Bab 8: Siksaan
Jam sudah menunjukkan pukul 09:00 WIB. Hachiro keluar dari dalam kamarnya. Matanya masih terus terfokus pada layar HP-nya. Jam ini ia akan nongkrong di cafe bersama dengan teman-temannya.
Pada saat Hachiro melewati ruang tamu ternyata di sana sudah ada Hito bersama dengan Chelsea yang sedang duduk bersantai di ruang tengah. Sedangkan Nyonya Hana sudah berangkat ke Bandara satu jam yang lalu.
"Mau kemana?," tanya Chelsea.
Pertanyaan itu berhasil membuat langkah kaki Hachiro langsung terhenti. Namun Hachiro tidak menoleh, ia diam di tempat dengan mata yang masih terus terfokus pada layar HP-nya.
"Mau kemana kamu?," tanya Hito.
"Nongkrong," jawabnya singkat.
"Gak usah! Hari ini kamu tidak usah keluar, mulai hari ini aku yang urus semuanya jadi kamu harus mematuhi perintah aku sebagai pengganti Mama. Mama sedang pergi ke luar negeri," tutur Hito.
Senyuman langsung mengembang di bibir Hachiro, sekarang ia merasa bebas sebab Nyonya Hana tidak ada di rumah dan pastinya tidak akan ada lagi yang memarahinya. Untuk masalah Hito ia masih tidak begitu perduli dengan semua perintah Hito.
Hachiro kembali melangkahkan kakinya lagi, membuat Hito langsung bangun dan berteriak.
"HACHIRO!!"
"Apa sih!" Hachiro langsung berbalik menghadap Hito dan Chelsea, "kalian ingin apa, ah? Apa kalian ingin mengoceh seperti Mama, iya?"
"Kamu ini! mau jadi apa kamu nanti kalau kamu seperti ini, tidak mau di atur, bandel! Malu maluin keluarga ini saja tau gak!" Bentak Hito.
"Sayang, sudah sudah. Jangan marahi adik kamu, kasihan dia," ucap Chelsea berusaha untuk membuat suasana panas tersebut menjadi dingin.
"Tidak. Ini tidak bisa di biarkan! Bisa bisa dia akan semakin ngelunjak nantinya. Aku masih tidak tau dengan anak satu ini, bisanya hanya buat masalah, masalah dan masalah! Apa dia tidak malu apa? Harus di marahin setiap hari, gak capek kamu, ah?!," ujar Hito.
"Sudah sudah sayang, sudah," Chelsea mengusap lembut bahu kanan Hito agar tidak terbawa emosi.
"Aku gak capek, kamu sudah puas dengan itu?"
Jawaban simpel dan sangat tenang itu semakin membuat Hito merasa panas. Hito menatap tajam mata Hachiro dengan sangat mematikan. Adik Hito satu satunya itu tidak pernah mau menuruti semua kemauannya dan bukan itu saja bahkan ketika Nyonya Hana marah, Hachiro akan menanggapinya dengan sangat tenang.
"Kamu menjijikkan!" Hito mengepal keras kedua tangannya.
Anisa yang berada di ruang tengah tidak sengaja mendengar perdebatan yang terjadi antara Hachiro dan Hito. Rasa penasaran kini berhasil membuat Anisa mulai mendekat ke arah ruang tamu dan melihat pertengkaran tersebut.
"Ada apa dengan mereka?,"
Anisa berdiri di belakang guci besar yang berharga ratusan juta. Ia penasaran dengan pertengkaran tersebut dan berusaha untuk menguping dengan cara sembunyi-sembunyi.
"Kau mengatakan aku menjijikan? Aku ingin bertanya, yang menjijikan itu aku atau kamu, ah? Lihat semua perlakuan kamu kepada semua orang, apa itu baik? apa itu tidak menyiksa?"
Hachiro berhasil menyindir Hito dengan tipis dan mulus. Semakin membuat Hito geram.
"Sudah, jangan buat keributan pagi ini. Sudah ya sayang, Hachiro kamu juga gak boleh begitu ya," pinta Chelsea dengan sangat lembut.
"Aku gak perduli, aku tidak kenal dirimu."
Hachiro membalikkan badannya dan melangkah pergi, hingga perkelahian pun terjadi di antar Hito dan Hachiro. Hito langsung berjalan menuju Hachiro kemudian menghajar Hachiro tanpa ampun. Emosi Hito sudah tidak bisa di tahan hingga meluap dan langsung menghajar Hachiro.
Buk, Dhuak!
"Sudah! Tolong jangan ribut! Hachiro, hito!!" Teriak Chelsea.
Anisa langsung membulatkan matanya. Ia benar-benar shock menyaksikan itu. Tubuhnya gemetar, Anisa takut dengan keributan yang berujung pada kontak fisik, seperti berkelahi. Anisa juga tidak terima melihat Hachiro yang sudah ia anggap temannya tiba tiba di hajar tanpa ampun oleh Hito.
"Kenapa Hito begitu jahat?" Anisa mulai panik.
Anisa ingin mencoba untuk membantu Chelsea yang sudah berusaha melerai Hito dan Hachiro, namun ketika Anisa ia melangkah tiba-tiba kakinya tersandung guci besar, hingga guci tersebut jatuh dan hancur tak berbentuk lagi.
PYAAAR!
Dua orang yang berkelahi itu langsung terhenti ketika mendengar suara keras tadi. Mereka bertiga menoleh ke arah Anisa yang sudah berdiri di sebelah guci yang sudah pecah. Anisa hanya bisa diam sambil menganga melihat guci yang berdiri tadi, kini telah pecah karena kecerobohannya.
Hito langsung menatap tajam Anisa, ia mengerutkan kedua alisnya dan berjalan menuju Anisa.
"Apa yang kamu lakukan?," tanya Hito.
Anisa benar benar panik, "E-ee itu aku tadi tidak sengaja tersandung guci ini hingga guci nya jatuh dan pecah! Maaf aku tidak berniat untuk ini!" tuturnya berusaha untuk menjelaskan.
"Kau tau guci ini harganya berapa, ah?" Bentak Hito.
Anisa langsung menunduk dan menggelengkan kepalanya. Dia benar-benar merasa bersalah sekali.
[Aduh! aku ceroboh sekali,] seru Anisa di dalam hati.
Hito langsung berhenti tepat di hadapan Anisa. Sekarang Hito sedang tersulut emosi tinggi. Emosinya sangat sulit sekali untuk di kendalikan oleh Hito bahkan dengan tidak segan-segan Hito akan berperilaku kasar terhadap siapapun yang membuatnya marah, kecuali kepada Nyonya Hana. Karena Hito sudah terlebih dahulu berjanji untuk bisa menuruti semua perintah Nyonya Hana tanpa terkecuali.
"Maaf," kata Anisa.
"Sudah sayang, kamu tidak boleh memukulnya. Dia perempuan, kamu harus bisa mengontrol dirimu," pinta Chelsea.
"Diam!" Hito mulai terasa dingin.
"Sekali lagi kamu memukulnya ataupun menyentuh sedikit tubuh perempuan itu! Maka siap siap pertarungan terjadi di rumah ini!" Ancam Hachiro sambil memegangi sudut bibirnya yang sudah mengeluarkan darah kental karena pukulan kasar Hito tadi.
Hito tidak menggubris ancaman Hachiro tadi. Dia hanya diam menatap Anisa tanpa henti lalu memegangi kedua bahu Anisa dengan sangat kasar.
"Maafkan aku, tolong lepaskan. Tangan aku sakit!" Anisa meringis kesakitan.
"Sakit? Sakit, ah? Coba kamu lihat berapa parahnya kesalahan kamu hari ini! kamu tau harga guci itu berapa? Kamu gak tau kan? Harga guci itu jauh lebih mahal dari harga dirimu, harga guci itu sangatlah mahal! Kau tau itu, ah?!!" Teriak Hito.
Chelsea berjalan mendekati Hito, "Sudahlah sayang jangan buat keributan seperti ini!" pintanya.
"Pergi ke kamar. Aku pinta kamu untuk pergi ke kamar, sekarang juga!!" Bentaknya.
"Kenapa kamu membentak diriku? Kamu sudah berani melakukan itu kepada aku, iya? Aku kecewa dengan kamu, kecewa sekali."
Chelsea langsung pergi dari tempat tersebut dengan perasaan sedih. Ia begitu kecewa terhadap Hito, sebelumnya Hito tidak pernah membentak Chelsea. Namun hari ini Hito sudah melakukan itu dan Chelsea sangat tidak suka di bentak oleh siapapun.
"Lepaskan cengkeraman tangan kamu di bahu ku, itu sangat sakit! Lepaskan!"
Hito tidak menjawabnya dan malah memperkuat cengkeraman tangannya di bahu Anisa. Anisa merasakan kedua bahunya sudah nyeri dan mungkin akan memberikan bekas luka di sana.
"Rasakan itu! Hukuman ini masih belum berakhir!" Hito menatap tajam kedua bola mata Anisa dengan penuh amarah.
Guci itu adalah barang yang sangat antik. Salah satu barang kesukaan Nyonya Hana, maka dari itu Hito langsung murka ketika melihat guci kesayangan Ibu nya sudah hancur tak berbentuk lagi.
"Lepaskan tangan kamu Hito!" Hachiro mendekati Hito dan langsung menepis kasar kedua tangan Hito dari bahu Anisa. "Kamu itu waras atau enggak sih! Otak baik kamu kemana? Jangan seenaknya begini!!"
Anisa diam. Dia mengusap lembut kedua bahunya yang terasa lumayan nyeri. Kecerobohannya siang ini berhasil membuat keributan antara Hachiro dan Hito.
Hito langsung menatap Hachiro dengan tatapan marah, "Yang gak waras itu kamu!! Kamu yang gak waras itu Hachiro! Kamu siapa dia, ah? Apakah dia kakak mu? Apa dia bagian keluarga mu? Tidak kan, lalu apa yang membuat dirimu jadi seperti ini?" Bentak nya.
"Aku masih punya rasa kasihan! Tidak seperti dirimu, melakukan hal bodoh hanya demi sebuah perintah dan pujian. Apa kamu kekurangan pujian? Apa kamu tidak takut dosa? Menyiksa orang lain dan bahkan membunuh beberapa orang. Kau masih sehat jadi kamu harus lebih pintar lagi dalam mengurusi isi otak mu itu."
Hachiro langsung menarik Anisa untuk pergi meninggalkan Hito sendirian di ruang tamu. Namun tangan kanan Hito berhasil menarik rambut Anisa agar Hachiro berhenti.
"Ah! Sa-akit!" Anisa langsung meringis kesakitan. Pita yang tadinya membalut rambut Anisa pun langsung terlepas.
"Kau sungguh gila! Lepaskan tanganmu! Dia ini perempuan, dimana otak sehat kamu itu!" kata Hachiro.
Senyuman sinis kini berhasil terpancar di bibir Hito. Tangan kanannya terus menarik rambut Anisa dengan begitu sadis, membuat Anisa merasakan kesakitan hingga meneteskan air mata.
"Dia harus aku hukum! Lepaskan tangan mu dari lengannya, maka aku akan melepaskan tangan ku dari rambut Si
wanita kampungan ini, cepat!" Pinta Hito.
"Tolong lepaskan rambutku, itu sangat sakit!" Pinta Anisa sesekali meringis kesakitan.
Dengan sangat terpaksa nya Hachiro langsung melepaskan tangannya dari lengan Anisa. Hachiro tidak tega melihat Anisa yang terus menangis merasakan sakit di bagian kepalanya.
"Aku sudah melepaskannya, jadi sekarang giliran tangan kotor kamu itu untuk melepaskan rambut Anisa!"
Ucapan Hachiro mulai terasa dingin. Tatapan tajam nan mematikan Hachiro kini menyambut Hito yang begitu tenang dengan senyuman sinis nya. Tidak lama kemudian tangan Hito langsung melepaskan rambut Anisa dengan sembarangan.
"Lebih baik kau pergi dari hadapanku. Aku ingin menyelesaikan masalah guci ini berdua saja, anak kecil tidak boleh imut campur! Sana pergi," usir Hito.
"...aku tidak mau!" Hachiro masih ingin diam di tempat. Sebenarnya di dalam hatinya, Hachiro sudah sangat geram sekali dengan tingkah sang kakak. Ingin sekali kedua tangannya menonjok wajah Hito sampai babak-belur, mungkin dengan itu Hito akan berubah menjadi lebih baik lagi.
"Pergi ke kamar mu atau aku akan membuat wanita ini tergeletak tanpa nyawa hari ini juga," ancam Hito.
Hachiro mulai bingung. Sekarang dia berada di posisi yang tidak nyaman, jika dia pergi Hito akan seenaknya menyiksa Anisa tanpa ampun. Namun jika Hachiro tidak pergi, yang ada peluru panas mungkin akan membuat nyawa Anisa menciut dalam hitungan detik saja.
Tidak ada yang tidak mungkin dari ucapan Hito. Jika ia sudah berkata demikian, maka ia harus melakukan hal demikian pula. Karena hal tersebut Hito terkesan jahat. Ia tidak segan-segan membunuh beberapa orang dalam hitungan menit saja.
"Kau masih ingin di sini?" tanya Hito dengan begitu entengnya.
Anisa melihat ke arah Hachiro. Tatapan tajam Hachiro tidak pernah menghilang untuk Hito, kedua tangan pun yang sudah mengepal keras. Ia mengambil ancang-ancang untuk membuat tubuh Hito menjadi remuk setelah ini. Hachiro sudah bersiap untuk berkelahi dengan sang kakak.
[Aku berharap Hachiro pergi saja dari sini, aku tidak mau teman baik ku di rumah ini harus terluka karena diriku,] batin Anisa.
"Satu,"
"Dua....aku akan menghitung dirimu sampai hitungan ke-lima. Jika kamu tidak pergi pada saat hitungan ke lima, bersiaplah dengan apa yang aku ucapkan tadi." Tutur Hito.
Tangan Hachiro semakin mengepal keras. Emosinya sudah pecah dan terasa agak sulit untuk ia kendalikan. Tubuhnya terasa mulai panas. Semarah itukah Hachiro hari ini? sebelum sebelumnya ia tidak pernah marah hingga terbawa emosi seperti itu. Hachiro sungguh berbeda sekali hari ini.
"Tiga,"
"Aku tidak apa apa kok, kamu pergi saja." ujar Anisa. Ia masih sempat tersenyum ke arah Hachiro, agar Hachiro tidak begitu khawatir terhadap nya.
"Empat." Hito sudah mulai senang. Ia agak memperlambat hitungan ke lima nya. Ingin menikmati keindahan ekspresi Hachiro.
[Orang gila, dasar gak waras!] kata Hachiro di dalam hatinya. Selang beberapa detik, tiba-tiba kaki Hachiro terangkat untuk pergi meninggalkan Anisa dan Hito.
"Lima,"
[Jangan sok kamu Hachiro, liat saja dirimu itu. Diam tak berdaya, kasihan sekali]
Hito semakin berbangga diri melihat sang adik menurut untuk pergi meninggalkan tempat tersebut. Hito memutar tubuhnya menghadap Anisa. Tidak ada saling tatapan mata di saat itu, Anisa hanya menunduk takut. Sedangkan Hito sudah menatap Anisa.
"Kau ingin mengganti guci mahal itu atau kamu memilih untuk di hukum?"
Anisa langsung mendongak, melihat ke arah Hito sekilas lalu ia kembali menundukkan kepalanya.
"Aku tidak punya uang untuk mengganti barang mahal tersebut. Aku minta maaf, aku sangat ceroboh tadi! Maafkan aku, aku mohon." Anisa terus menunduk takut.
"Berarti hukuman yang akan kau dapatkan hari ini. Satu hari ini full kamu akan di hukum berat, bukan hanya satu hari ini, tapi satu bulan ini. Kau akan bekerja sendirian untuk mengganti semua tugas para pekerja di rumah ini!" Tuturnya.
Hukuman beratnya adalah Anisa harus bertugas untuk menggantikan semua tugas para pekerja. Dari membersihkan rumah, memasak, mencuci dan melakukan tugas tugas lainnya juga. Hukuman itu akan berlaku hingga satu bulan lamanya.
Pyaaar!
Hito dan Anisa sontak kaget mendengar suara tersebut. Ternyata suara itu adalah suara piring antik yang Hachiro lempar dengan begitu kasar hingga pecah menjadi beberapa bagian.
"Kau gila? Apa yang kamu lakukan itu, ah? Itu piring antik harganya sangat mahal dan hanya tinggal satu saja di negara ini! Apa kau sudah tidak waras melakukan hal gila itu? Itu piring hadiah ulang tau Mama!!" Bentak Hito.
Hachiro langsung tersenyum. Ia menatap Hito dengan sinis, "apa aku juga akan di hukum?" tanyanya dengan begitu santainya.
