Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Episode 2

Pekerjaan yang menumpuk membuat kepala terasa Reyhan penat. Memindai satu persatu hasil rapat kemarin untuk mengembangkan sistem teknologi terbaru. Ya, perusahaanya bergerak di bidang software. Lelaki tampan itu menyandarkan tubuhnya ke belakang kursi. Saat menatap jam di tembok, dia teringat sesuatu hingga membuatnya menepuk keningnya sendiri. Lelaki itu gegas meraih jas di belakang kursi, lalu berjalan tergesa hendak menjemput Rafa.

Mobil Reyhan berhenti tepat di halaman sekolah. Akan tetapi suasana sudah terlihat sepi. Dia mengacak rambutnya frustasi pikiran buruk mulai menghinggapi, karena akhir-akhir ini sering terdengar tentang isu penculikan anak di bawah umur. Hal itu seketika membuat Reyhan bertambah khawatir, takut ada sesuatu terjadi padanya. Sosok tinggi tegap melangkahkan kaki, berlari menuju kelas dengan harapan Rafa menunggunya di sana, nihil. Semua kelas sudah kosong tak ada siapapun, Reyhan berlari kesana-kemari mencari anak semata wayangnya tapi tak menemukan juga.

''Kemana kamu, Nak?'' ucapnya saat melewati tiap ruang yang telah ia lewati.

Dering ponsel miliknya tiba-tiba berbunyi. Segera Reyhan merogoh ponsel di saku kemeja. Tertera nomer asing di layar, membuat Reyhan berharap jika itu adalah telepon dari Rafa. Mendial tombol terima, terdengar suara bocah laki-laki itu di ujung sana. Seketika air muka Reyhan memancarkan kelegaan, beban berat dipundaknya seakan terangkat begitu saja, mendengar suara riang diujung telepon. Reyhan mengendurkan dasinya, agar lebih leluasa bernapas. Entah apa yang akan terjadi pada dirinya jika ada hal yang buruk pada Rafa.

''Hallo, Rafa di mana, kamu sayang?''

''....''

''Tunggu, papa di sana. Jangan kemana-kemana.''

Reyhan segera memutus sambungan telepon, lalu bergegas menghampirinya di taman samping sekolah. Rafa terlihat duduk bersama seseorang, ia bermain ayunan sembari memakan ice cream.

"Rafa!'' teriak Reyhan berlari menghampiri Rafa.

"Papa.''

"Maafin Papa, ya. Udah telat jemput. Makan apa ini? Sudah bilang makasih belum?'' tanya Reyhan berjongkok di depan Rafa mensejajarkan posisinya.

Terlihat wajah Rafa sedikit cemong terkena es krim, pipi yang bulat semakin memerah, terkena paparan sinar matahari.

"Sudah dong, Pa.'' Reyhan mengacak pucuk kepala Rafa lalu berdiri.

"Makasih, Bu. Sudah meluangkan waktu menemani anak Saya. Kalau tidak ada Ibu, saya tidak tau bagaimana nasib Rafa,'' ucap Reyhan dengan tulus.

"Sama-sama, Pak. Sudah menjadi tugas Saya menjaga dan mengawasi semua murid di sekolah ini. Kebetulan tadi Saya melihat Rafa tengah berdiri seorang diri di depan gerbang, seperti kebingungan. Jadi, saya berinisiatif menghampiri,'' terang Bu Indah, salah satu guru Rafa di sekolah.

"Rafa, ayo kita pulang?'' ajak Reyhan.

Sebagai ucapan terima kasihnya, Reyhan berinisiatif mengantarkan Bu Indah pulang.

"Mari, Bu, Saya antar pulang sekalian?'' ajak Reyhan.

"Oh, tidak usah, Pak. Kebetulan saya bawa kendaraan sendiri. Rafa, ibu pulang duluan ya.'' Indah membungkukkan badan di depan Rafa, lalu mencubit pelan pipinya yang terlihat menggemaskan.

''Mari, Pak.'' Pamitnya sebelum berlalu.

"Dadah, Bu Gulu.'' Rafa melambaikan tangan pada Indah yang berjalan kian menjauh.

"Ayo, Rafa kita pulang,'' Reyhan menggenggam tangan Rafa menuju mobil. Dengan sabar ia mendengarkan Rafa yang tengah berceloteh tentang teman-temannya ketika ia bermain di sekolah.

.

Reyhan tengah duduk di meja bar menikmati secangkir kopi disore hari, menyesapnya membuat candu tersendiri untuk seorang Reyhan Malik.

Di rumahnya miliknya terdapat mini bar yang didisain khusus, menyatu dengan ruang tengah. Tanpa sekat pembatas, di hiasi dengan gelas-gelas kristal yang menggantung. Ada juga beberapa merk minuman mengandung alkohol yang tertata rapih di dalam lemari sebagai tambahan hiasan.

Bel pintu berbunyi, entah untuk keberapa kalinya. Tetapi tak ada yang membuka. Sepertinya asisten rumah tangganya sedang bergelut dengan kegiatan masing-masing di dapur. Jadi, Reyhan berinisiatif membukanya sendiri.

Perlahan Reyhan membuka hendel pintu, seketika ia terpaku menatap seorang gadis berdiri tepat di depannya, menilai penampilan gadis yang tengah membawa koper dari atas hingga bawah. Pakaian bermerek, mata bulat, serta rambut panjang terurai yang menari-nari tertiup angin sudah cukup untuk menjelaskan bahwa dia adalah perempuan berkelas.

"Maaf, apa benar ini rumahnya Bapak Reyhan Malik?'' Pertanyaan gadis itu sontak membuyarkan lamunan Reyhan. Sesekali gadis itu melihat kertas yang bertuliskan alamat, untuk memastikan bahwa dia tidak keliru.

"Iya, benar, Saya sendiri. Maaf anda siapa?'' tanya Reyhan penuh selidik.

"Saya Risa, Pak. Calon pengasuh putra anda, Rafatar.'' Risa mengulurkan tangan, tapi tak disambut oleh Reyhan. Merasa malu, ia menarik kembali uluran tangannya.

Reyhan menautkan alis. Seingatnya, ia tak pernah mencari seorang pengasuh untuk Rafa. Apa mungkin ini modus penculikan baru yang akan membawa kabur anak-anak. Apalagi melihat penampilannya yang berbeda tak seperti seorang pengasuh kebanyakan. Cantik, terawat, bertubuh tinggi dan jangan lupakan bagaimana matanya yang bulat dengan bulu mata lentik.

''Sepertinya, anda salah alamat? Saya tidak pernah mencari seorang babysiter. Lagipula, Saya tidak yakin orang seperti kamu mampu merawat anak saya dengan baik,'' sindir Reyhan memicingkan mata, menatap curiga.

"Tapi, Pak .... '' ucapanya terhenti saat Susan datang menghampiri.

"Ibu, Rey, yang kemaren mencarikan pengasuh buat, Rafa. Ibu nggak mau kejadian kemaren terulang lagi. Cucu kesayang ibu telat dijemput. Kalo ada apa-apa, gimana?" keluh Susan.

''Ibu ... seharusnya nanya dulu sama aku. Aku memang salah untuk yang kemarin. Tetapi bukan berarti gak mampu jaga Rafa sendiri.'' Protes Reyhan kesal.

"Nanya sama kamu? Kelamaan. Belum tentu juga setuju. Ayo masuk, siapa namanya tadi?''

"Risa Anjani, Bu.''

"Wah, kamu cantik sekali. Beneran kamu mau jadi pengasuhnya Rafa?'' Susan berdecak kagum sama seperti Reyhan saat pertama kali melihat penampilan Risa. Rasanya gadis itu lebih cocok menjadi seorang model. Bukan pengasuh.

"Uhuk ... uhuk .... '' Reyhan yang mendengar pujian itu seketika terbatuk.

''Awas aja kalo sampai kerjaan kamu nggak bener, saya pecat kamu sewaktu-waktu!'' ancam Reyhan sebelum berlalu meninggalkan dua perempuan itu menuju kamarnya.

"Udah, nggak usah ditanggapin. Reyhan emang gitu orangnya. Nanti kalo ada apa-apa , kamu bisa ngadu sama ibu.'' Risa tersenyum canggung. Sikap lembut Susan membuat Risa merasa senang dan nyaman. Tidak seperti Reyhan yang menyebalkan belum apa-apa sudah ingin main pecat.

Susan membawa Risa menghampiri Rafa yang tengah asyik menggambar di kamarnya seorang diri.

"Rafa, sini!'' seru Susan. Rafa pun berjalan menghampiri neneknya, berdiri di belakang Susan. Memegang bajunya menyembunyikan wajahnya dan terkadang mengintip, malu. karena baru pertama melihat Risa yang masih terlihat seperti orang asing baginya.

"Hallo ... ini Rafa, ya? Sedang menggambar apa?'' sapa Risa tersenyum, berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Rafa.

Selangkah demi selangkah Rafa mendekat ke arah Risa, mengulurkan tangannya memberanikan diri.

"Rafa lagi gambar apa? Boleh Mbak Risa liat?''

Rafa pun mengangguk berlari mengambil hasil gambarnya.

"Wah bagus banget gambarnya, pinter Rafa. Besok kalo udah gede mau jadi pelukis, ya?'' Risa masih berusaha mendekati Rafa yang sedikit susah didekati orang baru.

"Mbak Lisa mau temani Lafa gambal?'' ucap Rafa akhirnya. Membuat Risa merasa senang.

Di usai Rafatar yang hampir tujuh tahun cara berbicaranya masih cadel tak seperti anak lainnya yang sudah bisa mengucapkan huruf R.

.

Dalam waktu deket Risa sudah bisa beradaptasi dengan Rafa padahal biasanya, paling susah adaptasi dengan orang baru. Apalagi saat kemaren ibu membawa perempuan yang akan dijodohkan dengannya, tiba-tiba Rafa bersikap frontal pada perempuan itu. Hingga membuat perempuan itu merasa tak sanggup melihat sikap Rafa yang hiperaktif dan nakal menurutnya, membuat perempuan itu mundur dari perjodohan.

"Papah,'' teriak Rafa berlari menghampiri Reyhan saat keluar dari mobil dan menghambur dalam ke dalam pelukan, mengangkat tubuh mungilnya tinggi-tinggi udara.

"Sudah mandi belum anak papa?''

"Sudah dong Pah, Lafa wangi,'kan?'' kali ini Reyhan cium pipinya yang bulat seperti bakpau.

"Pinternya anak papa mandi sendiri apa di mandiin?''

"Mandi sama Mbak Lisa Pa, Lafa kan masih kecil belum bisa mandi sendili.'' Reyhan tersenyum mendengar jawaban Rafa.

Sejak Risa bekerja di rumah, membuat Reyhan terbantu dan Rafa pun terlihat nyaman saat bersamanya, saat banyak pekerjaan membuatnya terpaksa harus lembur hingga larut, ia sudah tak mendengar Rafa merajuk dan mencarinya.

Reyhan tak menyangka dibalik penampilannya yang seperti model mampu mengurus dan merawat Rafa dengan telaten padahal usianya relatif muda. Beberapa pertanyaan pun mulai singgah dipikirannya, tentang siapa ia sebenarnya?

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel