Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

09 - Delapan

*****

Clarista menghempaskan tubuh ke atas tempat tidur. Merebahkan diri, memijat pelan dahi dan pangkal hidung secara bergantian. Rasanya kepalanya mau pecah dengan semua kejadian hari ini.

Kilasan tentang ciuman tiba-tiba dirinya dan Augfar serta pernyataan Nicolas yang secara tiba-tiba membuat jantungnya serasa berhenti.

Clarista sudah berusaha keras selama tujuh tahun untuk berhenti memikirkan Nicolas. Bukan karena ia masih cinta, tapi kejadian yang lalu itu begitu memalukan dan membuat hatinya takut kecewa lagi.

Tidak! Clarista tidak pernah mau berharap lebih lagi atas perasaannya pada pria mana pun. Setelah dia ditolak mentah-mentah oleh sang pujaan hati. Maka dari itu, Clarista sebisa mungkin menutup hatinya rapat-rapat.

Clarista tidak menyangkal jika pernyataan Nicolas membuatnya sedikit bahagia, tapi perasaan yang salah justru timbul ketika Clarista berciuman dengan Augfar.

Perutnya seakan dihinggapi ribuan kupu-kupu lalu jantungnya berdetak dengan keras dan jelas perasaan itu salah. Augfar Andrean adalah calon suami kliennya dan yang jadi tanda tanya besar di kepala Clarista, apa motif pria itu melakukan semua itu kepadanya.

Berengsek! Anggota the most wanted benar-benar terus menjadi hantu di hidupnya Clarista. Ia mencari ponselnya dan banyak sekali nomor yang tidak dikenal meneleponnya berkali-kali. Ketika membuka aplikasi chat, Clarista tertegun menatap kalimat yang tertera di sana.

Vistania:

Cla, maaf ya udah ngerepotin kamu. Mami aku minta pertunangan aku dimajukan, jadi ya gitu. Besok aku ke butik jam 11, ya? Calon mertua aku juga bakal ikutan datang. Aku excited banget loh, Cla. Pokoknya makasih banget ya kamu udah bantuin aku.

Clarista menghela napas lelah, bebannya serasa bertambah berkali-kali lipat dan lagi-lagi meskipun dia memegang prinsip tidak akan berharap sesuatu yang besar karena takut sakit dan kecewa lagi kenyataannya tetap perih. Dia merasa sudah mengecewakan kliennya satu ini. Notifikasi ponsel dalam genggamannya berbunyi lagi tanda pesan Whatsapp masuk.

628117612345

Good Nite My Future Wife. Love you.

AAD

Clarista menatap bingung dengan chat itu. Siapa yang sudah dengan iseng mengerjainya tengah malam ini. Dan AAD? No! Pasti bukan dia. Dia sudah gila, meskipun dia pasti dia salah kirim chat.

628117612345

Aku nggak salah kirim ucapan kok. Kamu jangan bingung. Selamat tidur, Tata.

- Augfar Andrean Davinci-

*Ps: Your Future Husband.

Sontak secara tidak sengaja ponsel pintar milik Clarista terjatuh karena si empunya terlalu shock membaca chat barusan.

Clarista menggelengkan kepalanya. Tidak masuk akal semua ini. Dia mengambil ponselnya yang terjatuh berniat membalas chat tersebut. Namun, ada satu pesan lagi yang masuk ke ponselnya.

628116666777

Cla, maafin gue. Gue nggak bermaksud apa pun. Gue sayang elo.

-Nico-

Fix! ponsel Clarista dibanting secara brutal oleh sang pemilik. Kenapa dua orang itu menjadi gila dan menghantuinya. Ponsel Clarista sudah terbelah dan rusak berat.

Clarista berjalan menuju kamar mandi. Dia butuh berendam di tengah malam ini dan menghilangkan sedikit penat yang ada di pundaknya saat ini. Persetan dengan keadaan ponselnya yang teronggoh tak berdaya dengan layar retak seribu di atas lantai.

*****

"Pagi, Nan!" sapa Danisha pada Kinan yang tengah sibuk pada satu buku.

"Eh, Mbak Dani. Pagi juga, Mbak. Wah, tumben banget pagi-pagi udah mampir."

"Iya, nih. Ada perlu sama Cla. Bos lo, ada kan? " tanya Dani basa basi.

"Ada kok di ruangannya, Mbak. Tapi gitu deh, Mukanya nyeremin dari tadi pas dateng sampe sekarang," curhat Kinanti pada Danisha.

"Ya, udah deh. Gue masuk dulu ya, Nan?" pamit Danisha.

Danisha berjalan menuju ruangan Clarista yang pintunya tertutup rapat. Tiga kali ketukan tidak ada jawaban dari Clarista. Maka Danisha membuka dengan santai pintu ruangan tersebut.

Terlihat di situ Clarista tengah sibuk dengan sketsa-sketsa baju miliknya. Tidak ada niat sama sekali untuk melihat siapa tamu yang masuk ke ruangannya.

"Kenapa handphone lo nggak aktif?" tanya Danisha tanpa basa basi.

Clarista tetap diam, mengacuhkan pertanyaan Danisha barusan. Berpura-pura tidak mendengar meskipun ia tau jika sahabatnya ini mengajaknya bicara.

"Cla, gue lagi ngomong sama lo. Ponsel lo kenapa nggak bisa dihubungi," tanya Danisha lagi dengan nada yang lebih tinggi.

"Udah gue hancurin," jawab Clarista datar.

"Lo kenapa sih, Cla?" tanya Danisha kesal.

"Gue nggak kenapa-kenapa!" Clarista menjawab tetap dengan kesibukannya mendesain gaun-gaun milik kliennya.

"Lo childish banget sih, Cla. Sikap lo kekanakan kayak gini tau nggak!" kesal Danisha.

"Gue childish?"

"Bukannya kalian yang childish! Ninggalin gue berduaan dengan Nico. Kalian pikir tindakan kalian nggak childish?" jawab Clarista dengan emosi.

"Apa salahnya? Kita pengen lo baikan sama Nico dan juga Nico yang mohon-mohon sama kita buat dia bisa ngobrol empat mata sama lo," jelas Danisha.

"Tanpa persetujuan gue? Lo semua mengaturnya? Gue udah nggak peduli lagi tentang dia. Gue udah maafin dia. Tapi inget, gue cuma maafin dia. Kalo kata lo gue maafin dia bakal menghapus memori kelam gue sama dia? Lo salah besar. Lo nggak pernah ada diposisi gue dan nembak cowok di depan orang rame, terus lo ditolak mentah-mentah dengan segala caci maki. Lo nggak pernah ngerasain!" jelas Clarista panjang lebar dengan emosi menggebu.

"Gue tau, Cla. Gue ta—" ucap Danisha dipotong Clarista tiba-tiba.

"---lo tau apa? Tau rasa sakitnya ditolak di depan orang rame. Lo nggak tau apa-apa, Dan. Lo nggak pernah ngerasain yang gue rasain. Mending lo pergi aja dari sini. Pintunya di sebelah sana. Gue males berdebat panjang sama lo."

Danisha menatap nanar sahabatnya. Belum pernah mereka bertengkar hebat seperti ini dan Danisha shock melihat Clarista bisa mengeluarkan emosi seperti saat ini.

Danisha kecewa pasti, tapi ia tau pasti Clarista lebih kecewa atas tindakan mereka semalam yang membuat sang desainer murka pagi ini.

"Cla, gue minta maaf. Gue—"

"Pintu keluar ada di sana. Gue sibuk!" ucap Clarista singkat dan datar.

Air mata menggenang di pelupuk mata Danisha. Ia tidak menyangka jika sahabat baiknya akan semarah ini padanya. Danisha berjalan menuju pintu ruangan, tapi terhenti ketika ada seorang wanita cantik di depannya.

"Hei, sorry. Lo Danisha, kan?" Danisha mendongak sambil menyeka air matanya yang tiba-tiba jatuh dan langsung memandang lekat ke arah wanita yang mengajaknya bicara.

"Iya, lo kenal gue dari mana?" tanya Danisha bingung dan terlihat wanita itu tersenyum ke arah belakangnya.

Ternyata Clarista sudah berdiri dengan memasang wajah ramahnya dan berbanding terbalik dengan kejadian beberapa menit yang lalu pada Danisha.

"Dia Vistania, klien gue. Dia model Internasional, Dan." Clarista memperkenalkan wanita cantik semampai di hadapannya ini pada Danisha.

"Oh, hai ... aku Danisha."

"Iya. Siapa sih nggak kenal sama seorang Danisha. Calon Istri pengusaha sukses sekelas Dima," ucap Tania sembari bercanda pada Danisha.

"Tan, Dan, masuk dulu gih. Kita ngobrol di dalam aja," kata Clarista santai.

Danisha menatap ragu ke arah Clarista, tapi dibalas sahabatnya itu dengan senyum simpul dan gerakan kepala menyuruh masuk.

"Maafin aku ya, Cla. Udah bikin kamu repot. Mami aku pengennya dipercepat aja pertunangan aku. Calon mertua aku juga begitu. Jadi, ya aku bisa apa selain ngerepotin kamu terus," jelas Tania dengan nada yang tidak enak.

Clarista hanya tersenyum sangat dipaksakan mendengar ucapan Tania. Begitupun Danisha memandang iba sahabatnya.

"It's oke kok, Tan. Kamu mau fitting sekarang atau nanti?" tanya Clarista pada Tania.

"Sekarang juga nggak kenapa-napa. Soalnya Mami aku sebentar lagi sampai," ucap Tania girang.

"Oke. Sebentar, ya? Aku kabari asisten aku dulu," sahut Clarista menelepon dari telepon kantornya, "Kinan, nanti kalo ada orang tuanya Mbak Tania, langsung suruh ke fitting room aja, ya?" Dan Clarista menutup sambungan teleponnya dan memberi isyarat untuk beranjak dari ruangannya menuju fitting room.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel