap Augfar pada Danisha yang hanya ditanggapi Danisha dengan anggukkan tanda paham.
Setelah itu Augfar segera menghilang dari keramaian bar dan juga dari pandangan kedua wanita cantik yang sama-sama sibuk dengan pikirannya sendiri.
Clarista yang sadar terlebih dahulu lantas mendekati Danisha yang berdiri menatapnya, "gue nggak seperti yang lo pikirin, Dan," ucap Cla.
"Gue emang butuh penjelasan dari lo, Cla, tapi enggak sekarang. Otak gue cukup rumit buat malem ini. Dia tunangan orang seperti kata lo!" jelas Danisha.
"Gue tau, tapi gue—" kalimatnya kembali menggantung ketika Danisha menyela ucapannya.
"Oke! Lupain aja dulu. Yuk kita kedalem. Yang lain pada nungguin lo!" ajak Danisha mencoba melupakan hal yang terjadi barusan.
*****
Gio dan Gisel, Alex dan Grenda, Jammie dan wanita pemuasnya, Dima tentu saja dengan Danisha, sedangkan Nicolas sendiri. Begitu juga Cla yang nampak sedikit shock melihat keberadaan pria yang sudah menolaknya tujuh tahun yang lalu berada di tempat yang sama dengannya.
Jammie memulai obrolan ringan memecahkan suasana yang kurang nyaman ini, terutama untuk Nicolas dan Clarista.
"Hei, Cla. How are you? Lo banyak berubah, ya?" sapa Jammie pada Clarista dan ia menatap Jammie ragu karena masih sangat segan dengan anggota the most wanted ini.
"Hai, I'm fine dan gue nggak berubah!" jawab Clarista singkat.
Nico secara terang-terangan memandang Clarista, sedangkan sang desainer hanya membuang muka dan menghela napas berat.
Satu per satu sahabatnya beserta pasangannya keluar dari ruangan itu untuk ke lantai dance dan akhirnya tersisa Clarista dan Nicolas di sana.
"Lo nggak ikut turun?" tanya Nico dan itu ucapan pertama setelah tujuh tahun yang lalu mereka saling berkata-kata.
Kilas balik kejadian tujuh tahun yang lalu terputar lagi di otak Clarista dan membuatnya harus menghela napas berat.
"Nggak minat!" jawab Cla singkat.
Sebenarnya ia lebih memilih untuk pergi dari ruangan ini ketimbang duduk berdua dengan pria yang sudah sangat mengecewakannya itu. Sedikit banyak pria di depannya ini mempengaruhi kisah cintanya selama tujuh tahun ini.
"Gue minta maaf untuk yang dulu," ucap Nicolas pelan dan Clarista terbengong mendengar kalimat barusan.
"Gue minta maaf sama lo!" ulang Nico pada Clarista.
Clarista memutar bola matanya malas, setelah tujuh tahun baru sekarang Nicolas minta maaf. Buat apa dia minta maaf toh semua udah lewat.
"Lo minta maaf ke gue? Buat apa?" tanya Clarista sinis.
"Buat kata-kata kasar gue dulu," ucap Nicolas lagi.
"Lupain aja udah lewat," jawab Clarista tak acuh.
"Tapi gue beneran minta maaf, Cla!" tekan Nico seakan kesal dengan tanggapan Clarista.
"Gue udah maafin lo. Terus lo mau apa lagi? Udah gue bilang ‘kan lupain aja udah lewat," jelas Clarista sedikit kesal.
"Kenapa tanggapan lo seakan nggak acuh sama ucapan gue?" tanya Nicholas.
"Mau lo apa sih? Gue musti gimana sama lo? Gue udah maafin lo terus lo mau apa lagi?" jawab Clarista sinis.
"Lo nggak berniat sekadar nanya kabar gue? Gue selama ini gimana?" tukas Nicolas.
"Buat apa gue nanya kabar lo, sedangkan gue liat lo baik-baik aja sekarang dan apa pentingnya buat gue?" ketus Clarista.
"Gue penting buat lo, karena lo suka sama gue! Jadi, lo musti tau tentang gue!" ucap Nicolas penuh emosi.
Clarista menoleh dan memutar bola mata malas mendengar ucapan egois yang keluar dari mulut Nicolas. Ia berdiri dan hendak pergi dengan segera dari ruangan itu.
"Lo! Gue kira lo udah berubah, ternyata tetep sama aja! Lo terlalu percaya diri. Dulu mungkin gue suka sama lo, tapi sekarang? I'm sorry to say that. Gue udah nggak peduli lagi tentang lo dan gue nggak suka sama lo!"jelas Clarista dengan lantang yang sukses membuat Nicolas terlihat sangat emosi.
"Lo nggak peduli sama gue, tapi gue peduli sama lo. Gue tau semua tentang lo. Gue tau, Cla!" bentak Nicolas.
"Gue nggak pernah minta lo cari tau tentang gue dan gue ga peduli sama lo! Dan lo nggak ada alasan buat peduli sama gue!" Clarista membentak balik Nicolas.
Baru selangkah Clarista ingin ke luar dari ruangan itu, tapi terhenti karena ucapan Nicolas yang tiba-tiba menghentikan poros hidupnya sejenak.
"Gue suka sama lo, Cla. Gue serius suka sama lo!" ucap Nicolas lantang.
Clarista berbalik terdiam menatapnya, seakan pendengarannya salah mendengar ucapan dari Nicolas barusan.
"Lo gila?" setelah mengucapkan itu Clarista pergi meninggalkan Nicolas yang masih berdiri mematung di dalam ruangan itu.
Clarista berlari tanpa memberi tahu sahabatnya kalo ia sudah pulang duluan. Kepalanya nyaris pecah dengan segala kejadian yang terjadi sepanjang hari ini.
******
