Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 : Kembar beda level

Kling-klong.

Lilac membuka pintu kaca kafe dan langsung berhadapan dengan seraut wajah cantik yang cemberut. Dua tangan terlipat simetris di dada dan satu kaki mengetuk-etuk lantai, terlihat jelas tanda-tanda akan terjadi semburan tsunami.

Seorang wanita cantik bernama Violet, sudah siap untuk merajamnya.

"Kamu terlambat."

Lilac refleks melihat jam tangannya. "Baru lewat dua menit, bos. Lagipula toleransi sangat penting untuk kehidupan manusia," sanggahnya sambil berjalan melewati atasannya yang mengikutinya dari belakang. 

Brak.

"Tidak ada alasan!"

Violet menyambar buku menu di meja kasir, lalu membantingnya keras, membuat Lilac yang sedang mengenakan celemek, melonjak kaget. Lilac melirik dua rekan pramusaji lain yang berdiri jauh-jauh darinya, mengkerut takut dengan bentakan Violet, sang bos. Pasti dua rekan kerjanya itu juga telah kena semprot deh.

"Astaga bos, jangan marah-marah terus. Nanti cepat tua lho," ucap Lilac dengan meringis, berusaha meredakan amukan badai. Lilac bukan takut pada Violet, tapi wanita di depannya ini akan menyambar apa pun di depannya lalu melumatnya hingga tak tersisa. Lilac tidak ingin orang yang tidak bersalah terkena imbas amukannya.

"Berisik!" Violet masih menyembur penuh emosi. "Meskipun kamu saudariku, tetap kupotong gajimu minggu ini karena terlambat. Kalian berdua juga dengarkan itu. Terlambat satu menit, potong gaji."

Lilac meringis mendengar pengakuan tak ikhlas dari bosnya. Violet, bos kafe sekaligus saudari kandungnya, lebih tepatnya saudari kembarnya. Namun alih-alih akrab dan saling menyayangi layaknya saudari kembar lainnya, perlakuan Violet terhadapnya lebih kejam dari Hittler.

"Ya ampun, bos," keluh Lilac dengan memegangi dadanya, memohon belas kasihan. "Itu gaji cuma sedikit, kamu tega sekali memotongnya terus. Please, jangan pelit, nanti kamu dikutuk jadi kodok, baru tau rasa."

"Cerewet! Cepat kerja!" Violet bertitah.

"Siap bos." Lilac langsung sigap memberi hormat.

"Oya satu lagi," imbuh Violet ketus. "Benahi coretan riasanmu, sakit mataku melihatnya. Pelanggan kafe bisa kabur melihat wajah badutmu."

"Riasanku?" Lilac tersenyum sinis. "Boleh, kalau kamu tidak keberatan dengan.."

"Sialan! Sudah sana!" sembur Violet cepat. Dengan menghentakkan kaki, Violet pergi keluar dari kafe.

Lilac menghembuskan napas lega dengan bersiul panjang. Untung saja, kafe belum ramai, hanya ada satu pelanggan yang duduk manis di pojok kafe.

"Sialan! Apa yang dia lakukan kali ini?" Lilac mengumpat lirih setelah mengenali punggung pelanggan yang terlihat fokus mengerjakan sesuatu dengan laptopnya. Lilac tahu sumber kekesalan Violet adalah laki-laki itu. Pelanggan setia yang sering datang, bukan karena kopi di kafe ini yang paling nikmat, tetapi karena ingin mengejar bos pemilik kafe.

"Seperti biasa, merayu Bos Violet. Dan hasilnya pun juga sudah bisa ditebak. Tuh lihat, sayang sekali bunga mawar pink teronggok di tong sampah," jawab dua rekan kerjanya bersahutan sembari menunjuk tong sampah di dekat meja kasir.

Lilac mengambil buket mawar pink itu dari dalam tong sampah. "Hmm, mawar yang cantik. Kalau aku yang diberi, akan kuperlakukan istimewa mawar pink ini," ucapnya dengan menyentuh lembut salah satu kelopaknya, lalu menyerahkan buket mawar itu pada salah satu rekan kerjanya. "Oke guys, daripada mubasir, ambil tiap tangkai mawar pink ini, masukkan ke dalam vas, lalu letakkan di setiap meja. Lumayan, hari ini kafe bisa terlihat lebih romantis dengan mawar pink di atas meja."

"Sebenarnya itu juga terlintas di benakku, tapi aku tidak berani melakukannya. Takut dipecat." Salah satu rekan kerja menjawab dengan menggaruk pelipisnya.

"Kita sepakati begitu saja. Nanti biar aku yang bertanggung jawab kalau bos murka," ucap Lilac megibaskan tangan, menyuruh dua rekan kerjanya melakukan tugas membagi-bagi bunga mawar cantik itu. 

"Siap."

Begitu dua rekan kerjanya menghambur pergi, Lilac merapikan rambut palsunya dan memperbaiki kacamata besarnya, sebelum melangkah mendekati laki-laki di pojok kafe.

"Siang, Kak Grey."

"Kamu," ucap laki-laki bernama Grey itu balas menyapa. "Datang-datang sudah membuat Violet bete. Kenapa sih setiap hari selalu bertengkar dengan Violet? Dia itu saudarimu, seharusnya kamu sedikit mengalah padanya. Aku bosan mendengar kalian berdua terus berdebat."

Lilac mengangkat alisnya dan tergelak hambar. "Apa rayuan Kak Grey gagal lagi hari ini?" balasnya sinis setelah dirinya dipojokkan dan menjadi pelampiasan karena pendekatannya dengan Violet gatot alias gagal total. "Well, mungkin saja rayuan Kak Grey yang sedikit kampungan, makanya Violet tidak merespon, bahkan uring-uringan."

"Kamu!" Grey berdiri marah, tidak terima diejek Lilac karena lagi-lagi gagal merayu Violet. Dengan jari telunjuknya, Grey menunjuk wajah Lilac dan menyembur kesal.. "Huh! Dasar. Kamu yang kampungan. Aku heran. Katanya kalian berdua saudari kembar, tapi kenapa wajah kalian tidak sama? Benar-benar kembar beda level. Violet sangat cantik dan seksi seperti bidadari, sedangkan kamu, huh.. seperti malaikat yang jatuh ke kolam comberan, jelek."

"ASTAGANAGA ITU MULUT!!! MEMANG YA KALIAN BERDUA ITU JODOH! SAMA-SAMA JUDES," teriak frustasi Lilac dalam hati.

Lilac mengetatkan kedua kepalan tangannya, berusaha meredam amarah dan menenangkan diri. "Baiklah, aku tidak akan mengganggu lagi. Aku tinggal dulu."

"Pergi sana. Merusak pemandangan saja." Grey mengibaskan tangan menyuruh Lilac pergi, seolah seperti mengusir lalat.

Lilac mengusap tengkuknya dengan sebal. Bagaimana mungkin dahulu kala, dirinya bisa jatuh cinta pada laki-laki kurang ajar bermulut tajam itu?! Benar-benar bodoh, idiot.

Sejak pertama kali, Grey datang ke kafe, Lilac langsung menyukai pemuda ganteng berperawakan tinggi nan atletis itu. Namun sayang, pemuda itu lebih suka mendekati Violet yang cantik dan pintar, dan terus menghindari Lilac yang jelek karena selalu dalam mode penyamaran. Awalnya Lilac tak peduli dan tetap bertekad untuk menyatakan perasaan. Namun lambat laun, rasa cinta dan kagum terkikis habis dengan ucapan-ucapan yang selalu mengejek dan merendahkannya.

"Heh Lilac, bawakan aku kopi lagi. Seperti biasa," perintah Grey tanpa menoleh.

"Baaiikk."

"Ingat, tidak pakai lama. Kalau aku jengkel lagi, aku adukan ke Violet biar gajimu dipotong lagi."

"Hmmm." Lilac menjawab asal-asalan. Rasanya Lilac ingin mengetok kepala pemuda kurang ajar itu dengan sepatunya. Dasar tidak tau aturan!

Setelah meletakkan kopi pesanan Grey, Lilac kembali sibuk dengan pelanggan yang mulai berdatangan. Kafe dengan tampilan minimalis modern berwarna hitam putih ini sering menjadi tujuan para pekerja kantor dan mahasiswa.

Dua jam kemudian, saat kafe mulai sepi, Lilac mengeluarkan laptop untuk mengecek email, apakah dirinya mendapat klien baru dari jasa sewa menyewa. Laptop itu dibelinya dari tangan kedua alias bekas, tanpa sepengetahuan Violet. Dan saat saudarinya itu tahu, kemurkaan langsung membara, karena dianggapnya Lilac sedang memboroskan uang dengan membeli barang yang tidak berguna.

Brak.

"Astaga, kaget aku," seru Lilac terlonjak kaget karena lagi-lagi buku menu terbanting keras di depannya.

"Kafe sepi, bukan berarti kamu menganggur!"

"Sori, ini waktu istirahat, jadi aku mau mengecek email sebentar." Lilac meringis dan segera menutup laptopnya. Lilac lupa kalau Violet tak suka dirinya menggunakan laptop saat bekerja di kafe.

"Email apa, darimana, dari siapa? Memangnya kamu orang penting sampai dikirimi email, hah?!" Violet mencecar ketus.

Lilac hanya mengedikkan bahunya. "Iseng saja. Siapa tahu ada orang random yang mengirimiku pesan-pesan romantis," jawabnya dengan tersenyum misterius. Lilac merahasiakan pekerjaan pentingnya dari saudarinya, Violet.

Violet meradang melihat Lilac yang begitu santai. "Dasar pemalas! Cepat kerja lagi. Itu ada pelanggan datang."

"Siap bos," sahut Lilac bersemangat karena telah mendapatkan satu klien sewa lagi.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel