6
"Halo Baskara?" Ini pertama kalinya Alana menghubungi lelaki itu lebih dulu setelah hampir satu bulan lamanya mereka menjalani perjanjian tersebut.
"Ya hallo? Kenapa?"
Alana menggigit bibirnya gugup. "Eng..aku hari ini gak datang ke tempat kamu ya? Soalnya mau ngerjain tugas akhir sama mau temenin Ibu potong rambut."
Jantung Alana berdegub sangat cepat menanti jawaban Baskara. Ia harap lelaki itu bisa memberikan dispensasi karena selama ini Alana juga selalu menuruti perintah lelaki itu untuk datang ke tempatnya di luar waktu yang mereka setujui. Yah meski pun setelahnya Baskara langsung mentransfer jumlah uang yang tidak sedikit sebagai rewards.
"Kamu anterin Ibu kamu aja gapapa."
Alana bersorak riang dalam hati. "Oke makas--"
"Tapi malam tetep kesini, nanti saya bantuin kerjain tugasnya. "
Baru saja Alana ingin bernapas lega, tapi ucapan Baskara langsung membuatnya menghela napas lemas. "Please...minggu ini aja, Bas. Ibuku juga udah tanyain terus kenapa aku jarang di rumah. Besok aku kesana deh dari pagi, ya?"
Butuh beberapa detik hingga akhirnya Alana mendengar jawaban dari Baskara. "Fine, besok pagi supir saya jemput."
"Okee! Makasih ya, Baskara."
"Ya. But send me nudes right now."
"Bas..?"
Tiba-tiba suara tawa Baskara terdengar dari seberang telepon. "Becanda. Kamu lagi ngapain?"
Sialan, jantung Alana hampir copot gara-gara lelucuon Baskara barusan. Masalahnya dari awal ia sudah tidak setuju dengan hal-hal seperti itu karena jejak digital sangat menyeramkan.
"Lagi telepon kamu." Jawab Alana.
Lagi-lagi Baskara tertawa. Apa mood lelaki itu sedang baik? Alana jarang sekali mendengar Baskara tertawa.
"Aku tau. Maksudnya selain telepon ngapain lagi?"
"Duduk. Kenapa? Aku ganggu ya?"
"Engga. Kamu udah makan siang?"
Alana menyeritkan alisnya bingung, serius ini Baskara? Tumben sekali lelaki itu menanyakan hal-hal kecil seperti ini.
"Udah. Ng..Baskara aku tutup ya? Soalnya Ibu panggil aku."
"Oke. Besok jam tujuh saya jemput."
"Iya. Sampai ketemu?"
"See you soon, baby."
***
Sejak Baskara menanggung pengobatan Ibu Alana kesehatannya semakin membaik. Obat-obatan yang wanita itu minum juga bukan hanya obat generik biasa, melihat hal ini rasa menyesal Alana sedikit berkurang.
"Kak, kamu sekarang kok keliatan sibuk dan capek banget ya?"
Alana sudah menebak jika Ibu pasti menyadari perubahan ini pada dirinya, selain sibuk dengan kegiatan kuliah Alana juga sibuk dengan urusannya bersama Baskara.
"Ya kan aku lagi banyak tugas, aku juga sekarang part time, bu."
"Part time dimana kak? Kok ibu gak tau?"
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tentu sudah Alana persiapkan jawabannya, perubahan yang terjadi pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan dari kedua orang tuanya. Terutama Ibu.
"Alana kerja jadi pelayan, Bu. Jadwalnya shift-shift an jadi gak tentu gitu loh, Bu."
Ibu mengangguk mendengar ucapan Alana, seakan percaya atas apa yang gadis itu ucapkan. "Maaf ya, Kak, Ibu sama Bapak gak bisa bahagiain kamu seperti seharusnya." katanya pelan.
Hati Alana teriris mendengar pernyataan tersebut. Alana rela melakukan apapun hanya untuk melihat orang tuanya bahagia, bukan malah sebaliknya.
"Aku gapapa banget, Bu. Yang penting Ibu sehat, itu udah lebih dari cukup untuk aku." Sahut Alana.
Ibu tersenyum, lalu memeluk bahu Alana. "Kamu memang kebanggaan Ibu, Nak. Ibu bangga banget sama Alana."
Mata Alana langsung berkaca-kaca mendengar ucapan tersebut. Dadanya sesak sekali, jika Ibu mengetahui rahasianya apa beliau akan tetap bangga pada Alana?
***
Tepat pukul tujuh pagi, Alana sudah di jemput oleh supir Baskara tentu saja tidak di depan rumahnya. Alana juga dengan sangat mudah mendapatkan izin dari Ibu dan Bapak dengan alasan tugas kuliah.
Pasti dosa Alana berkali-kali lipat karena berbohong dan hendak melakukan maksiat.
Sesampainya di penthouse, Alana disambut oleh pemandangan Baskara yang sedang mengeringkan rambutnya. Mungkin lelaki itu baru saja selesai mandi, batinnya.
"Hai?" Sapa Alana malu-malu. Baskara langsung tersenyum lalu menghampiri Alana dan mencium gadis itu.
Wow Alana sangat terkejut oleh tindakan Baskara yang tiba-tiba ini. Apakah ini cara Baskara meyambut kedatangannya?
Tanpa basa-basi, Baskara menggendong Alana seperti koala dan mendudukan diri di sofa. Napas Alana bergitu tersengal karena ciuman lelaki itu yang sangat bergairah.
"I miss you." Bisikan tersebut adalah awal dari hari panjang ini akan dimulai. Bibir Baskara mengecup leher Alana berkali-kali, kedua tangannya juga tidak absen untuk menjelajahi tubuh Alana yang tidak bisa dijangkau oleh bibirnya.
Baiklah Alana si anak baik, sekarang waktunya untuk berperan menjadi gadis penurut kesukaan Baskara.
Kancing pada dress Alana sudah terbuka, menampilkan pemandangan yang akhir-akhir ini sedang Baskara sukai.
"Bas, take me to your room." Alana memohon saat mereka sudah menyatukan tubuhnya di bawah sana. Bukan tanpa sebab, Alana hanya takut jika ada orang yang masuk dan mempergoki kegiatan mereka.
Baskara menggeleng, tangannya mencengkram pinggang Alana kuat dan memaksa gadis itu untuk terus bergerak diatasnya.
"My place, i make the rules." Alana mengangguk mendengar bisikan itu, pikirannya sudah tidak bisa fokus saat Baskara terus mengenai titik sensitifnya.
"Bas..."
Sungguh Alana benci sekali dengan suara desahan yang terdengar sangat menjijikan, tapi saat ini hal itulah yang sedang ia lakukan. Karena setiap Alana mendesah, Baskara akan semakin senang. Tugasnya memang itu membuat lelaki itu senang dan puas kan?
"You call me what?" Baskara mendesis, tangannya melingkar pada leher Alana membuat gadis itu semakin tidak berdaya.
Alana paham dimana letak kesalahannya. Lagi-lagi ia merasa jijik dengan dirinya sendiri. "Sorry, daddy..." rintihnya.
Tubuh Alana sudah berkeringat, ia membuka matanya dan menatap Baskara sayu.
"Please...its gettin hurt."
Baskara menyeringai, tahu arti tatapan dan arti ucapan tersebut. "Be a good girl, baby. You gonna have a new house if you can cum one more time for me."
Alana menggeleng, ia sudah tidak kuat. Miliknya terasa nyeri dan hanya ingin Baskara cepat-cepat sampai agar mereka bisa beristirahat sebentar.
"I can't...please."
"You can and you always will. Come on darling, be good girl."
Tubuh Alana mengejang saat Baskara menghentak sangat keras, ia ambruk di pundak lelaki itu mengatur napasnya yang masih terputus-putus. Selang beberapa waktu, akhirnya Alana bisa merasakan sesuatu mengalir dari kedua pahanya.
"Aku udah beliin kamu rumah baru, darling." Ucap Baskara saat mereka sudah cukup tenang.
"Thank you..."
Alana merapihkan tampilannya dan bangkit secara perlahan, ia sedikit tidak nyaman dengan posisi mereka sekarang. Meski mendapat sedikit protes dari Baskara, kali ini Alana menang.
Alana terlonjak kaget saat kepalanya dilempar oleh sesuatu yang keras. Pandangannya langsung menangkap sosok gadis muda dengan wajah memerah karena amarah.
"Bangsat ya lo berdua! Brengsek tau gak lo, Bas!"
Baskara sontak langsung bangkit. "What the fuck are you doing?!" Bentaknya.
Vanessa entah darimana hadir dan langsung menyerang Alana dengan melemparkan ponselnya ke kepala gadis itu. Ia begitu berang melihat gadis murahan dan Baskara yang habis melakukan kegiatan menjijikan.
"Harusnya lo ada di sekolah gue ya, Bas! Gue malu tau gak, mereka tau lo kerabat gue dan lo malah gak dateng! Lo malu-maluin gue karena mesum sama nih perek satu kan?!"
Alana beringsut mundur, jujur ia benar-benar merasa kesakitan karena lemparan yang mengenai kepalanya tadi. Belum juga kesadaran Alana kembali tiba-tiba ia menyaksikan sesuatu yang membuatnya menganga.
Baskara menampar gadis itu keras. Wajahnya sangat menyeramkan, rahangnya mengeras dan nafasnya memburu. "Kamu fikir kamu siapa? Kamu gak punya hak mengatur apa yang saya lakukan. Kamu bukan siapa-siapa."
Alana kira gadis itu akan bungkam, namun ternyata ia salah.
"Baskara, lo kalau gak karena harta opa juga gak mungkin punya semua in--"
"Ternyata Tuhan adil, kamu memang lahir dari keluarga yang cukup tapi gak diberikan otak. Saya bangun ini semua atas kerja keras saya, kamu cek ke bursa saham. Perusahaan siapa yang sekarang lebih maju? Saya atau Papi?"
Vanessa mendecih, masih tidak menunjukan gelagat kalah atas berdebatan ini. "Ohya? Kalau begitu kenapa lo memang lebih hebat kenap--"
Baskara memotong dengan cepat. "Vanessa bocah tolol, kamu lebih baik pergi sama temen-temen matre kamu atau pacar kamu yang hobby minta uang itu dibanding ngeganggu saya. Sekali lagi saya tekankan, kamu gak pernah berhak atas kehidupan saya. Yes my blood flows in your body, tapi saya gak pernah menginginkan kehadiran kamu. Gak pernah ada yang menginginkan kehadiran kamu, termasuk ibu kandung kamu. Thats why she left you and now i envy her because she took a right decision for not raising a useless kid."
