Bab 5
Bab 5
Sara berlari sekencang mungkin sampai tidak peduli pada siapa pun yang berpapasan dengannya. Tangisnya sudah banjir membasahi wajah, membuat riasan sederhana itu berantakan.
Tadi, sebelum masuk ke ruangannya yang memang digabung dengan ruangan Ben, Sarah sempat dihentikan oleh karyawan lain. Namun, karena Sarah harus mengecek beberapa pekerjaan yang ia tinggalkan beberapa hari jadi akhirnya masuk begitu saja. Dan pada akhirnya sebuah pemandangan menyakitkan yang Sarah lihat.
"Secepat itukah dia melupakan aku?" Sarah masih terisak.
Sarah sudah berada di sebuah gudang yang penuh dengan beberapa peralatan kantor yang sudah tidak terpakai. Ia bersandar pada dinding yang sudah pudar kehilangan warna. Di sana, Sarah menangisi apa yang baru saja ia lihat.
Kecupan itu memang singkat, tapi terjadi tepat saat Sarah masuk. Dan tangan yang merangkul pada pundak Ben, membuat dada Sarah merasakan luka. Jika ditanya mengenai cinta, tentu saja Sarah begitu mencintai Ben. Meski hubungannya berjalan sekitar dua bulan, tapi Ben adalah pria pertama dalam hidup Sarah.
Bagi Sarah, memiliki kekasih tidaklah terlalu penting sampai suatu saat Ben datang dan berhasil meluluhkan hatinya.
"Aku bahkan masih berharap bisa balik lagi sama kamu, Ben." sesal Sarah sambil menyandarkan kepala dan memejamkan mata.
Semakin larut dalam tangis, Sarah hanya akan merasa sakit hati. Menit berikutnya, Sarah mengusap kasar wajahnya, kemudian keluar meninggalkan gudang tersebut. Lalu Sarah berjalan cepat menuju toilet. Tentunya Sarah tidak mau orang-orang melihat kalau saat ini dirinya sedang hancur.
Tidak terlalu lama Sarah berada di toilet karena harus kembali ke ruang kerjanya. Jika nanti bertemu Ben karena memang satu ruangan, Sarah akan coba bersikap biasa saja layaknya bawahan kepada bosnya.
"Hi, Sarah." Rasa kesal Sarah yang belum menghilang kini datang lagi ketika tiba-tiba berpapasan dengan Lia.
"Aku sedang buru-buru," kata Sarah cepat.
"Eits!" Lia meraih tangan Sarah dengan cepat, membuat Sarah terpaksa berbalik. "Nggak usah buru-buru."
"Apa mau kamu?" sungut Sarah kemudian sambil menarik tangannya dengan cepat.
Lia tersenyum diikuti dengkusan lirih. Ia berdiri dengan dua tangan terlipat di depan dada. Ketika senyum masam itu hilang, Lia beralih menatap Sarah mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Dasar perempuan nggak tahu diuntung!" seloroh Lia.
"Apa maksud kamu!" Sarah sudah melotot.
Selama menjalin hubungan dengan Ben, Lia lah wanita yang sering mendekati Ben. Saat itu Sarah pikir mereka tidak pernah ada hubungan meski Lia terus coba mendekati Ben. Sayangnya semua itu tidaklah benar setelah Sarah melihat sendiri bagaimana Ben bersikap santai saat Lia merangkul dan memberi ciuman.
Lia maju kemudian memainkan ujung rambut Sarah. Sarah tidak bergerak sedikit pun, membiarkan Lia mau bertingkah seperti apa.
"Ben sangat mencintai kamu ..." kali ini Lia berjalan lambat memutari Sarah. Jemarinya masih memegang ujung rambut Sarah dengan tatapan aneh. "Sayangnya kamu tega berselingkuh."
"Apa!" Sarah menarik diri hingga rambutnya lolos daro tangan Sarah. "Apa maksud kamu? Siapa yang selingkuh?"
"Memang bener kan?" Lia membulatkan mata menunjukkan tatapan mengejek. "Itu kenapa hubungan kamu sama Ben berakhir."
Sarah tertegun. Ia termenung dengan tatapan samar, pikiran mulai menebak-nebak. "Jadi ini yang mereka-mereka pikir?" batinnya.
Tadi, saat Sarah melenggak masuk ke kantor, beberapa orang--oh, bukan beberapa--melainkan hampir seluruh penghuni kantor menatapnya dengan tatapan aneh. Sarah pikir mereka tahu tentang pernikahannya dengan Joshua, tapi sepertinya tidak.
"Dari mana kamu bisa berpikir aku selingkuh?" tanya Sarah kemudian.
"Jadi benar, kan?" Lia tertawa tanpa suara. Hanya terlihat mulutnya yang melebar ditutup satu telapak tangan. "Dasar wanita murahan!" selorohnya kemudian.
"A-apa?" Sarah ternganga tidak percaya. Ejekan Lia sungguh tidaklah bermoral. Sarah tersinggung dengan kalimat itu.
"Dengar ya!" Sarah maju lalu meraih baju Lia di bagian dada. Saking kuatnya cengkeraman itu, sampai Lia sedikit berjinjit tanpa bisa melepaskan diri. "Kamu nggak tahu apa-apa tentang hidupku. Sebaiknya jaga mulut kamu sebelum aku merobeknya."
Sarah mendecih kemudian melepas cengkeraman itu seraya mendorong cukup kuat. Lia yang tenaganya tidak cukup kuat sampai sempoyongan menabrak dinding. Beruntung di lorong ini tidak ada siapa pun hingga lift diujung sana terbuka mengeluarkan beberapa orang dari dalam.
"Hati-hati!" Sarah mengacungkan jari sambil berjalan mundur lalu menghilang masuk ke dalam lift.
***
Cukup kesal saat teringat perlakuan Sarah tadi. Lia beberapa kali mengentakkan kaki saat berjalan keluar meninggalkan gedung kantor Gelora Group. Memang, Lia yang memulai pertikaian itu lebih dulu. Tetap saja Dia tidak mau disalahkan di sini.
"Ough, maaf!" Seseorang menyerempet lengan Lia hingga oleng dan bergeser. Siku sebelah kanannya bahkan sampai menggesek mobil yang tengah terparkir diam.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya wanita yang menabrak Lia.
"Kalau jalan lihat-lihat dong!" gerutu Lia sambil membenarkan posisi duduknya.
"Sory, aku beneran nggak sengaja," kata wanita itu lagi dengan nada sesal.
Lia mengerutkan kening saat menatap wanita cantik dan tinggi di hadapannya saat ini. Wanita ini sangat tidak asing. Tapi siapa? Lia tengah menebak-nebak.
"Sekali lagi aku minta maaf." Wanita itu menundukkan kepala. "Aku permisi."
Lia masih tertegun diam dan kini kemandangi langkah wanita itu yang terus maju menuju gedung Gelora Group. Wanita itu sudah menghilang masuk, tapi masih saja otak bebalnya belum bisa menebak siapakah wanita itu.
"Haish! Untuk apa aku memikirkan wanita itu!" gerutu Lia sambil mengibas tangan. Kemudian Lia membuka pintu mobil dan segera masuk. "Aku terlalu kesal hari ini."
Ketika mesin mobil menyala, tina-tiba Lia teringat sesuatu. Ia mencengkeram bundaran setir dan menatap lurus ke luar kaca mobil bagian depan.
"Dia bukannya model terkenal itu ya? Dia kekasih Joshua, benar kan?" Lia mengetuk satu kali bagian pelipis dengan jari telunjuk. "Untuk apa dia datang ke sini?"
Sarah menoleh ke arah pintu masuk gedung itu dan memunculkan rasa penasaran.
"Besok saja aku datang lagi," kata Lia kemudian. Ia mulai melajukan mobilnya meninggalkan parkiran.
Sementara di dalam gedung, para karyawan kembali dibuat bertanya tanya saat melihat kedatangan Sonya. Nampaknya hari ini karyawan harus dihadapkan dengan berbagai macam pertanyaan tanpa tahu bagaimana jawabannya.
"Permisi ..." Sonya menghampiri meja resepsionis.
Sang resepsionis bersanggul itu tersenyum ramah meski sejujurnya merasa gugup karena sebelum ini sudah dibisiki sesuatu oleh teman sebangkunya. Kesalnya, bahkan temannya itu sampai menyikut cukup keras dan memintanya untuk waspada. Sial!
"Iya, Nona. Ada yang perlu saya bantu?" tanya resepsionis setenang mungkin.
"Apa Ben ada?"
Degh!
Resepsionis itu tertegun lalu bola matanya perlahan melirik temannya yang justru dibalas dengan membuang muka oleh dia. Memang brengsek!
"E ... maaf. Apa Nona sudah buat janji?" tanya respsionis lagi.
Rasanya terdengar lucu karena tadi mereka membiarkan Lia nyelonong masuk sementara Sonya lebih dulu ditanyai.
"Ya" jawab Sonya singkat.
"Oh, baik Nona. Silahkan masuk saja."
Sonya tersenyum usai mengucapkan kata terimakasih. Dia yang mengenakan baju terusan yang cukup ketat, membuat tubuhnya meliuk indah saat berjalan. Huh! Yang namanya model atau bintang iklan erotis memang lain.
"Siapa lagi wanita itu?" gumam Sarah dari balik dinding yang tak jauh dari pintu lift yang hendak dimasuki oleh sonya. "Kenapa hari ini banyak wanita yang menemui Ben? Oh, tunggu!" Tiba-tiba Sarah tertegak dan membulatkan mata.
Sarah berdehem sekali lalu kembali mengintai wanita itu dan ternyata sudah masuk ke dalam lift.
"Mungkinkah sejak kemarin memang banyak wanita yang datang?" tebak Sarah sambil bersandar tegak.
"Sebelumnya aku tidak pernah melihat Ben didatangi oleh wanita mana pun di sini," lanjutnya.
***
