Bab 3 : Klien baru
Papilon Love.com adalah sebuah website yang dibuat Lilac untuk penyediaan jasa sewa menyewa. Ide yang sangat brilian ini muncul karena terdesaknya keuangan keluarganya.
Lilac membutuhkan banyak pemasukan. Mamanya yang sudah mulai ringkih tubuhnya, tidak lagi mampu bekerja sebagai buruh pabrik, dan mulai sakit-sakitan. Tidak hanya itu, Ruben, adiknya, sejak kecil didiagnosis dokter terkena penyakit mental, hingga sampai dewasa masih berperilaku seperti anak balita, pun juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk setiap sesi terapinya. Selama ini, mamanya yang banting tulang memenuhi kebutuhan rumah tangga, kini giliran Lilac yang mengambil alih menjadi tulang punggung keluarga.
Dan Violet.. ck dia.. mana perduli dengan kondisi keluarga. Semua penghasilan yang didapatnya dari memberikan les privat anak SD dan SMP, hanya untuk dirinya sendiri. Mendandani dirinya bak gadis keluarga kaya, bahkan Violet mendaftar kuliah jurusan manajemen di sebuah universitas swasta yang mahal, untuk menambah value dirinya.
Hanya satu kesamaan dirinya dengan Violet, selain tubuh dan wajahnya yang identik, yaitu benci dengan kemiskinan, bosan hidup serba pas-pasan, selalu menahan diri untuk hal-hal yang disukai. Seperti Lilac yang membanting tulang, Violet pun juga bekerja keras. Buktinya sebuah kafe berhasil dirintisnya, hasil jerih payahnya selama ini. Sedangkan Lilac... masih membanting tulang-tulangnya dengan sangat keras.
Well-well, itu hanya sekilas info keluarga yang sedikit tragis.
Saat ini, Lilac berdiri di depan sebuah rumah mewah dengan pagar besinya yang menjulang tinggi. Sekali lagi dicocokkannya alamat yang tertulis pada email yang diterimanya semalam.
"Apa disini tempatnya?" gumam Lilac dengan mata yang terpesona melihat megahnya pemandangan rumah di depannya.
"Anda, ada keperluan apa?" tanya seorang satpam yang mendekati Lilac, dari balik pagar besi yang menjulang tinggi.
Lilac tersenyum sopan. "Pagi. Nama saya Lilac. Saya ada janji dengan Pak Nando. Apa beliau ada?"
"Janji dengan Pak Nando? Coba saya tanyakan dulu. Tunggu sebentar."
Lilac mengangguk dan tetap berdiri di tempatnya, menunggu konfirmasi kedatangannya.
Mata Lilac tak berkedip memandang dengan kekaguman bangunan rumah yang mewah, taman bunga yang cantik di depan rumah, juga beberapa mobil mengkilap yang terparkir rapi disana. Pikirannya pun berkhayal, harus berapa kali putaran kelahiran kembali, untuk bisa mendapatkan kekayaan dan kenyamanan seperti ini? Andaikan dirinya punya ibu peri yang baik hati, tak perlu lagi bersusah payah menjalani kerasnya kehidupan. Cukup satu goyangan tongkat, ho-ho-ho.. semua hal yang diinginkan, akan tersedia di depan mata.
Cklek. Gembok pintu dibuka dan pintu pagar bergeser, membuat Lilac tersentak kaget.
"Silakan masuk, Nona Lilac."
"Terima kasih."
Seorang pelayan pria menerima Lilac di depan teras rumah.
"Silakan. Saya akan mengantar anda bertemu Pak Nando."
Lilac mengangguk, sedikit meringis karena kikuk. Lilac berjalan di belakang pelayan pria itu. Tak henti-hentinya dirinya melongo dan menahan napas melihat ruangan luas dengan perabot mewah, lukisan-lukisan yang nampak kuno dan mahal, sebuah piano klasik berwarna hitam yang terpajang cantik di tengah-tengah karpet indah, dan juga benda-benda kristal yang tersebar di seluruh sudut rumah.
Wow-wow-wow.
Lilac nyaris menabrak punggung pelayan pria itu karena tidak memperhatikan jalan.
"Silakan. Pak Nando menunggu di dalam," ucap pelayan itu berdiri di samping pintu yang terbuka.
"Terima kasih." Lilac pun melangkah masuk.
"Nona Lilac, terima kasih sudah mau datang. Mari, silakan duduk," sambut ramah seorang pria tampan dengan pakaian formal. Pria itu berdiri dan mengarahkan Lilac untuk duduk di sofa di ruangan itu.
"Dengan Pak Nando?"
"Ya benar. Anda ingin minum apa?"
"Eng.. teh saja. Terima kasih," jawab Lilac ragu-ragu. Sebenarnya dirinya tergoda untuk mencoba minuman mewah, tapi sungkan. Padahal di otaknya sudah terpampang deretan menu-menu nikmat di kafe Violet yang sangat ingin dicobanya, tapi saudarinya itu selalu melarangnya. Dan kini kesempatan itu dilewatkannya begitu saja.
Setelah Pak Nando memberikan instruksi pada pelayan, pria itu memandang Lilac dengan wajah serius.
"Sebelum saya menceritakan detail kondisi Tuan Revan, saya harap anda bisa menjaga kerahasiaan pekerjaan ini."
Lilac mengangguk. "Saya paham."
Pak Nando balas menganguk. "Bagus. Saya sudah menginformasikan bahwa atasan saya yang ingin memakai jasa anda, mengalami kebutaan. Setahun yang lalu, Tuan Revan mengalami insiden kecelakaan saat memanjat tebing. Akibatnya, kedua matanya mengalami kebutaan dan patah kaki. Kondisi kakinya sudah mulai membaik pasca operasi, tapi kondisi matanya masih harus menunggu donor mata."
"Jadi, tugas saya adalah..." Secara garis besar, Lilac sudah memahami kondisi kliennya lewat informasi email yang diterimanya. Karena kliennya ini buta, maka Lilac berani muncul dengan tampilan aslinya.
"Seperti yang saya infokan melalui email, saya ingin menyewa jasa anda untuk menjadi perawat."
Lilac menggaruk pelipis kanannya. "Maaf Pak Nando, bukannya saya menolak, tapi saya tidak punya spesifikasi seorang perawat. Apa tidak lebih baik anda menyewa perawat profesional atau tenaga medis yang handal?"
"Anda jangan khawatir dengan kesehatan Tuan Revan," ucap Pak Nando menenangkan. "Sudah ada dokter dan perawat yang datang seminggu sekali untuk memantau perkembangan kesehatannya. Tetapi..."
"Tetapi?" Lilac mengulang ucapan yang menggantung itu.
Pak Nando menghela napas panjang. "Yang dibutuhkan Pak Revan sebenarnya teman untuk mengobrol."
Alis Lilac mencuat tinggi, heran. "Mengobrol? Pak Nando kan asistennya, seharusnya anda bisa mengobrol bebas dengan atasan."
"Beliau selalu mengamuk kalau saya datang untuk menceritakan keadaan perusahaan padanya."
Lilac meringis, takjub dengan pria kaku di depannya ini. Ya wajarlah, membicarakan pekerjaan ketika sakit memang bikin bete.
"Hmm, kalau pacar? Apa tuan muda ini tidak punya kekasih? Jangan bilang dia jomblo, karena aku tidak akan percaya. Pria berduit, sekalipun wajahnya jelek dan perutnya buncit, tetap akan dikerumuni cewek-cewek matre dan genit."
Pak Nando tergelak mendengar penyataan sinis Lilac. "Punya. Tuan Revan punya kekasih. Nona Diana, namanya. Hanya saja..."
"Ck, anda terlalu bertele-tele," sembur Lilac gemas. "Bicara saja terus terang supaya saya bisa memutuskan mengambil pekerjaan ini atau tidak."
"Baiklah. Saya senang dengan sikap anda yang blak-blakkan. Saya yakin andalah yang dibutuhkan Tuan Revan. Segar dan tidak membosankan."
"Maaf Pak Nando, saya bukan tumbuhan yang hidup, apalagi bunga mati yang berdebu. Saya hanya kelinci kecil yang imut dan menggemaskan," sambar Lilac dengan pose kedua tangan mengepal di depan wajah, bertingkah seperti anak kelinci. "Pak Nando, ayo cepat ceritakan, jangan membuat saya mati penasaran."
"Baiklah-baiklah." Pak Nando tergelak geli. "Nona Diana, tunangan Tuan Revan, selalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai model internasional. Ketika Tuan Revan dinyatakan buta, Nona Diana semakin jarang mengunjungi, bahkan bersikap marah ketika saya menganjurkannya untuk menjenguk atasan saya. Nona Diana tidak suka dengan Tuan Revan yang cacat."
"Heee... Satu kali pun tidak pernah menjenguk tuan muda ini? Kasihan sekali. Sudah jatuh, tertimpa tangga." Lilac menggeleng-gelengkan kepala, miris. "Mereka berdua dijodohkan atau kekasih yang saling jatuh cinta?"
"Itu.. bukan wewenang saya untuk bercerita."
"Saya paham." Lilac tidak perlu terlalu mencampuri privasi klien.
"Bagus kalau anda paham. Oya, saya sudah mentransfer fee awal. Coba anda cek, apakah sudah masuk."
Lilac buru-buru mengobrak-abrik tasnya untuk mencari ponselnya. Matanya seketika membelalak syok melihat notifikasi di layar ponselnya. Ada.. ada..
"Sa-tu mil-milyar? Anda tidak salah kirim? Mungkin anda mengetik angka nol kelebihan satu atau dua kali."
Pak Nando tersenyum melihat reaksi panik Lilac. "Tidak. Satu milyar memang fee untuk anda. Sesuai permintaan yang sudah saya informasikan, saya meminta anda untuk bekerja full time di vila ini untuk merawat beliau. Ada fee tambahan jika anda sanggup bertahan selama sebulan penuh."
"Baiklah, saya siap." Lilac tidak membutuhkan banyak pertimbangan lagi. Selama harga cocok, apapun akan dijalani sekalipun dirinya harus berhadapan dengan macan dan beruang.
Pak Nando mengangguk puas. "Satu lagi informasi penting yang perlu anda ketahui. Kondisi Tuan Revan yang paling krusial adalah.."
Bersambung...
