Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 2 – Curhatan

Suasana ruang latihan dipenuhi suara napas berat dan langkah kaki yang terus berulang. Musik mengalun dari speaker studio, beat-nya cepat, menuntut presisi dari tiap gerakan. Hari itu, mereka latihan untuk comeback stage di acara musik akhir pekan ini.

“Lagi dari awal!” seru pelatih koreografi.

Delapan gadis dalam barisan segera mengambil posisi. Di tengah, Dain—si maknae—berusaha menahan lututnya yang berdenyut. Keringat mengalir dari pelipis, tapi ia tetap tersenyum saat musik dimulai lagi.

Di belakang ruangan, Kakak berdiri diam. Pharita memang tidak punya jadwal tambahan hari itu, tapi ia memilih tetap menemani latihan Dain. Wajahnya datar, nyaris dingin, tapi pandangannya tak pernah lepas dari adiknya.

Dain tahu. Ia bisa merasakannya bahkan saat membelakangi sang Kakak.

Setelah sesi berakhir, para anggota berhamburan ke dispenser dan kursi beanbag. Pelatih mengangguk, puas. Dain merosot di sudut, menarik napas panjang. Kakak berjalan mendekat, menyodorkan botol air.

“Minum dulu,” ucapnya pelan.

“Terima kasih, Kakak,” Dain menerima dengan senyum lelah.

Kakak duduk di lantai di sampingnya, mengamati dengan saksama.

“Kaki kamu kenapa?” tanyanya, lirih.

“Cuma pegal dikit. Nggak apa-apa kok.”

“Kamu selalu bilang ‘nggak apa-apa’. Sampai nanti benar-benar jatuh baru bilang sakit?”

Dain hanya menunduk. Ia tahu Kakak mengkhawatirkannya, tapi perhatian itu akhir-akhir ini terasa seperti pagar tinggi yang tak bisa ia lewati.

---

Di dorm malam itu, suasana lebih tenang. Beberapa anggota menonton drama, sisanya asyik bermain ponsel atau menulis di jurnal pribadi mereka. Dain duduk di jendela, menatap cahaya kota dari lantai 11.

Kakak muncul dari dapur kecil, membawa dua cangkir teh panas. Ia mendekat dan duduk di samping Dain.

“Teh kamomil. Biar kamu lebih cepat tidur malam ini,” ucapnya, menyodorkan satu cangkir.

Dain menerimanya. “Terima kasih, Kakak.”

Sejenak mereka diam, hanya suara kota yang jadi pengiring. Lalu Dain membuka suara.

“Kakak… soal yang waktu itu. Tentang Jaehyun.”

Kakak menatap lurus ke depan. “Kamu masih marah?”

“Aku… aku cuma ingin Kakak percaya padaku. Aku bisa jaga diri.”

Kakak menghela napas pelan. “Dain, Kakak bukan nggak percaya. Tapi Kakak udah lihat terlalu banyak. Di industri ini, orang-orang bisa berpura-pura jadi teman, padahal cuma mau memanfaatkan.”

“Tapi aku juga ingin tahu dunia di luar kak. Aku ingin punya teman, pengalaman, dan… orang-orang yang bisa aku percaya, meskipun ada risikonya.”

Pharita menoleh. Tatapannya melunak sedikit, tapi tetap berat.

“Kamu terlalu berharga, Dain. Kakak nggak mau kehilangan kamu ke dunia yang jahat.”

Dain menggigit bibir bawahnya. “Tapi kalau Kakak terus menahan aku seperti ini… nanti aku malah kehilangan diriku sendiri.”

Kata-kata itu menggantung di udara. Pharita tidak menjawab. Ia hanya memandangi adiknya lama, sebelum akhirnya berdiri pelan dan meninggalkan ruangan.

---

Hari berikutnya, agensi mengumumkan bahwa PINKPUNK akan ikut serta dalam variety show mingguan sebagai tamu utama. Salah satu segmen yang direncanakan adalah “Secret Talk”, di mana masing-masing anggota akan memilih satu orang yang mereka paling percaya untuk diajak bicara empat mata di ruang rahasia.

Saat perekaman tiba, kamera disetel tersembunyi di ruang kecil yang didesain seperti kafe rahasia. Para anggota dipersilakan masuk satu-satu, dan Dain—tanpa memberitahu siapa pun—memilih Yubi sebagai partner bicaranya.

Pharita, yang duduk di ruang tunggu bersama anggota lain, menyaksikan layar monitor kecil yang menayangkan segmen tersebut. Wajahnya menegang saat mendengar nama Yubi disebut.

Di dalam ruang rahasia, Dain tertawa kecil sambil menyeruput minumannya.

“Yubi Unnie, aku cuma ingin ngobrol sama orang yang nggak mengawasi aku 24 jam,” ucapnya jujur.

Yubi tertawa geli. “Wah, maksudnya Pharita Unnie ya?”

“Hmm…” Dain mengangguk. “Aku sayang Rita unnie. Tapi kadang, aku ngerasa hidupku selalu diawasi. Bahkan buat milih parfum aja aku takut salah karena bisa aja dia nggak suka.”

Yubi mencondongkan tubuh, lebih serius. “Kamu pernah ngomong ke dia soal ini?”

“Pernah. Tapi dia selalu bilang, dia cuma pengen aku tetap aman.”

Yubi menatap Dain lama, lalu tersenyum lembut. “Kadang, orang yang sayang banget sama kita… nggak sadar kalau mereka mengekang. Tapi itu bukan karena mereka jahat. Cuma… karena mereka takut kehilangan.”

---

Usai perekaman, suasana di van menuju dorm agak canggung. Pharita duduk di kursi belakang, diam sepanjang perjalanan. Dain yang biasanya bersandar di bahunya, kini memilih duduk di depan bersama Yubi.

Malam itu, Dain masuk ke kamar mereka lebih lambat dari biasanya. Kakak sudah duduk di meja kecil, menulis di buku jurnalnya. Saat Dain lewat, Kakak memanggil pelan.

“Dain.”

Dain berhenti.

Kakak menatapnya, lama. “Kakak nonton segmen kamu tadi.”

“Oh…”

“Semua yang kamu bilang… Kakak denger.”

Dain menggigit bibir. “Aku nggak maksud buat mempermalukan Kakak.”

“Kamu nggak mempermalukan Kakak. Kamu cuma jujur.” Kakak menutup bukunya pelan. “Dan mungkin… Kakak perlu mulai belajar mengendurkan pegangan.”

Dain menoleh, pelan.

“Kakak cuma… takut. Dari kecil, kamu selalu jadi anak yang lembut. Kamu mudah percaya orang, dan Kakak… terbiasa melindungi kamu. Bahkan sebelum kita masuk agensi.”

Dain mendekat, duduk di tepi ranjang Kakak.

“Aku tahu, Kakak. Dan aku bersyukur. Tapi aku juga ingin Kakak percaya kalau aku bisa belajar. Bisa salah, bisa jatuh, tapi tetap bangkit.”

Kakak tersenyum untuk pertama kalinya malam itu.

“Kamu bener. Kakak juga pernah jatuh dulu… dan bangkit.”

Dain menyender pelan di pundak Kakak.

“Aku nggak akan pergi jauh. Tapi tolong… biarkan aku punya ruang.”

Kakak memeluknya erat. “Mulai sekarang… Kakak akan coba, kakak gak janji bisa ngasih kamu ruang tapi akan kakak usahakan sedikit ruang untuk kamu. Tapi tetap ingat, kalau ada yang menyakitimu sedikit saja… Kakak nggak akan diam.”

Dain tertawa kecil. “Itu… aku sudah tahu sejak lama.”

"Kakak butuh ciuman, yang banyak"

Dain tersenyum dan mencium kedua pipi sang kakak beberapa kali.

"Ayo tidur, Dain pengen tidur dipeluk kakak"

"Itumah setiap hari tanpa kamu minta kakak lakuin, ayo"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel