Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7: Luka Baru

Hito menuruni satu persatu anak tangga. Ia merasa sangat haus, tenggorokannya kering. Air akan menghilangkan rasa hausnya itu. Kedua bola mata Hito melihat sosok Nyonya Hana kini sedang mondar mandir di ruang tamu.

"Mama ngapain di situ?" tanya Hito. Kedua alisnya mengerut melihat sang Mama dengan begitu teliti, "ada apa sih?"

Hito langsung turun dengan terburu-buru lalu menghampiri Nyonya Hana.

"Mama ngapain di sini? Biasanya Mama keluar kamar kalau sudah jam tujuh, ya kecuali kalau ada janji. Bukannya hari ini adalah hari libur, Mama lagi nungguin siapa?"

Hito merasa penasaran. Ia melihat ke seluruh penjuru ruangan dan terlihat tidak ada siapapun di sana, bahkan pintu masuk pun masih tetep tertutup.

"Mama menunggu Gadis miskin itu," jawabnya singkat.

"Gadis miskin? Si kampungan itu, Anisa?" tanya Hito mencoba untuk meyakinkan lagi.

"Iya, Mama ingin melihat gadis miskin itu pagi ini. Mama gak mau liat dia seenaknya di rumah ini, apalagi berperilaku layaknya majikan, Mama tidak suka itu. Tapi awas saja jika benar dia begitu, akan Mama bunuh ia." Tutur Nyonya Hana dengan mengancam.

Pagi ini Nyonya Hana ada urusan di luar negeri, di negara kelahirannya, yaitu di Jepang. Ia sudah mempunyai rencana untuk menetap selama beberapa bulan di sana. Nyonya Hana rindu terhadap keluarga di Jepang, kemungkinan semua urusan perusahaan akan di kendalikan oleh Hito untuk beberapa bulan selama Nyonya Hana tidak ada di Indonesia.

"Hachiro yang mengurusnya tadi malam," kata Hito dengan nada malas.

Nyonya terkejut mendengarnya, "Apa! Kenapa bisa Hachiro yang mengurusnya?Kenapa tidak kamu saja?"

"Hachiro maksa. Katanya dia yang akan mengurus Si gadis kampung itu!"

"Lalu kenapa bisa kamu biarkan itu, kamu tau kan kalau kita ingin membuat gadis miskin itu menderita? Jadi kamu jangan beginilah, jangan memberikannya langsung kepada Hachiro! Hachiro tidak tau apa apa masalah ini, ini masalah kita." Tegur Nyonya Hana langsung.

"Maaf, Ma. Hito tau Hito salah," ucap Hito kemudian menundukkan kepalanya.

Namun siapa sangka, di balik perbincangan yang terjadi ternyata Anisa sudah berjalan menuju ruang tamu. Samar samar Anisa mendengar perbincangan yang terjadi. Bukan itu saja, Anisa sebenarnya sudah mengetahui jika pernikahan yang terjadi bukanlah sebuah pernikahan yang asli melainkan hanya untuk permainan saja bagi mereka berdua dan tidak lebih dari itu.

"Kalian memanggil ku?" tanya Anisa.

Nyonya Hana dan Hito langsung menoleh dan memutar badannya menghadap Anisa. Penampilan Anisa membuat Hito tercengang. Anisa terlihat berbeda sekali bahkan terkesan cantik. Wajah Anisa yang awalannya natural tanpa warna sedikitpun, kini nampak merona dan mempesona. Bukan itu saja, baju yang biasanya selalu menutup kini berubah menggunakan seragam pembantu yang membuat paha Anisa terlihat separuh karena baju seragam yang agak terbuka. Rambut yang begitu rapi dengan gulungan pita semakin memeriahkan tubuh Anisa, kini Anisa terlihat seperti wanita remaja berumur 17 tahunan.

Bukan Hito saja yang terkejut melihat perubahan itu, melainkan Nyonya Hana agak sedikit pangling melihat perubahan pada penampilan Anisa.

"Kau Anisa?" tanya Nyonya Hana.

"Iya, ini aku, Anisa." Jawabnya.

Hito diam sambil menatap tajam Anisa namun Anisa lebih memilih untuk tidak menatap kedua bola mata Hito. Anisa mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Kau ternyata cantik juga dengan penampilan pembantu seperti ini, kamu terlihat cantik dan sangat pas sekali menggunakan baju seragam seorang pembantu, iya seorang pembantu dan tidak lebih dari itu." Kata Nyonya Hana seraya menyindir tipis Anisa.

Anisa diam. Ia tidak ingin membuat masalah baru di pagi ini. Sabar mungkin adalah jalan paling jitu untuk tidak membuat pertengkaran.

"Kenapa diam? Apa kamu tidak suka aku puji?"

"Anda memuji saya atau malah sebaliknya?" tanya Anisa balik.

Senyuman sinis kini mengembang di bibir Nyonya Hana. Ia terlihat begitu merdeka ketika jawaban dari mulut Anisa tadi terdengar agak kesal.

"Aku memuji mu, tapi hanya sedikit." Nyonya Hana melipat kedua tangan di depan dadanya lalu mendekati Anisa dengan pandangan sini, "dengarkan ini, kau bukan siapa-siapa di rumah ini. Jangankan jadi memantu, jadi pembantu di rumah ini saja aku masih merasa tidak sudi! Namun apalah daya semua ini terpaksa aku lakukan! Hanya untuk menghindari kerusakan nama keluarga ini karena ulah Jordi dan kamu!"

"Bukannya ini adalah ulah anda, kenapa anda dengan seenaknya mengatakan hal yang seperti itu kepada saya? Saya dan kakak saya adalah korban, kakak saya meninggal karena anda, kau paham itu?,"

Anisa berusaha untuk menahan rasa amarahnya di pagi ini. Sebenarnya ia ingin sekali memukul kasar mulut Nyonya Hana ketika mengatakan hal tadi.

Nyonya Hana langsung menarik dagu Anisa dengan kasar, "Ulah saya? Ulah kakak kamu lah, kalau bukan karena dia karena siapa lagi?, Saya tidak salah dan saya tidak mau salah kau paham itu?," ujarnya dengan sangat geram.

Tangan Anisa terangkat dan langsung menepis tangan Nyonya Hana dari dagunya yang sudah mulai terasa sakit.

"Lepaskan saya! Anda kira ini lucu?, Tidak! Anda sudah tua dan tidak pantas....,"

PLAK!

Tamparan kasar itu berhasil mendarat dengan begitu mulus di pipi kiri Anisa. Pipi itu kini merasakan nyeri yang begitu luar biasa. Bukan itu saja, Anisa langsung meneteskan air mata. Dia tidak pernah merasakan kekerasan seperti itu dari sang kakak ataupun orang tuanya.

Anisa terkenal dengan seorang anak perempuan yang baik dan jangan membantah, kecuali hal yang tidak benar, baru Anisa akan menolak.

"Mulut kamu terlalu busuk untuk mengatakan hal yang seperti itu! Kau tau dia ini siapa, ah?" Bentak Hito, ia tidak terima melihat Anisa mengatakan hal seperti tadi kepada Nyonya Hana.

Nyonya Hana menatap Anisa yang sudah diam sambil memegangi pipi kirinya. Senyuman sinis tidak pernah hilang dari bibirnya. Hito akan selalu mendukung apapun yang Nyonya Hana mau, bukan itu saja, Hito tidak akan terima jika Nyonya Hana di rendahkan oleh orang lain.

"Nikmat bukan?," tanya Nyonya Hana.

Anisa diam. Tidak melihat ke arah mereka berdua.

"Aku masih belum puas melihat wanita kampungan ini di siksa! Buat dia se menderita mungkin, aku akan terbang ke Jepang nanti siang dan Mama harap kamu bisa membuat wanita ini menjadi gila karena di siksa! Mama sangat mengharapkan itu!" Nyonya Hana tanpa henti menatap Anisa yang terus diam sambil mengusap-usap pipi kirinya.

"Mama ingin ke Jepang untuk apa? Hari minggu loh, Ma," kata Hito sedikit bingung mendengar kabar Nyonya Hana yang ingin terbang ke Jepang secara mendadak.

"Mama ada pertemuan mendadak, urus semuanya dengan sebaik mungkin, termasuk wanita kampungan ini. Mama harap setelah Mama pulang nanti wanita ini sudah gila karena di siksa, kau paham?,"

Lagi, lagi, dan lagi, Hito harus di tinggal ke luar negeri oleh Sang Mama. Semuanya akan ia urus sendirian. Masalah kantor dan juga masalah rumah, semuanya akan ia pikul sendirian selama beberapa bulan ke depan. Hito sebenarnya tidak keberatan untuk masalah tersebut, namun yang membuat Hito agak malas itu adalah ketika Hito ingin menghubungi Nyonya Hana pada saat Nyonya Hana sudah berada di luar negeri, karena akan sangat sulit sekali. Bahkan satu bulan hanya bisa satu kali Hito berkomunikasi dengan Nyonya Hana di jam yang sangat singkat sekali.

"Bisa di tunda dulu kan, Ma. Jangan sekarang juga lah! Hito masih ingin bersenang-senang dengan Chelsea, jangan sekarang ke Jepang nya kan bisa bulan depan atau dua minggu lagi," rengek Hito mengharap Nyonya Hana tidak akan pergi ke Jepang.

"Ini sudah keputusan Mama, mama yakin kamu bisa untuk mengatur semuanya." ujar Nyonya Hana.

"Aku yakin Mama akan sangat sulit untuk di hubungi, aku sudah yakin itu! Selesaikan proyek yang belum selesai itu, Ma. Kasih waktu Hito untuk bersenang-senang dengan kekasih Hito bulan ini!"

Nyonya Hana langsung menatap Hito dengan begitu serius.

"Ayolah, Ma. Kali ini saja, ya?" Mohon Hito.

"Kamu bisa bebas, namun untuk urusan kantor Mama akan minta Pak Yoyok untuk mengatur semuanya. Kamu bisa bersenang-senang dengan kekasihmu sesuka hati, sudah kelar kan?,"

Anisa hanya diam menyaksikannya. Sebenarnya ia tidak mempunyai hak untuk ikut campur ke dalam masalah keluarga tersebut. Cemburu saja Anisa mungkin dilarang, pernikahan yang terjadi pun bukanlah masalah penting bagi Nyonya Hana dan Hito, apalagi masalah cemburu. Tidak ada harganya bagi mereka berdua tentang kecemburuan Anisa.

"Aku lebih baik kembali ke belakang, kalian selesaikan masalah kalian, aku tidak ingin ikut campur."

Anisa langsung membalikkan tubuhnya untuk pergi namun Hito langsung melangkah dan menarik baju belakang Anisa untuk berhenti. Untungnya baju seragam tersebut sangat kuat, meskipun di tarik sekuat apapun dia tidak akan bisa robek.

"Mau pergi kemana, ah? Memangnya kami sudah mengizinkan kamu untuk pergi?," kata Hito dengan nada kesal.

"Lepaskan tanganmu, aku tidak suka kamu perlakukan aku kasar seperti layaknya binatang! Aku wanita, kau tau itu! Aku ini adalah istrimu, istri sah mu," ujar Anisa dengan suara nyaring.

"Aku gak sudi mempunyai istri kampungan, jelek dan kumuh seperti kamu ini, kau paham itu!!" Teriak Hito lalu melepaskan tangannya dari baju seragam Anisa.

Hati Anisa sangat remuk mendengar itu, ternyata khayalan nya salah. Tidak ada cerita manis bahkan cerita indah setelah pernikahan. Anisa tidak dianggap sebagai istri bahkan hanya di jadikan pembantu di rumah mertuanya yang sangat kaya dan juga jahat. Kedua bola mata Anisa menatap serius mata Hito. Air mata terbendung dan sedikit lagi akan mengaliri pipi Anisa.

"Aku ini adalah istri sah mu, aku istrimu," kata Anisa lirih dan air mata pun jebol menumpahi pipinya.

Nyonya Hana langsung memilih pergi dari tempat tersebut. Ia tidak ingin pusing mendengar pertengkaran yang mungkin akan terjadi sebentar lagi.

"Kamu istri aku? Aku tidak mau dan bahkan aku tidak rela jika kamu benar-benar menjadi istri aku, kau paham itu?!,"

Anisa diam, air matanya tidak berhenti mengalir di pipinya. Kedua tangannya mengepal kuat, sebenarnya ia ingin marah bahkan menghajar Hito tanpa ampun namun Anisa sadar, itu bukanlah satu cara yang baik.

[Aku kira pria tampan seperti kamu ini akan memberikan kebahagiaan yang luar biasa seperti aura wajahmu, namun aku salah Hito. Kamu tidak seperti apa yang aku harapkan, kamu beda sekali. Pernikahan kemarin seakan-akan tidak berarti di mata suami dan mertua aku, semuanya hanya di anggap mainan saja, apa mereka tidak pernah mengerti tentang sucinya ikatan pernikahan. Ya Allah bantulah hamba untuk menjalankan ujian hamba ke depan, Aamin.] batin Anisa.

Kedua tangan Anisa terangkat untuk mengusap bersih air mata di kedua pipinya. Berusaha tegar, menguatkan hati dan mentalnya sendirian, sakit hati ia rasakan sendiri. Hidupnya hanya tinggal sendiri saja, tidak ada yang lain, hanya ada suami dan mertua yang jahat.

"Berhentilah berakting menangis seperti itu! Aku tidak ingin menyaksikan air mata palsu kamu itu! Kamu sama sekali tidak berarti, kamu itu bukanlah siapa siapa di sini dan hanya sebagai babu saja. Hampir mirip seperti sampah yang sudah tidak bisa di gunakan dan di buang begitu saja, kau tau itu kan?," tutur Hito dengan senyuman sinis nya yang sangat mematikan.

"Apa kamu tidak bisa sedikit saja untuk menghargai aku? Aku ini istrimu, aku tau pernikahan kita karena keterpaksaan namun tidak bisakah kamu sekali saja untuk mengakui aku sebagai istri, aku gapapa kamu siksa atau apapun itu asal kamu bisa menganggap aku sebagai istri kamu satu kali saja." Anisa mulai memohon mohon kepada Hito.

"Aku tidak akan mau dan tidak akan pernah kamu dapatkan pengakuan dari ku! Sepatah kata pun aku rasa aku tidak sudi, lidah aku najis untuk mengakui kamu sebagai istri aku, cukup kau ingat saja. Kamu adalah pembantu di rumah ini dan tidak lebih dari itu, ingat itu saja dan jangan mengharapkan lebih!"

"Sayang," Suara Chelsea berhasil membuat Anisa dam Hito menoleh ke arah sumber suara.

Hito langsung shock dengan itu. Ia takut kekasihnya mendengar perbincangannya dengan Anisa sejak tadi, sebab Hito masih belum menjelaskan semuanya kepada Chelsea tentang permainan yang di buat oleh Nyonya Hana itu.

"Iya sayang, ada apa? Kok kamu sudah bangun?" Hito berusaha untuk tenang agar Chelsea tidak curiga.

Chelsea menuruni satu persatu anak tangga. Anisa hanya bisa memperhatikan penampilan Chelsea yang begitu jauh berbeda dari penampilannya. Insecure sudah pasti, bahkan tidak salah jika Hito bisa mencintai wanita cantik seperti Chelsea. Sebab Anisa sadar, jika Hito mengakuinya seperti istri yang ada Hito akan malu karena itu, karena kekasihnya jauh lebih cantik dan mulus dari pada Anisa.

"Dia itu pembantu baru? Ada apa dengannya? Apa dia melakukan kesalahan? Kok dia kelihatan habis menangis?" Chelsea langsung bertanya-tanya.

"Iya, dia melakukan kesalahan besar! Bisa bisanya dia hadir di keluarga ini jika hadirnya saja hanya membawa kesal dan emosi orang lain! Aku tidak tau kenapa bisa pembantu ini sangat menjijikan bagiku, dasar wanita kampungan!"

Chelsea mendekati Hito dan berhenti di sebelah Hito lalu memperhatikan Anisa dari pucuk kepala hingga kaki.

"Apa kamu pembantu baru di sini?," tanyanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel