Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Rumah Yang Aneh

Keheningan malam sukses membuat rumah yang jauh dari keramaian, menjadi sangat mencekam. Rumah besar tersebut di kelilingi kolam ikan yang sangat tidak terurus, hingga menghasilkan bau yang membuat hidung tidak nyaman.

Samentha, nyonya besar yang memegang semua kendali di rumah itu, berdiri di tepi kolam. “Keberanian apa yang merasukimu, hingga bisa membawa cucuku kabur?”

Deg

Satu pertanyaan yang sukses membuat Anna terpaku. Dia tidak mampu menjawab, dan tubuhnya begitu gemetar. Anna berdiri di antara dua pria yang baru saja ditemuinya dan menyeretnya ke rumah besar tak terurus tersebut. Padahal pemiliknya memiliki asisten rumah tangga, namun tetap saja rumah tersebut kotor dan berantakan.

Entah apa yang dipikirkan nenek tua itu. Sepertinya yang berguna di rumah tersebut hanyalah para bodyguardnya.

“Kenapa kamu diam? Ayo jawab pertanyaan saya!” serunya sedikit keras. Samentha yang awalnya berdiri membelakangi Anna pun berbalik, dia berjalan perlahan mendekati gadis tersebut.

Dengan gemetar Anna pun membuka mulut. “Maafkan aku, aku benar-benar tidak sengaja,” ujarnya lirih.

Samentha tersenyum miring. “Kamu mau membodohiku? Jangan sok polos di depanku!” serunya lantang.

Bahu Anna terangkat, matanya membelalak, alis gadis itu pun melengkung lebih tinggi. “Aku tidak bohong, tolong jangan sakiti aku!” pintanya dengan bibir yang begitu gemetar.

Tiba-tiba, Reihan datang. Pria itu berlari menghampiri sang nenek. Dengan terengah-engah dia berkata, “Kenapa nenek selalu mencampuri hidup Reihan?” tanyanya setelah berhenti persis di depan Samentha.

Anna yang mendengar pria tersebut memanggil dirinya sebagai Reihan pun akhirnya mengetahui nama pria itu. Pria yang telah berbaik hati memberikannya makan dan menolongnya dari pedofil.

Oh jadi namanya Reihan, ucap Anna dalam hati. Anna tidak pernah menyangka akan di pertemukan dengan pria seperti Reihan. Akan sangat tidak baik jika pertemuan ini terus berlanjut, karena sepertinya hidup Reihan juga sedang tidak baik-baik saja.

“Aku tidak tau gadis itu siapa. Yang pasti dia tidak ada maksud jahat kepadaku, Nek!” jelas Reihan.

“Apa kamu lupa dengan aturan yang sudah Nenek tetapkan untukmu, Amor?” tanya Samentha tegas.

“Nenek tidak berhak mengaturku! Dan segera lepaskan gadis tidak bersalah itu!” kekeh Reihan.

“Iya, Nek, tolong lepaskan aku! Aku tidak kenal dengan Reihan. Dia hanya orang asing yang telah menuduhku sebagai penguntit,” sambar Anna polos.

Sontak semua mata tertuju pada Anna. Berani-beraninya gadis itu memotong pembicaraan antara nenek dan cucunya tersebut.

Tongkat pun melayang. “Aku tidak suka jika ada yang memotong pembicaraanku ketika aku sedang berbincang!” teriak sang nenek dengan mata nyalang.

Arghhh!

Brakk!! Tongkat itu menabrak dinding persis di belakang Anna. Untunglah Anna mampu menghindar. Kalau tidak, kepalanya bisa bocor seperti salah satu bodyguard yang sempat terkena tongkat kematian sang nenek.

“Nenek!” seru Reihan lantang.

“Kenapa sikap nenek begitu anarkis? Sampai aku tidak dapat mengenal nenekku yang dulu. Aku kecewa, aku ingin bertemu dengan nenekku yang dulu,” ujar Reihan lirih. Tak terasa air mata pria itu pun mengalir.

Samentha terdiam. Dia berjalan terbata-bata dan masuk ke dalam rumah tanpa tongkat yang selalu menemaninya kemana pun dia pergi.

Reihan menoleh ke belakang. Menatap Anna yang terlihat sangat lemah. Bentakan nenek sukses membuat Anna linglung. Seakan ada sesuatu yang kembali merasuki hati kecil yang dibuat khusus untuk menampung semua kesedihannya.

Tangan Reihan melambai, memberi isyarat agar dua budak neneknya itu pergi. Setelah semua pergi dan hanya tersisa mereka berdua, Reihan berjalan perlahan menghampiri Anna.

Dia berhenti tepat di hadapan gadis tersebut. “Hei siapa namamu?” tanyanya serius.

Anna mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk lesu. Mata gadis itu sayu, bibirnya mencebik. Rasanya Anna ingin menangis sekeras yang dia bisa. "Anna," jawabnya.

“Maaf! Aku membuat nenekmu marah,” ujar Anna pelan.

Reihan menghela napas pelan. Dia menarik Anna dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Mereka berdua berjalan beriringan. Tangan gadis itu pun tidak dilepas, entah Reihan lupa atau memang sengaja ingin memeganginya. Mereka pun sampai di satu ruangan berukuran sedang.

Ceklek!

Pintu terbuka, hal pertama yang dilihat oleh Anna adalah warna dinding Berwarna merah menyala dengan jendela berwarna biru tua, ditambah pintu berwarna kuning. Semua saling bertabrakan tanpa harmoni sama sekali.

“Ini tempat apa?” tanya Anna polos.

“Beristirahatlah di sini dulu. Sekarang sudah larut, sangat bahaya untuk pulang,” ucap Reihan lembut.

Anna mengangguk paham. Rupanya itu adalah ruangan untuk dirinya beristirahat. Anna juga sudah merasa sangat lelah. Betisnya terasa sangat besar karena sudah berjalan cukup jauh hingga larut malam.

….

“Mana nenek?” tanya Reihan pada salah satu asisten di rumahnya.

“Nenek baru saja masuk ke dalam kamar, Tuan,” jawab salah seorang yang ada di sana.

Reihan mengangguk paham. Dia berjalan ke belakang rumah. Di tepi kolam dia duduk sendiri sembari menikmati rokok dan kopi yang dia buat sendiri.

“Ini ulahmu tua bangka. Jangan harap kamu akan hidup dengan tenang! Aku akan mengejarmu walau ke ujung dunia sekali pun,” ucap Reihan dengan raut wajah penuh emosi.

Sementara itu, di sisi lain, Anna tidak bisa tertidur sama sekali. Dia masih terngiang-ngiang dengan kejadian yang menimpanya baru saja. Gadis itu terus menatap pintu kamar yang tertutup. Anna sangat takut kalau tiba-tiba nenek Reihan datang menghampirinya.

Tap!

Tap!

Tap!

Terdengar suara kaki yang berjalan pelan di depan ruang tempat Anna beristirahat. Anna yang memang belum tidur pun sontak dibuat kaget oleh langkah kaki misterius tersebut.

Langkah kaki semakin dekat. Bahkan suaranya tidak hilang, seperti orangnya hanya mondar-mandir di depan kamar yang ditempati oleh Anna.

Anna terus merapalkan doa. Berharap Tuhan akan menolongnya. Atau setidaknya rasa kantuk datang dan dia dapat tertidur secepat mungkin.

Namun, doanya tak kunjung dikabulkan. Bahkan mata Anna semakin menyalang. Dia tidak mengantuk sama sekali.

“Tuhan, aku tidak ingin mati sekarang,” seru Anna lirih

Suara langkah kaki tersebut semakin cepat. Bahkan sekarang Anna makin dibuat gemetar oleh gagang pintu yang bergerak naik turun. Sepertinya orang tersebut ingin masuk ke dalam ruangan tersebut. Untunglah Anna mengunci kamar itu dari dalam.

“Aku tidak suka tempat ini!” serunya.

Sudah beberapa menit berlalu. Namun, orang misterius itu masih berusaha masuk ke dalam ruangan tersebut. Tidak ada suara orang sama sekali. Hanya ada ketukan yang semakin lama makin menuntut pada pintu.

Anna memutuskan untuk tidur walau susah. Dia menutup seluruh tubuhnya menggunakan kain untuk menghilangkan rasa takutnya.

“Jangan menganggu gadis itu!” terdengar seorang pria berteriak dari luar ruangan. Sementara, Anna sudah tertidur pulas. Entah sejak kapan dia tertidur. Namun, hal itu jauh lebih baik dibanding terbaring dengan rasa takut.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel