Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Tawaran Kontrak Nikah

Pagi berikutnya, sinar matahari Amaris menyusup malu-malu di balik tirai jendela ruang kerja lantai dua menara Rahardja Corp. Dinding-dinding kaca mempertegas kesan modern dan megah, menggambarkan kekuasaan dan kemapanan. Della menunggu di kursi tamu berlapis kulit putih, lututnya bersilang, napasnya tertahan antara gugup dan harap-harap cemas. Di hadapannya, meja kayu jati tua selebar dua meter bersih tanpa satu pun kertas tertumpuk—tanda efisiensi yang amat dijaga CEO muda itu.

Pada detik tepat pukul sembilan, pintu otomatis terbuka. Adrian Rahardja melangkah masuk dengan langkah pasti, jas hitamnya terpasang sempurna, dasi biru tua berkilau lembut tertata lurus. Ia menutup pintu dengan satu sentakan ringan, lalu berjalan mengitari meja, menatap Della dengan mata abu-abu yang selalu menimbulkan kesan dingin sekaligus penuh perhitungan.

“Selamat pagi, Della,” sapanya singkat. Suaranya rendah, tetapi jelas didengar oleh ruang ruang kerja yang sunyi. “Terima kasih sudah datang.”

Della berdiri, membalas salamnya dengan kepala tertunduk sopan. “Selamat pagi, Tuan Rahardja. Terima kasih atas undangannya.”

Adrian mengangguk, lalu menghentikan langkah di seberang meja. “Aku ingin segera ke inti pertemuan ini. Aku menawarkan kontrak nikah—pernikahan dengan status hukum penuh, durasinya dua tahun. Setelah itu, kita bisa memutuskan sendiri apakah akan memperpanjang, bercerai, atau tetap bersama. Apa kau tertarik?”

Della menelan ludah. Detik sebelumnya, ia hanya berharap permintaan pertolongan sederhana: tempat sembunyi, bantuan materi untuk hidup di Amaris, mungkin satu-dua koneksi di dunia seni. Namun tawaran Adrian jauh melebihi ekspektasinya—nikah sungguhan, diakui negara, dengan CEO muda ternama. Akankah ia tergila-gila dengan ide itu… atau justru semakin takut?

“Apa maksud Tuan?” gumamnya pelan.

Adrian memandangnya penuh presisi. “Keluargamu berupaya menjualmu demi aliansi. Aku tidak mempedulikan reputasi mereka, tapi aku perlu istri yang stabil di sampingku untuk urusan bisnis dan sosial—setidaknya selama dua tahun ini. Dan kau butuh perlindungan, biaya hidup, dan kebebasan dari tekanan keluarga. Kedengarannya saling menguntungkan, bukan?”

Della merasakan kepala berputar. “Tuan… ini terlalu… tiba-tiba.”

Adrian melangkah ke samping, meraih sebuah map berwarna navy di atas meja. “Semua syarat sudah kubuat di sini—hak dan kewajiban kita. Kau boleh membacanya dulu.” Ia mendorong map itu ke arah Della.

Dengan jari gemetar, Della mengambil map itu. Ketebalannya sekitar dua sentimeter, terlihat padat dan detail. Ia membuka halaman pertama, melihat judul besar *“Perjanjian Pernikahan Kontrak antara Adrian Rahardja & Della Ayu Prameswari”*. Nafasnya tercekat. Ia mulai menelusuri poin-poin:

1. **Durasi Pernikahan**

* 2 (dua) tahun kalender penuh, terhitung sejak tanggal akad.

* Perpanjangan harus disepakati 3 bulan sebelum masa berakhir.

2. **Hak dan Kewajiban Suami-Istri**

* Bersama-sama menjaga citra publik rahardja Corp dan memberikan dukungan di acara resmi perusahaan.

* Adrian menyediakan tempat tinggal di penthouse menara, biaya hidup, penuh tanpa potongan.

* Della memiliki tunjangan bulanan sebesar Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), bebas digunakan.

* Della tidak diwajibkan melakukan tugas domestik, kecuali menghadiri acara-acara tertentu dengan Adrian.

3. **Larangan dan Batasan**

* Tidak diperbolehkan menjalin hubungan asmara dengan pihak ketiga.

* Informasi pribadi dan urusan keluarga tidak boleh dipublikasikan tanpa persetujuan bersama.

* Pelanggaran poin ini berpotensi denda hingga Rp 500.000.000.

4. **Klausul Khusus**

* Jika salah satu pihak mengundurkan diri sebelum 1 tahun masa kontrak, kompensasi 25% dari total tunjangan.

* Jika terjadi perceraian sebelum masa habis 2 tahun, penyelesaian dilakukan melalui mediasi legal dan dokumen rahasia tidak boleh dibocorkan.

Della berdecak kecil. Setiap kata, angka, dan batasan terasa mengekang sekaligus memikat. Dua puluh ribu lembar artikel gosip mengerem dunia kecilnya, tapi di balik dokumen ini, ada tawaran—mandi dalam embun kebebasan finansial, diiringi penampakan status ‘istri CEO’. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba meredam rasa cemas bercampur geli akan absurditas situasi ini.

Adrian duduk di kursi balik meja, menatapnya serius. “Kau boleh memikirkan ini. Aku sudah mengatur janji dengan notaris hari ini jam tiga, agar bukti hukum bisa segera kami tandatangani. Jika kau setuju, bawa map ini ke sana. Jika tidak… kau bebas pulang. Tak ada paksaan.”

Della mengangguk pelan. “Aku akan lihat lebih detail… dan mungkin konsultasi dengan Pak Darto atau pengacara.”

Adrian mengangkat alis. “Jika kau membocorkan isi kontrak ini kepada pihak lain sebelum ditandatangani, aku anggap itu pelanggaran—dan kontrak batal secara otomatis.”

Della tertegun, lalu menutup map dengan lembut. “Baik, Tuan Rahardja. Terima kasih.” Ia berdiri, menyerahkan map kosong di mejanya. “Aku akan memberitahu keputusan sebelum jam dua siang, apakah aku datang ke notaris.”

Adrian berdiri juga, menepuk bahu Della tipis. “Kerja bagus. Aku menghargai ketepatan waktu.”

Della keluar dari kantor, dada masih bergetar. Di lorong, ia berusaha menenangkan pikiran: “Nikah kontrak. Tiga kata itu seperti gegap gempita—tapi aku bisa lepas dari gelar ‘gadis terjodoh’-nya keluarga.” Ia menekan dada, menahan detak jantung. Dengan langkah terhuyung, ia menuju lift, menuruni tangga—menuju dunia yang ia kenal, sekaligus menatap gerbang dunia baru yang menunggu: pernikahan berdasarkan kontrak, lembaran ke-pertiga di atas kanvas hidupnya.

---

Di sebuah kedai kopi kecil tak jauh dari menara, Della duduk di sudut paling remang dengan map di pangkuan. Ia meneguk kopi tubruk hangat, menatap coretan-coretan di margin kertas yang ia ambil dari map kontrak. Di meja teronggok kertas putih lain: sketsa sketsa rumah adat Tegalarum, wajah ayahnya, lukisan bunga melati—semua memanggilnya untuk kembali ke masa lalu. Namun di sudut lain pikirannya, angka-angka tunjangan dan biaya hidup modern menari menggoda.

Pak Darto yang setia tiba di kedai, duduk tepat di hadapannya. Wajah lelaki paruh baya itu terkerut melihat map biru tebal. “Apa benar kau akan menikah?” tanyanya lirih.

Della menunduk. “Bukan menikah karena cinta, Pak. Aku… aku hanya ingin bebas.” Ia menarik napas dalam. “Tawaran nikah kontrak dua tahun. Uang bulanan besar, tempat tinggal, semua ditanggung. Aku bisa lari jauh dari arahan ayah.”

Pak Darto memejamkan mata, lalu menggeleng. “Della, bebas bukan berarti menggadaikan harga diri. Tapi… aku tahu kau berani. Aku setuju, asalkan kau paham risikonya.”

Della tersenyum pahit. “Aku paham, Pak. Aku tak akan menyerah begitu saja. Kontrak ini mungkin satu-satunya jalan.”

Pak Darto menepuk telaunya. “Kalau begitu, pastikan kau baca setiap detil. Jangan sampai ada klausul yang mengikat lebih dari dua tahun.”

Della mengangguk, lalu mengambil pull penandatanganan. Ia mencoret beberapa bagian: batasan publikasi media sosial, kompromi hak privasi—beberapa klausul tampak terlalu mengekang. Ia menulis catatan kecil: *“Tanyakan kemungkinan revisi poin 3.2 dan 4.1”*. Setelah tiga jam, map itu berlubang pin, penuh catatan.

---

Pukul dua siang, Della kembali ke menara bersama seorang notaris independen—wanita berkacamata tebal, pengacara muda bernama Ibu Nirmala. Dalam ruang rapat kaca lantai 45, seorang ajudan Adrian mengulurkan air mineral dan tisu. Di atas meja panjang terhampar map map biru dan alat tulis. Adrian hadir bersama pengacaranya.

“Baiklah,” buka Adrian. “Tuan Nirmala, silakan.”

Ibu Nirmala membuka map revisi Della. Ia mengusap dagu, lalu menoleh pada Adrian. “Pak Adrian, poin-poin ini bisa dinegosiasikan: pembatasan publikasi media bisa dikurangi, dan klausul penalti untuk pelanggaran privasi dapat dipertimbangkan kembali. Saya sarankan batas denda maksimal Rp 200 juta, bukan 500.”

Adrian memandang Della sekali, lalu menoleh pada pengacaranya sendiri. “Setuju?”

Pengacaranya mengangguk pelan. “Demi fleksibilitas kedua belah pihak, kami persilakan poin tersebut direvisi.”

Della menahan napas. Dunianya tergambar jelas: jika Adrian menyetujui ini, artinya… ia sungguh serius. Ia menatap mata abu-abu itu, melihat kilau hormat—sesuatu yang belum pernah ia rasakan dari keluarga sendiri.

Adrian mengangguk setuju. “Poin 3.2 dan 4.1 direvisi sesuai usulan Ibu Nirmala. Semua syarat lainnya tetap.” Ia menoleh ke Della. “Bagaimana menurutmu?”

Della mengangkat kepala. “Aku setuju, Tuan. Terima kasih.” Suaranya nyaris bergetar, tapi ia menahan air mata bahagia. Ini adalah kemenangan kecil—negosiasi pertama dalam hidupnya.

---

Di ruangan kecil sebelah, notaris menyiapkan draf final. Della mengenakan kebaya modern berwarna lembayung pucat, rambut disanggul rapi namun sederhana. Adrian tampak kharismatik dalam tuksedo abu-abu gelap. Mereka duduk berdampingan, menatap dokumen perjanjian pernikahan kontrak itu di atas meja.

“Bismillahirrahmanirrahim,” ucap notaris sebelum memulai. “Silakan Pak Adrian menandatangani di kolom sebelah kiri, dan Nona Della di kolom sebelah kanan.”

Tangan Della gemetar saat menggenggam pulpen hitam. Di depannya tertulis nama lengkap, nomor KTP, dan kata-kata “Menikah Kontrak Dua Tahun”. Ia menekan ujung pulpen, lalu menorehkan tanda tangan—goresan kecil yang mengikat masa depannya.

Adrian selesai terlebih dulu, menutup pulpen, lalu menatap Della dengan lembut. Momen itu begitu singkat, namun terasa membekas: bukan ciuman, bukan pelukan, tapi sebuah janji hukum yang tercipta di antara mereka.

Notaris mengetuk meja. “Perjanjian telah resmi terdaftar. Selesai.”

Mereka saling berpandangan, lalu Adrian berdiri, merangkul bahu Della dengan ringan. “Selamat, Mrs. Rahardja—untuk dua tahun ke depan.”

Della menoleh, menatap matanya yang biasanya dingin kini sedikit lebih hangat. Ia menanggapi rangkulan itu dengan senyum tipis. “Selamat, Mr. Rahardja.”

Di balik pintu kaca ruang akad, lampu jalan Amaris bersinar terang. Dua puluh empat bulan ke depan terhampar di hadapan mereka—lembar baru yang akan diwarnai persahabatan semu, konflik tersembunyi, dan mungkin, benih-benih cinta yang perlahan tumbuh di antara klausul hukum dan janji kontrak.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel