Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 | Antara Bahagia Dan Duka

(Antara Bahagia Dan Duka)

***

Dengan senang hati, May dan Rakha pun mengijinkan orang tua mereka untuk menginap. "Pah, kenapa hati Mamih merasa gelisah terus, ya?" ujar Nyonya Lilian pada suaminya. Ia sudah tak tahan lagi untuk mengungkapkan kegundahan yang dia rasakan sejak di jalan tadi.

"Memangnya kamu memikirkan apa, Mih? 'Kan kita sudah sampai di rumah May dengan selamat. Kita juga sudah merayakan ulang tahun May meski hanya sekedar memberi doa. Lalu apa lagi yang kau pikirkan, Mih?" tanya Tuan Fheng merasa aneh dengan istrinya yang tiba-tiba gelisah terus sejak tadi.

"Aku tidak memikirkan apa-apa, tapi kenapa aku merasa ada sesuatu yang hilang, ya?" jawab Nyonya Lilian bingung.

"Ya sudah .. mendingan kamu segera istirahat. Mungkin kamu sedang kecapekan! Sudah .. jangan memikirkan apa-apa, ya!" titah Tuan Fheng mencoba membujuk istrinya agar mau tidur. Meski sulit, tapi karena rasa lelah yang mendera sekujur tubuhnya, akhirnya Nyonya Lilian pun tertidur pulas.

***

Sebulan setelah hari ulang tahun May ...

"Uuuooo ... Uuuhheeekkk ...!"

Suara May dari kamar mandi terdengar sampai ke ruang makan. Rakha yang sedang menunggunya untuk sarapan, langsung menghambur ke kamar mandi dan menghampiri istrinya yang sedang muntah-muntah.

"Kamu kenapa, sayang?" tanya Rakha dengan paniknya, lalu mencoba memijat-mijat punggung dan leher sang istri berharap bisa meredakan rasa mualnya.

"Aku tidak tahu, sayang. Tiba-tiba saja aku merasa mual sekali. Uuuooo ...!" May menjawab dengan terbata-bata di tengah-tengah muntahnya.

"Ya ampun .. kamu pucat sekali, sayang. Ayok kita ke Rumah Sakit saja," bujuk Rakha penuh kekhawatiran yang hanya dianggukan oleh May yang sudah terlihat lemas, Maybe pun hanya mengangguk pasrah karena kondisi tubuhnya sudah sangat lemalemah.

***

"Bagaimana keadaan istriku, Yud?" serbu Rakha menghambur Dokter yang baru saja keluar dari ruang periksa pasien.

"Istri kamu tidak apa-apa, Rakha," jawab Dokter sambil tersenyum.

"Apanya yang tidak apa-apa, Yud? Istriku sudah muntah banyak sampai menguras isi perutnya dan membuat tubuhnya sangat lemas. Apa kamu tidak memeriksanya?" cecar Rakha sedikit emosi karena merasa dipermainkan di tengah kepanikannya.

Sementara Dokter itu hanya tersenyum dan menggeleng pelan melihat tingkah Rakha. Lalu dokter itu pun berkata, "Selamat ya, Rakha. Istri kamu sedang hamil, dan delapan bulan lagi kamu akan menjadi seorang ayah. Jaga kehamilannya baik-baik, karena kandungan istrimu sangat lemah!"

Rakha yang mendengar penjelasan Dokter itu hanya mampu terpaku dengan mulut terbuka, seakan tak percaya dengan apa yang barusan Dokter itu katakan. "Apa aku tidak salah dengar, Yud? Istriku beneran hamil?" tanya Rakha mencoba memastikan apa yang dia dengar tadi bukan lah mimpi.

"Iya benar. Selamat ya, Rakha," jawab pak Dokter seraya menjabat tangan Rakha yang langsung sujud syukur.

"Allahu Akbar ... Allahu Akbar ... Allahu Akbar ... Laillahaillah Muhammad Darasulullah ... Terimakasih ya Allah .. Engkau telah mengabulkan doa kami." Rakha melantunkan Takbir tiada henti di dalam sujudnya. Ia tidak peduli mau sekotor apa lantai Rumah Sakit. Ia hanya ingin sujud syukur atas hadirnya keajaiban yang dia nantikan selama ini.

"Terimakasih, Yudha .. terimakasih," seru Rakha setelah bangkit dari sujudnya, lalu menghambur memeluk sang Dokter yang sejak tadi ikut terharu atas apa yang Rakha lakukan.

Bagaimana tidak? Dokter bernama Yuda itu adalah dokter kandungan terbaik di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Bekasi. Kebetulan Rumah Sakit itu tidak jauh dari kediaman Rakha, dan dokter Yuda sudah menjadi langganan bagi nyonya muda yang bernama May. Dia memang selalu rutin mengikuti segala terapi agar dia bisa hamil, dan dokter Yuda lah yang membimbing terapinya. Jadi, dokter Yuda sangat hafal bagaimana perjuangan sepasang suami istri ini demi mendapatkan sang buah hati.

Tak lama, Rakha pun sudah bisa menguasai diri dari rasa harunya. Sejurus kemudian, dia menerobos memasuki ruangan pemeriksaan untuk mencari sang istri karena sudah tidak sabar ingin segera memberitahukan kabar gembira itu.

"Malam ini, biarkan istrimu menginap satu malam disini karena kondisinya sangat lemah," ucap Dokter Yuda di balik punggung Rakha, yang memang mengikutinya masuk ruangan. Sementara Rakha hanya menyetujuinya sambil memeluk haru istrinya.

"Aku harus memberitahu keluarga besar kita tentang kabar bahagia ini. Sebentar ya, sayan... aku telpon mereka dulu," pamit Rakha dengan rona antusias yang masih terpancar di wajahnya.

Satu persatu keluarganya sudah di beri kabar. Semua mengucap syukur atas kabar bahagia itu. Terpaksa hari ini Rakha tidak pergi ke kantor untuk menjaga istrinya. Lagipula sekarang dia sudah menjadi CEO di perusahan yang ia bangun dari nol dan kini sudah berkembang semakin luas. Jadi untuk hari ini, asistennya yang menggantikan pekerjaan Rakha sementara dia sendiri ingin menemani sang istri tercintanya.

Keesokan harinya, May sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik. Sementara orang tua Rakha dan May sudah menunggu di rumah mereka.

"May, Mamih mau pergi ke Tangerang dulu, mau nengokin keluarga dan orang tua Mamih di panti, Mamih rindu sama mereka. Sekalian mau mengabarkan berita bahagia ini agar mereka juga turut bahagia dan mendoakan," pamit Nyonya Lilian pada putri tercintanya.

"Kenapa tidak di telpon saja, Mam? Biar Mamih disini dulu," rengek May dengan manjanya.

"Mamih ingin bertemu mereka sekalian silahturahmi dengan semuanya. Mamih kangen sama mereka. Akhir-akhir ini Mamih selalu teringat mereka terus," tutur Nyonya Lilian sambil membelai rambut putrinya yang sedang bergelayut manja.

"Ya sudah. Mamih hati-hati di jalan, ya? Sampaikan salam dari May untuk mereka, Mam," ucap May tulus, meski hatinya berat ditinggalkan Mamih tercinta karena kondisinya yang masih lemah. Sebenarnya May masih ingin bermanja-manja dengan Mamihnya, tapi apalah daya .. Mamihnya punya keluarga yang sudah cukup lama tidak dikunjunginya.

"Iya, sayang. Mamih pergi dulu, ya? Kamu jaga kandungannya baik-baik ya, sayang," pesan Nyonya Lilian seraya mengelus perut May yang masih rata.

"Iya, Mam. Oh, iya .. Mamih kesananya tidak sama Papih, 'kah?" tanya May seraya mengalihkan pandangannya pada Papih tercintanya yang sedang duduk di kursi ruang tamu bersama keluarga yang lain.

"Tidak, sayang. Papih ada kerjaan di kantor. Biar Mamih diantar pak supir aja," jawab Tuan Fheng seraya bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri sofa -tempat dimana May dan istrinya duduk. Tuan Fheng tersenyum, lalu membelai kepala putrinya dengan penuh kasih.

***

Perjalanan Bekasi-Balaraja, Tangerang tidak memakan waktu lama karena lewat jalur tol yang kebetulan sedang tidak begitu ramai. Sesampainya disana, Nyonya Lilian celingukan seolah mencari sosok yang ia rindukan.

"Tumben panti ini sepi? Kemana semuanya?" gumam Nyonya Lilian.

"Lilian? Kamu datang, Nak," sapa seorang wanita sepuh yang baru keluar dari ruangan.

"Iya, Bu. Maaf aku baru sempat datang kesini, aku rindu semuanya. Bagaimana kabar ibu dan bapak, sehat?" tanya Nyonya Lilian yang langsung memeluk ibu tua yang mulai renta -orang yang sangat dirindukannya seperti pada ibunya sendiri. Ya .. Nyonya Lilian dulunya adalah seorang gadis yang tidak diketahui siapa dan dimana keluarganya. Dia ditemukan di tempat sampah yang berada di samping panti asuhan sejak masih bayi merah. Di panti asuhan ini lah dia dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh sepasang suami istri pemilik panti.

Sampai akhirnya, Lilian yang sudah remaja bekerja di sebuah pabrik dan bertemu dengan anak bos pabrik tersebut, yang saat itu tanpa sengaja Lilian menolongnya. Namun si anak bos yang bernama Fhengyin jatuh cinta padanya, lalu menikahinya, hingga Lilian menjadi Nyonya Fheng. Namun Lilian tidak pernah melupakan orang tua angkatnya. Dia justru menggunakan sebagian harta miliknya untuk membantu panti asuhan yang telah membesarkannya, bahkan sampai ke generasi yang sekarang.

"Bapak mana, Bu?" tanya Lilian setelah melepas pelukannya. Ibu angkat Lilian tidak langsung menjawab, tapi beliau malah tertunduk menahan isak tangis yang tiba-tiba menyeruak karena pertanyaan Lilian.

"Ibu kenapa menangis? Apa Lilian punya salah? Atau.. ada apa dengan Bapak, Bu? Dimana Bapak sekarang?" cecar Lilian sambil celingukan ke segala arah mencari keberadaan Bapak angkatnya.

"Bapakmu sudah tidak ada, Lilian," lirih wanita tua yang dipanggil ibu oleh Lilian. Badannya terguncang hebat, dan tangannya menelungkup di wajah keriputnya.

"Maksud Ibu apa?" tanya Lilian yang tiba-tiba merasa limbung mendengar kabar buruk itu. Namun dia berusaha untuk tidak berfikir negatif dulu sebelum ibu angkatnya itu menjelaskan.

"Bapakmu sudah meninggal karena kecelakaan sebulan yang lalu di daerah Jakarta, saat dia pulang setelah mengantar adikmu ke tempat kuliahnya. Adikmu sudah melarangnya karena sudah sepuh, tapi watak bapakmu yang keras tidak bisa di bantah siapapun. Dia selalu bilang, 'selama saya masih kuat dan perkasa .. saya akan tetap mengantarkan anak-anak saya untuk menimba ilmu setinggi mungkin'. Namun nahas .. di perjalanan pulang dia mengalami kecelakan dan meninggal di tempat," tutur ibu tua pemilik panti dengan panjang lebar.

Setelah mendengar penjelasan itu, Lilian tiba-tiba ambruk bersimpuh di lantai. "Mengapa tidak ada yang memberitahuku, Bu?" tanya Lilian dengan lirih diiringi isak tangis yang pilu. "Bagaimana kami bisa menghubungimu, nomormu sudah lama tak bisa dihubungi. Kami pun lupa tidak menyimpan nomor suamimu atau nomor telpon rumahmu," jawab ibu tua itu sendu.

"Maafkan aku, Bu. Aku lupa kalau ponselku hilang karena terjatuh di jalan sekitar dua bulan lalu. Aku juga baru sempat datang kesini lagi karena aku sibuk membantu mengurus perusahaan suamiku. Maafkan Lilian, Bu. Bukan maksud Lilian melupakan," sesal Lilian yang kini sudah kembali memeluk erat sang ibu angkatnya.

"Sudah ... tidak apa-apa Lilian, Ibu mengerti. Semuanya sudah menjadi takdir. Doakan bapakmu supaya tenang di Surga," ucap sang ibu sambil mengelus rambut Lilian yang mulai beruban.

"Apa yang membawamu datang kemari, Nak?" lanjut sang ibu yang masih membelai lembut rambut Lilian yang masih bersimpuh di lantai.

"Selain aku rindu pada Ibu dan semuanya, aku datang kesini dengan membawa kabar gembira. May anak bungsuku kini tengah mengandung, Bu," tutur Lilian menjelaskan kedatangannya.

"Puji Tuhan .. akhirnya saya akan punya cicit," sahut ibu tua dengan penuh syukur. Seakan kesedihan selama satu bulan ini langsung sirna karena kabar gembira yang memang dia pun menantikan cicit dari May yang menikah sudah cukup lama.

"Sudah berapa bulan usia kandungan May?" tanyanya penasaran.

"Baru satu bulan bu," jawab Lilian.

"Mengapa tepat sekali dengan kepergian kakekny? Gumam batin ibu angkat Lilian. Terlihat ada keanehan yang mengelayutj wajahnya, namun buru-buru ia tepis pikiran negatifnya dan kembali tersenyum memamerkan kebahagiaan tentang kabar kehamilan May yang selama ini ia tunggu-tunggu.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel