Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Bertengkar

Jika memang tidak terjadi apa-apa bisakah rasa bersalah terhadap Tuhannya ini hilang? Bagaimana bisa ia melupakan dosa sebesar itu.

Saat dirinya menangisi penyesalan nya, tiba-tiba ponselnya berdering, ada panggilan masuk dari Miko.

"Kamu udah siap belum? aku udah didepan rumah nih."

Mutia mencoba menghentikan tangisannya dan menjawab, "A-aku nggak sekolah hari ini, kamu pergi saja."

"Kenapa? kamu nangis ya."

Mutia langsung menutup telponnya lalu melempar benda itu ke kasur.

Seandainya waktu bisa berputar kembali.

"Loh dek kamu nggak sekolah?" tanya agy saat melihat adiknya itu tengah duduk menonton tv

Mutia menggeleng, "aku lagi nggak enak badan." jawabannya lesu

"Masa?" agy menempel kan punggung tangannya ke kening Mutia

"Ah bohong nih, orang gak panas kok."

Mutia mendengus, "sakit perut."

"OOO sakit perut udah minum obat? eh kemarin Abang beliin kamu martabak telur, kemarin malam dipanggilin ga nongol-nongol."

Ekspresi Mutia berubah tegang lidah nya kelu dan jantung nya pun berdegup kencang.

"Iya, udah kumakan kok."

"Tidur jam brpa kemarin? Abang pulang cepet sih kemarin jam sepuluh an kalau ga salah."

Mutia tidak tau harus bersyukur atau tidak tentang itu seandainya pada saat itu agy tahu dia tidak dirumah.

"Nggak lihat jam, langsung tidur aja, aku ke kamar dulu ya." Mutia buru-buru beranjak menuju kamarnya.

"Mutia." panggil agy sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarnya

Mutia terkesiap lalu cepat-cepat menutup laptopnya yang tadinya menampilkan website berisi artikel tentang berhubungan intim dan kehamilan, walau bagaimanapun juga rasanya Mutia wajib tau tentang hal itu akan tetapi semakin ia tau semakin pula dia merasa ketakutan.

"Mutia!"

Sebelum Mutia menjawab seperti dugaan nya, agy langsung membuka pintu, "ada Miko tuh dibawah."

Mutia mengerjapkan matanya sejenak bingung harus berkata apa, "ngapain?"

"Nggak tau tuh."

"Oh Yaudah suruh tunggu aja bang."

"Yap." ucap agy sambil berjalan meninggalkan kamar Mutia Tanpa menutup pintu.

Mutia lantas turun dan menemui Miko yang berdiri diambang pintu, mula nya miko ragu ketika Mutia mengajak nya masuk, lantaran saat itu agy sedang mengamati nya dari jauh, cowok berusia 23 tahun itu juga sepertinya sengaja mondar-mandir didekat sana seperti sedang memata-matai.

"Kamu kenapa, sakit ya" ucap Miko menaruh tangannya didahi Mutia berniat mengecek suhu tubuhnya namun segera ditepis oleh Mutia

"Aku nggak apa-apa."

Miko memutar tubuhnya sedikit ke arah Mutia lalu menunduk menghindari tatapan agy kemudian berkata dengan nada rendah, "kamu Mikirin yang semalam ya?"

"Aku takut." balas Mutia dengan intonasi yang tak kalah pelan

"Jangan takut nggak akan ada apa-apa kok"

"Tapi, tadi aku baca-baca artikel gitu, kemungkinan bisa positif kalau dilakukan setelah mens, dan aku baru mens semingguan yang lalu." jelas Mutia

Miko mengerjapkan matanya kaget namun dia berusaha bersikap tenang, "nggak bakalan kok, kamu tenang aja"

Sebenarnya ucapan itu lebih kepada nya untuk menenangkan dirinya sendiri.

Mutia menghembuskan napas berat, keduanya menjauh saat agy mendekat, tadinya mereka pikir agy akan duduk disana tapi ternyata agy berjalan keluar rumah.

"Aku pulang ya, nanti telpon okey." ucap Miko mengacak-acak rambut Mutia dengan penuh kasih sayang, sebelum berdiri dan melangkah keluar.

"Ko! Abang mau ngomong sama kamu."

Miko nampak terkejut tapi dia berusaha sebaik mungkin untuk mengendalikan ekspresi nya.

"Ngomong apa bang?" tanya Miko sesantai mungkin

Miko melirik ke arah pintu mencari tau apakah Mutia masih disana atau tidak ternyata Mutia sudah kembali ke kamarnya.

"Abang udah tau kalau kalian pacaran."

Miko tersenyum tipis yang terkesan gugup "hmm iya bang, baru sih."

Agy manggut-manggut, "Abang cuma mau bilang, kamu jangan aneh-aneh ya sama Mutia, ya Abang tau kalian sudah dekat dari kecil, tapi bukan berarti kamu bisa macem-macem sama Mutia, ngerti kan maksudnya?"

Miko mengangguk, "iya aku ngerti"

"Abang benar-benar minta tolong sama kamu ko, kalo kamu sayang, jaga Mutia baik-baik"

Miko tidak sanggup menatap mata itu lama-lama jadi dia segara mengangguk dan menyudahi percakapan, "iya aku bakal jaga Mutia baik-baik kok"

"Okey"

Miko melangkah terburu-buru keluar dari halaman rumah Mutia, setelah merasa jaraknya cukup jauh dia lalu menghembuskan nafas panjang, "Gila sih ini, berasa kek maling gue kalau Mutia sampe hamil, mati gue."

Beberapa hari kemudian mutia tau dirinya lemah, serupa daun kering yang akan jatuh ketika tertiup angin, pada saat-saat seperti ini dia membutuhkan seseorang, menggenggam tangan nya lalu berkata ayolah Mutia semua akan baik-baik saja, semangat.

Namun dia tidak mendengar kata-kata itu dari siapapun selain dirinya dan Miko, dia ingin kata-kata itu diucapkan Adila dan Bunga tetapi sulit rasanya membuka cerita, bagaimana kalau meraka mengatakan nya pada yang lain, entah mengapa sampai detik ini Mutia tidak pernah membicarakan hal-hal rahasia pada keduanya, kalaupun ada satu-satunya orang yang dia bisa percaya adalah putri tapi mengingat hubungan mereka yang tidak baik seperti sekarang ini.

"Mikirin apa?" tau-tau suara itu muncul bersama dengan sosok putri

Putri duduk dihadapan nya meletakan lima buku tebal diatas meja dan membaca satu diantaranya, siang itu perpustakaan cukup sepi itu sebabnya Mutia berada disini, sudah beberapa hari ini rasanya hanya perpustakaan tempat paling aman untuknya menangis diam-diam.

"Kamu lagi ada masalah?" tanya putri tapi matanya tak berpindah sedikit pun dari buku yang dibacanya

"Nggak ada." jawab Mutia pelan

Putri mengangkat wajahnya menatap Mutia lurus-lurus, "kalau kamu nggak punya seseorang untuk tempat kamu bercerita, jangan lupa kalau kamu masih punya tuhan."

Sebelum Mutia sempat berkata-kata putri berdiri tegak mengambil buku-buku tadi lalu berkata dengan tulus, "cuma mau bilang hari ini ulang tahun kamu, selamat ya semoga panjang umur dan jangan lupa bahagia"

Mutia nyaris saja menjatuhkan air matanya ketika putri mengucapkan kata-kata itu, rasanya ia ingin memeluk putri dan menceritakan kegundahan hatinya dan mengatakan bahwa dirinya membutuhkannya, namun tak bisa karena mutia terlanjur membangun tembok yang tinggi diantara mereka.

Akibat masalah yang dihadapi nya dia bahkan lupa kalau hari ini dia berulang tahun, tahun lalu putri dan yang lainnya membuatkan kue ulangtahun untuknya dan Meraka akan mengucapkan satu persatu ucapan selamat dan memanjakan doa untukknya.

Mutia mendadak merindukan mereka semua, seandainya mereka tau.....

Mutia menangis lagi, kali ini agak terisak sehingga mencuri perhatian beberapa orang diperpustkaan, sadar dirinya menjadi pusat perhatian Mutia bergegas pergi untuk kembali ke kelasnya.

"Mutia, sini" Adila memanggil Mutia yang melintasi koridor yang mengarah ketoilet.

Cepat-cepat Mutia mengerjapkan matanya supaya Adila tidak tau kalau baru saja dia menangis.

"Iyaa?" Tanya Mutia

"Ikut gue yuk"

"Kemana"

"Udah ikut aja" Adila membawanya kegudang entah untuk apa

"Kita ngapain sih Dil disini" tanya Mutia sambil memandang sekeliling.

Tempat itu sepi dan pencahayaannya cukup gelap Mutia masih nggak ngerti mengapa Adila mengajak nya ketempat ini.

"Udah tunggu aja bentar lagi siap" jawab adil acuh tak acuh

Kening Mutia semakin berkerut "siap maksudnya apa"

Adila melirik nya dengan senyum "didalam ada Bunga sama Ravel"

"Hah bunga sama Ravel ngapain meraka didalam?"

"Serius Lo nnyain itu"

"Iya serius lah, ngapain mereka didalam"

Belum sempat Adila menjawab terdengar suara kenop pintu ditekan dari dalam Adila melangkah samping tepat saat pintu membuka dan sosok Ravel muncul.

Mutia terkesiap melihat nya terlebih lagi ketika melihat Ravel merapikan kancing kemeja putihnya.

"Thanks ya Dil" ucapan tersenyum lalu beralih pada Mutia "thanks Mutia"

"Okey" sahut Adila balas tersenyum

Ravel pun berlalu diiringi tatapan penuh tanya Mutia.

Asumsi itu tak berhenti disana karena tau-tau bunga keluar sambil mengancingkan bagian atas seragam nya, rambutnya berantakan dan roknya juga tampak kotor seperti terkena debu lantai.

"Yaelah si anjir, dia enak-enak didalam gua jadi tukang jaga diluar sendirian kaya orang bego, untung ada Mutia, iya gak mut"

Bunga terkekeh sambil menyisir rambutnya dengan jari, "haha siravel tuh dari kemarin minta-minta Mulu Yaudah gua kasih aja"

Mutia bergeming menyimak obrolan Adila dan Bunga yang mencengangkan.

"Lo kenapa mut, kok kaya nggak suka gitu ngeliat gua"

Mutia menelan ludah sebelum menjawab

"Lo ngapain sama Ravel didalam?"

Bunga tertawa, "ya main lah"

"Main? main apa?" tanya Mutia penasaran

Kali ini tawa kecil keluar dari mulut adila, sementara bunga langsung memutar bola matanya.

"Ya ampun Mutia sumpah nih ya gue lama-lama muak sama kepolosan Lo itu", tekan bunga, "ga usah pura-pura bego bisa gak?"

"Lo Sama Ravel...?" Mutia mengangkat alis nya tak percaya

Sebenarnya Mutia sudah menduga tapi ia pikir hanya sebatas making out saja ternyata lebih

"Ya ampun Bunga kok bisa sih kalian ngelakuin itu."

Bunga tak merespon baik pertanyaan itu "kenapa sih? emngnya masalah buat Lo!"

"Lo tau gak yang Lo lakuin barusan itu udah mencoreng nama baik Lo, orang tua Lo, dan sekolah juga. kalau sampe Lo positif hamil kebayang nggak betapa malu nya orangtua Lo, terus gimana malu nya sekolah dan Lo nggak gak takut sama sekali, dan itu dosa besar tau gak."

Bunga menoleh pada Adila yang langsung mengangkat bahu malas ikut campur.

"Aduh bisa gak sih Lo ga usah ngasih gua khotbah nggak penting gini, lagian kan badan-badan siapa, gue kan, kenapa Lo yang nyolot"

"Seenggak tau malunya Lo ngomong gitu, Lo cewek bunga! kemana harga diri Lo kita tu masih SMA bisa-bisanya Lo ngelakuin itu dilingkungan sekolah!"

"Kan gue udah bilang badan-badan gue! nggak usah ngurusin urusan gue ngerti nggak sih!" intonasi bunga naik lebih tinggi dari sebelumnya, seperti nya dia sangat kesal karena Mutia malah menceramahi nya.

"Memangnya Lo gak mikirin masa depan Lo apa, cita-cita Lo, Lo nggak punya mimpi?, Apa Lo nggak ingin membanggakan orangtua Lo?"

Sesungguhnya sejak tadi pertanyaan yang Mutia lontarkan adalah bentuk kemarahan terhadap dirinya sendiri tapi bagaimana bisa bunga tidak merasa bersalah sama sekali.

"Cukup ya Mutia nggak usah ceramahi gue terus sok suci tau gak Lo jangan-jangan Lo udah ngelakuin juga sama Miko tapi sok-sokan nge-judge gue."

Mutia bungkam

Bahu Adila bergerak dramatis bersama dengan mulutnya yang membuka lebar begitu melihat ekspresi terkejut Mutia.

"Ya ampun." ucap Adila

Bunga menyeringai, "so, bener ya?"

Adila mendekati Mutia menatap nya dengan pandangan tak percaya, "oh my God,Lo beneran udah ngelakuin itu sama Miko?"

Pertanyaan itu tak urung membuat Mutia kesulitan bicara ia bahkan tak mampu menatap kedua orang itu dengan tatapan berani seperti beberapa saat yang lalu, tatapan itu kini seakan diselimuti rasa takut

Karena Mutia tak kunjung menjawab bunga buka suara, "lucu ya, orang nggak suci ngomentarin sesuatu yang dilakukan orang nggak suci lainnya, ternyata Lo diam-diam bahaya juga mut, nggak nyangka gua sumpah nggak nyangka."

Bunga menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir selama ini dia pikir Mutia adalah cewek baik-baik yang tak pernah disentuh cowok Sama sekali tapi rupanya tampilan luar tak sebaik didalamnya.

"Kapan mut, dimana tuh?" cecar Adila lagi

"Tapi gue beda sama Lo, gue merasa bersalah sementara Lo nggak." ucap Mutia bersama dengan Air mata nya yang luruh

Bungan mendengkus, "terserah Lo deh mau ngomong apa yang jelas Lo sama aja kaya gue sama-sama udah jelek."

"Aduhhh!" Adil mengangkat kedua tangannya ditengah-tengah Bunga dan Mutia

"Plis stop ya! sesama cewek yang udah nggak virgin nggak usah berantem okeey"

Mutia menggeleng, "gue nggak nyangka kalau gue salah pilih teman" ucap Mutia lalu pergi

"Halah banyak bacot Lo dasar cewek sok suci!!" Teriak bunga kesal

"Hahha kenapa tuh si Mutia baperan banget" ucap Adila

"Lo ngapain sih pake acara ngajakin dia segalaa udah tau orangnya kaya tai gitu"

Adila cengengesan, "habisnya tadi gue bosen sendirian disini, Lo juga sih lama banget mainnya kesel kan gue"

"Yaelah Kaya baru sekali aja"

"Sorry deh besok janji nggak ngajakin dia lagi"

"Gue udah males temanan sama dia muak banget, sok suci jadi orang."

Adila manggut-manggut, "Yaudah lupain aja deh si Mutia, balik kelas yuk"

"Kantin dulu deh haus gue."

"Okey."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel