Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7

Baskara langsung mengecek kepala Alana yang menjadi sasaran kebringasan Vanessa. "Aku telepon dokter ya? Suruh cek kesini, atau kita mau cek MRI?"

Alana menggeleng membalikkan tubuhnya untuk menatap Baskara. "Gak perlu, Bas, i'm okay walaupun tadi sakit sih." katanya jujur.

Terlihat dengan sangat jelas bahwa Baskara masih kesal karena kejadian barusan, anak sialan itu sukses menghancurkan mood Baskara pagi ini.

"Oke, bener ya?" Alana mengangguk.

Disela-sela keheningan diantara mereka, Baskara terlihat sangat sibuk dengan ponselnya padahal ini hari libur.

"Ya halo? Blokir semua kartu kredit Vanessa, tarik saldo direkeningnya dan semua member yang dia punya."

Alana menganga, Baskara terlihat sangat menyeramkan bahkan nada suaranya saja sudah membuatnya merinding. Ia jadi takut akan menjadi pelampiasan amarah Baskara nantinya.

Sebagai inisiatif Alana mengeluarkan sisi yang paling ia tidak sukai dari dirinya. Gadis itu merangkak ke atas pangkuan Baskara. "Kamu udah sarapan belum?"

Kerutan pada alis Baskara akhirnya menghilang, rahangnya juga tidak mengeras lagi. Kedua lengannya merengkuh pinggang Alana erat, menyambut baik sikap gadis itu.

"Belum, kenapa kamu mau aku makan?"

Baskara tentu bukan laki-laki bodoh yang tidak tahu bahwa sebenarnya Alana sedang berusaha melewati zona nyamannya. Baskara jelas mengerti kalau Alana bukan jenis perempuan murahan yang melemparkan dirinya dengan mudah kepada lelaki hidung belang, dan Alana juga bukan tipe perempuan penggoda yang handal. Namun Baskara menikmati ini, saat Alana sedikit bersikap agresif.

Wajah Alana bersemu, Baskara selalu suka melihat rona kemerahan dipipi gadis itu.

"Kamu mau aku masakin apa?" Tanya Alana.

Baskara menyeringai. "Kan udah dibilang mau makan kamu."

Kekehan Alana terdengar sangat palsu, memang sih jika sudah memasuki penthouse ini ia harus merelakan dirinya berkali-kali terkulai lemas di ranjang Baskara. Namun ini masih terlalu pagi dan tragedi barusan sukses membuat kepalanya pening.

"Tapi aku lapar..." sial, sejak kapan Baskara mau mendengarkan ucapan orang lain? Ketika Alana sudah ada di penthousenya gadis itu sepenuhnya berada dalam kendali Baskara. Alana harus melakukan apapun yang lelaki itu kehendaki.

Untungnya suara perut Alana yang lapar berhasil menghentikan kegiatan Baskara sejenak. Lelaki itu menarik diri dan menatap Alana sambil terkikik. "Jadi kamu lapar beneran ya?"

Yaiyalah! Teriak Alana dalam hati. Ia rela tidak sarapan nasi uduk karena takut telat bertemu Baskara dan sekarang lelaki itu mengira dirinya berbohong gitu?

"I-iya. Kamu emang udah sarapan? Aku buatin sarapan ya?"

Alana bergegas turun dari pangkuan Baskara, namun lelaki itu kembali menahannya. "Makan yang banyak, karena kamu bakal kerja habis-habisan hari ini." bisiknya diiringi oleh seringai.

Dapur Baskara meski terkesan minimalis namun tetap mewah, untung saja Alana tau caranya menyalakan kompor listrik kalau tidak kan tengsin.

"Kamu mau makan apa, Bas?" Tanya Alana lagi setelah melihat isi kulkas Baskara. Sebenarnya lelaki itu tinggal menyebutkan saja karena bahan makannya sangat lengkap.

Baskara berpikir sejenak sebelum memberikan jawaban. "Pancake?"

"Gimana kalau nasi goreng? Soalnya pancake belum buat adonannya takut kelamaan." Alana menggigit bibirnya karena takut salah bicara.

"Yaudah terserah kamu."

"Y-yaudah aku buatin pancake deh, bentar ya."

Jujur Alana lebih baik menuruti ucapan Baskara deh karena kejadian lelaki itu menampar gadis muda tadi masih tergambar dengan jelas dibenaknya.

Baskara terkekeh, lucu sekali melihat Alana yang begitu penurut dan takut akan dirinya.

"Kamu bawa macbook kan?" Lelaki itu baru teringat oleh janjinya untuk membantu Alana menyelesaikan tugasnya.

Alana menoleh. "Bawa, ada di tas. Aku ambil dul--"

Sebelum Alana menyelesaikan ucapannya, Baskara sudah melenggang pergi mengambil macbook miliknya.

"Di folder apa?" Tanya Baskara.

"Ditugas Alana 2019." Baskara menatap Alana dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

Alana jadi salah tingkah, bukan karena kegeeran tapi takut. "Kenapa?"

"Kamu jangan terlalu gemesin. Nanti aku suka."

Setelah ucapan tersebut mereka kembali terjebak dengan keheningan. Alana sibuk menyiapkan sarapan sedangkan Baskara sudah serius melihat tugas Alana.

Saking seriusnya Baskara, lelaki itu sampai tidak menyadari kalau pancake yang Alana buat sudah matang dan siap disantap.

"Bas, udah jadi." Kata Alana.

Sebenarnya Baskara biasa masak sendiri, jadi ada perasaan aneh saat mendapati orang lain memasak untuk dirinya.

"Yaudah sini makan sambil kita lihat tugas kamu." Alana berjalan dengan cepat dan duduk di samping Baskara sambil mengintip tugasnya.

Baskara terkekeh, Alana ini benar-benar. "Sini, sayang. Gimana mau ngerjain tugasnya coba?"

Otak Alana mencerna perkataan Baskara sebaik mungkin, tapi tetap tidak mengerti maksudnya lelaki itu menyuruh Alana duduk di pangkuannya?

"G-gimana?"

"Sini." Ucap Baskara sambil menepuk pahanya. Sial, ternyata lelaki itu benar-benar menyuruh Alana duduk di pangkuannya. Sebenarnya Alana sedikit khawatir, apa kursi tersebut akan kuat menahan beban dirinya dan Baskara?

Seperti mengerti akan kegelisahan Alana, Baskara berkata. "Ini kursi aku custom langsung. Kayunya kualitas terbaik dan pasti kuat. Jadi--"

Sebelum Baskara menyelesaikan perkataannya, Alana langsung duduk dengan cepat. "Udah." Ucapnya sambil nyengir.

"Good girl, kamu suapin aku sambil aku jelasin apa-apa aja yang perlu kamu perbaiki."

Mata Baskara terlihat sangat fokus, bahkan lelaki itu melihat kesalahan ketik dan tanda baca yang terdapat pada tugas Alana.

"Kamu sumbernya kurang kredibel. Coba cari dari media lain, jangan dari media T kebanyakan dia clickbait."

Alana mengangguk. "Aku udah cari, Bas. Tapi kali ini memang gak clickbait dan artikelnya gak terlalu banyak dibahas." sahutnya.

"Grafik juga kamu salah buatnya. Ini bacanya jadi terbaik, perbaiki lagi."

"Iya."

"Kesimpulan kamu, Al, terlalu bertele-tele dan gak meruncing. Harusnya perbab kamu ambil intisari nya aja. Ini jatohnya kamu merangkum."

Ternyata Baskara memang bukan orang sembarangan, pantas saja ia bisa memimpin banyak perusahaan. Kemampuannya tidak main-main.

"Oke, Pak. Nanti akan saya perbaiki."

Baskara mencubit pinggang Alana gemas. "Kok manggilnya Pak? Hmm?"

Alana terkekeh. "Ya anggep aja saya lagi bimbingan. Jadi harus sopan." jawabnya.

"Oh gitu ya? Berarti kamu setiap ada tugas kasih ke saya biar saya koreksi. Jadi kalau ada yang salah kamu saya hukum."

Sontak Alana menoleh menatap Baskara dengan bibir yang merengut. "Kok gitu?"

"Biar belajarnya makin oke."

Alana protes, apa-apaan Baskara seenaknya bisa menghukum Alana karena tugas kuliahnya. Menyebalkan!

"Ya tapikan--"

"Atau kamu mau ngerasain hukuman dari aku?" Bisik Baskara. Tubuh Alana langsung meremang, ia belum pernah mengalami hal tersebut selama satu bulan bersama Baskara.

Dengan wajah polosnya Alana menoleh dan tersenyum. "Tapi aku kan gak salah, Bas hehehe."

"Memang. Atau you wanna try something on this table?"

"Eng tapi aku makan dulu ya soalnya aku laper hehehe." Alana jadi seperti kambing karena kebanyakan nyengir.

Tangan Baskara mencengkram pinggang Alana erat. "You can eat me. How? On this table, oke darling?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel