Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 1 – Di Balik Kilau Panggung

Sorak-sorai para penggemar menggema di seantero arena. Lampu sorot menari-nari mengikuti delapan siluet yang berdiri gagah di atas panggung. Banner bertuliskan "PINKPUNK 1st MINI ALBUM SHOWCASE" tergantung besar di belakang mereka. Kamera menyorot wajah masing-masing anggota, lalu berhenti cukup lama pada seorang gadis berambut cokelat terang yang tersenyum malu-malu ke arah kamera.

“Maknae kita, Rora, imut sekali, ya!” suara MC menggema, disambut teriakan histeris para penggemar.

Di samping Rora, seorang gadis bermata tajam melirik ke arah adiknya. Senyumnya terjaga manis di wajah, tapi dari gerakan kecil tangannya yang menepuk bahu Rora dengan lembut namun penuh arti, ada sesuatu yang lebih dari sekadar perhatian.

Dia adalah Pharita—anggota tertua kedua di PINKPUNK, sekaligus kakak kandung Rora. Tidak semua orang tahu tentang hubungan darah mereka; agensi menyimpan informasi itu untuk menjaga citra grup agar tidak didominasi "adik-kakak show". Tapi di belakang panggung, kenyataan itu memengaruhi segalanya.

Rora berusia 16 tahun dan Pharita berusia 21 tahun. Mereka dari keluarga kaya raya dan Pharita mempunyai banyak bisnis.

---

Selesai showcase, delapan gadis kembali ke ruang tunggu. Rora segera menjatuhkan diri ke sofa sambil mengelus lututnya yang pegal. Pharita berjalan cepat menghampirinya.

“Dain, kenapa tadi kamu hampir terlambat masuk di chorus terakhir?” tanyanya dengan suara yang tidak sekeras biasanya, tapi tajam.

Rora menoleh cepat, kaget.

“A-aku... tadi sepatuku agak longgar, kak. Tapi aku tetap ngejar koreonya,” jawabnya pelan.

“Kalau sampai kamu jatuh di panggung, apa kamu pikir manajer akan membiarkannya berlalu gitu aja?” Pharita memeluk bahu adiknya, suaranya berubah lembut, tapi matanya tetap mengawasi seperti elang. “Kamu harus lebih hati-hati. Apalagi kamu paling kecil di sini. Orang-orang akan cepat menyalahkanmu kalau ada masalah.”

Salah satu anggota lain, Yubi, ikut nimbrung sambil tertawa kecil. “Unnie, kamu seperti bodyguard Rora. Dia sudah besar, kok. Bisa jaga diri sendiri.”

Pharita tersenyum sopan ke Yubi, tapi tidak berkata apa-apa. Rora hanya bisa nyengir sambil menunduk.

Di luar, semua terlihat biasa. Tapi hanya Rora yang tahu seberapa jauh Pharita bisa pergi demi "menjaganya".

---

Malam itu, di dorm PINKPUNK, jam menunjukkan pukul satu pagi. Mayoritas anggota sudah tidur. Rora duduk di pojok kamar mereka yang dibagi bertiga, matanya terpaku pada layar ponselnya. Ia tengah membuka DM Instagram dari teman sekolah lamanya di Thailand.

"Ror, aku lihat performance-mu barusan! Kamu keren banget! Kapan kita bisa video call? :)"

Rora mengetikkan balasan dengan cepat.

"Makasih! Aku juga kangen banget... Nanti aku cari waktu ya, sekarang lagi sibuk banget TT"

Belum sempat ia tekan "kirim", suara dari belakangnya mengejutkan.

“Lagi chat sama siapa?”

Rora menoleh cepat. Pharita berdiri di ambang pintu, mengenakan kaos putih dan celana pendek, wajahnya tak menunjukkan ekspresi.

“Teman lama. Dari Thailand,” jawab Rora cepat.

Pharita melangkah masuk, lalu duduk di tempat tidur atas miliknya. “Cewek?”

“Ya.”

“Hmm.” Pharita tidak mengatakan apa-apa lagi, tapi Rora tahu. Ketika Pharita hanya menjawab dengan satu kata, itu tandanya ia sedang tidak suka sesuatu.

“Aku nggak akan ngelakuin hal aneh-aneh kok, Kak,” Rora mencoba mencairkan suasana.

“Bukan itu masalahnya,” Pharita menatapnya dari atas ranjang, “Aku cuma nggak mau kamu kebawa pengaruh luar terlalu cepat. Dunia ini... rumit, Dain. Terlalu banyak orang yang cuma datang pas kamu lagi di atas.”

Rora mendengus pelan. “Tapi aku juga butuh teman. Selain kalian di grup, aku—”

“Kamu punya kakak” potong Pharita.

Kata-katanya meluncur seperti pisau halus. Rora tidak tahu harus merespons seperti apa. Apakah dia harus bersyukur memiliki kakak seprotektif itu, atau merasa terkekang?

---

Hari-hari berlalu cepat. PINKPUNK semakin populer, terutama karena penampilan unik Rora yang jadi pusat perhatian di kalangan penggemar internasional. Videonya yang menyanyi bagian bridge sambil tersenyum manis viral di TikTok. Fanbase-nya tumbuh pesat.

Namun, popularitas itu juga mendatangkan perhatian lain.

Seorang trainee laki-laki dari agensi yang sama mulai menunjukkan ketertarikan. Namanya Jaehyun, dari boy group yang akan debut sebentar lagi. Dia sering menyapa Rora di lorong, bahkan diam-diam mengiriminya pesan lewat Weverse DM.

Rora sebenarnya tak berpikir macam-macam, tapi semua berubah saat Pharita tanpa sengaja menemukan isi pesannya.

Suatu malam, Rora meninggalkan ponselnya di ruang makan dorm saat ke kamar mandi. Pharita yang sedang mencari charger melihat ponsel itu menyala—layar menunjukkan notifikasi pesan baru dari "JH".

Pharita membuka pesan itu. Isinya singkat:

"Sukses buat music bank besok. Kalau sempat, mampir ke ruang latihanku ya. Aku pengen ngobrol :) "

Pharita diam beberapa detik. Napasnya naik-turun tak beraturan. Lalu ia letakkan ponsel itu kembali tanpa suara.

Malam itu, Rora mendapati Pharita sudah tidur lebih awal dari biasanya. Tapi tatapannya esok paginya dingin. Lebih dingin dari AC ruang latihan.

---

Di Music Bank keesokan harinya, jadwal mereka padat. Tapi Rora heran ketika Jaehyun tak muncul di lorong seperti biasanya.

Baru beberapa hari kemudian, Rora tahu dari salah satu staff bahwa Jaehyun menerima peringatan keras dari manajernya karena diduga “mendekati artis perempuan saat jadwal”.

Rora langsung tahu.

Di dorm malam itu, ia menghampiri Pharita yang sedang menyusun peralatan makeup-nya.

“Kak,” katanya pelan.

Pharita tidak menoleh. “Hmm?”

“Kakak bilang sesuatu ke manajernya Jaehyun?”

Pharita berhenti. Tangannya masih memegang kuas makeup.

“Kakak cuma bilang kakak nggak suka kalau ada orang asing terlalu dekat sama adikku.”

“Dia bukan asing. Dia temanku” Rora membalas, suaranya mulai naik. “Kakak nggak bisa kayak gini terus.”

Pharita menoleh perlahan. Tatapannya menusuk.

“Kamu nggak ngerti, Dain. Kakak udah lihat terlalu banyak orang terjatuh karena percaya sama orang yang salah. Kamu... masih polos. Kamu terlalu baik buat dunia ini.”

“Lalu apa? Kakak mau aku cuma bicara sama kakak? Hidup cuma untuk nyenengin kakak?” Rora hampir menangis, bukan karena marah—tapi bingung, kecewa.

Pharita bangkit dari kursi. Ia memegang kedua pundak Rora.

“Kalau itu berarti kamu tetap aman... iya. kakak rela jadi orang jahatnya.”

Rora terdiam. Dada remajanya sesak, matanya berkaca. Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa cinta kakaknya tidak lagi terasa nyaman. Tapi juga mengikat—seperti belenggu halus yang tidak bisa ia lepaskan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel