Chapter 3
"Jadi ... lo yang namanya Melvin?" tanya seorang gafing gue yakini bernama Windi.
Gue mengangguk pelan untuk menjawabnya. Lalu kemudian gue tersenyum ramah karena ini pertama kalinya gue ketemu dia setelah janjian lewat WA semalem.
Windi sedikit memicingkan matanya lalu memperhatikan gue dari atas sampai ke bawah. Gue yang ditatap seperti itu ngerasa minder, karena bagaimanapun Windi terlihat sangat cantik dengan setelan baju yang modis, sedangkan gue berpakaian sederhana cuma pake celana chino pendek sama kaos oblong putih yang gue balutin pake jaket denim.
"Lumayan." ujarnya tiba-tiba.
Gue menaikkan kedua alis gue mendengarnya. "Sorry?"
Windi menggeleng. "Engga, kemaren abang gue ngasih foto abang lo. Dan dia ganteng. Kalo lo, lumayan lah. Jangan di ambil hati ya, gue emang selalu menilai penampilan dulu baru mutusin mau deket apa engga. Dan lo udah gue putusin kalo kita bisa pdkt. Gimana, lo mau?" ujar Windi.
Gue nggak langsung jawab. Gue diam sebentar untuk mengatur perasaan gue yang sedikit terhina karena ucapannya sama aja dengan bilang kalo gue jelek di bandingkan Bang Dirga. Tapi nggak apa, dia cewek yang jujur. Jadi dari pada dia pura-pura bilang gue ganteng tapi dalem hatinya maki-maki gue jelek, itu lebih parah.
"Oke gue mau." balas gue lalu kembali tersenyum padanya.
Windi balas tersenyum lalu melihat kiri-kanan yang membuat gue bertanya apa maksudnya.
"Lo naik apa?" tanya Windi.
"Motor. Kenapa?" tanya gue balik.
"Ih, kok motor. Nggak jadi deh. Gue nggak suka kalo ntar kita jalan muka gue kena angin, kepanasan, apalagi kehujanan. Gue kira lo anak orang berada. Ternyata punya motor doang." ucapnya yang membuat gue ngerasa sakit hati dan ingin membekap mulutnya saat itu juga. Cewek ini terlalu jujur sampe-sampe nggak bisa mengerti perasaan orang lain.
Tapi gue berusaha sabar dan menjawab dengan pelan.
"Gue nggak bilang gue orang nggak punya. Tapi gue cuma boleh bawa motor saat ini. Yang punya mobil Bapak sama Abang gue aja. Yaudah sih kalo lo nggak mau pdkt sama gue juga nggak apa. Gue juga nggak sudi punya cewek mulut besar kayak lo. Mandang fisik dan materialistis." ucap gue yang pada akhirnya sedikit terbawa emosi.
Nggak mau berhadapan lebih lama dengan cewek itu. Gue pun memutuskan untuk berdiri dari duduk gue dan pergi meninggalkannya begitu saja untuk menuju motor gue yang gue parkirin nggak jauh dari area cafe yang gue jadiin tempat buat ketemuan.
Gila sih. Baru kali ini gue nemuin cewek yang model begituan. Biasanya gue cuma dengerin cerita dari orang atau nggak dari tipi. Ternyata kalo ketemu langsung itu rasa kesel yang ada sangat besar. Hampir aja gue ancurin bibirnya kalo nggak inget dia cewek.
Baru aja gue mau nyalain motor gue. Tiba-tiba sebuah klakson mobil yang di bunyiin beberapa kali membuat gue urung dan akhirnya menoleh ke asal suara klakson itu.
Gue memicingkan mata gue merasa asing dengan mobil yang terparkir dengan warna dan model mobil yang sering gue liat bahkan hampir setiap hari kalo gue keluar rumah. Dan benar aja, saat kaca mobil itu terbuka gue segera saja memasang wajah malas dan kemudian kembali menyalakan mesin motor gue untuk kemudian pergi dari sana.
Namun karena jalan gue harus melewati mobil itu, jadi dengan sangat terpaksa mendengar ucapannya yang ngebuat gue nggak terlalu terkejut karena saking seringnya mendengar ucapan itu.
"Gagal lagi ya? Windi kan udah gue klaim duluan. Jadi udap pasti dia nggak bakal mau sama elo." ucapnya yang cukup besar, yang sayangnya gue abaikan dan lanjut jalan dengan rencana pergi main kerumah Reno yang gue yakin lagi main sepak bola di lapangan komplek rumahnya.
Namun sayangnya Reno nggak ada dilapangan maupun dirumahnya. Mamanya bilang kalo dia ijin main sama temennya yang pake mobil. Mendengar itu ngebuat gue agak kesel sebenernya. Karena udah dua kali gue ngedenger orang yang kayaknya menyudutkan gue kalo gue nggak pante untuk mereka yang ingin berkendara pake mobil.
Karena nggak ada tujuan lain. Gue oun akhirnya memutuskan untuk pulang kerumah. Dan saat gue sampai rumah, sosok Fina udah nunggu diruang tamu yang temabi Emak dengan beberapa kue dan minuman yang ada diatas meja.
Emak menyambut gue dan berjalan kearah gue untuk berbisik sangat pelan.
"Kamu kok malah keluyuran sih. Ada cewek cantik yang mau nemuin kamu malah susah dihubungi." ujar Emak yang nggak gue jawab dan memilih untuk duduk dihadapan Fina. Sedangkan Emak langsung meninggalkan gue dan Fina yang entah untuk apa.
"Ada apa?" tanya gue. Yang berusaha agar nggak terdengsr dingin karena terakhir kali gue ngomong sama dia gue terlihat sangat sinis padanya.
"Eh, Vin. Lo darimana aja? Gue udah dari tadi nungguin lo." ujarnya yang nggak ada hubungannya sama sekali sama pertanyaan gue.
Gue menghembuskan napas sedikit kasar.
"Jangan basa-basi. Langsung intinya aja. Gue lagi nggak mood hari ini." balas gue yang ngebuat Fina yang tadinya sedikit menunduk, kini menjadi tegak dan menatap gue dengan penuh harap.
"Eh... pernyataan lo waktu itu... apa masih berlaku buat gue?" ujarnya dengan nada pelan.
Gue yang udah menduga kalo dia bakal ngomong itu pun memandangnya malas. Lalu tanpa menjawab, gue berdiri dari duduk gue lalu kemudian berjalan melaluinya untuk menuju kamar gue yang sayangnya ditahan oleh ucapan Fina yang menyebut nama Daniel di dalamnya.
"Gue diputusin Daniel semalem, Vin. Gue nggak tau gue salah apa sama dia. Tiba-tiba dia mutusin gue tanpa alasan. Padahal...padahal gue udah..."
"Udah dijebolin Daniel." sambung gue karena Fina nggak melanjutkan ucapannya.
Gue berbalik dan mendapati Fina yang menatap gue dengan ekspresi terkejut yang membuat gue heran melihatnya.
"Kenapa kaget? Bukannya lo liat gue ya waktu lo cipokan sama Daniel di balkon? Bahkan gue neriakun kalian waktu itu." ujar gue padanya.
"Tapi kan.."
"Dan tentang ucapan lo. Lo salah dalam hal memilih. Lo terlena dengan muka Daniel, padahal udah pernah gue bilang kalo lo cewek bego yang mau aja tergoda sama orang kayak dia. Asal lo tau, udah banyak cewek yang dipacarin dakam semalam cuma untuk dia rebut perawannya aja." jelas gue padanya lalu kemudian kembali berbalik untuk melanjutkan niat gue sebelumnya.
Namun gue segera berbalik lagi begitu gue inget sesuatu.
"Oh iya. Perbuatan lo sama Daniel di kamarnya. Semuanya direkam sama Daniel. Dia bahkan ngasih gue videonya. Gue belum liat sih. Tapi gue saranin lo beresin lo sama Daniel untuk video itu. Sebelum dia nyebarin ke orang lain selain gue." ucap gue yang kali ini benar-benar berbalik untuk ke kamar gue.
Gue nggak tau apa yang Fina lakukan selanjutnya. Yang jelas gue merasa lelah dan butuh tidur sekarang. Bukan lelah fisik, tapi hati gue. Gue tau, gue harusnya nggak mengambil hati ucapan Daniel tadi. Tapi bagaimanapun gue udah mendengarnya dan itu masih tetap terasa sakit untuk gue rasakan.
Gue menghela napas gue panjang. Lalu membaringkan tubuh gue ke atas kasur untuk menatap langit-langit kamar sebelum akhirnya gue menutup mata gue untuk tertidur karena kantuk yang menyerang gue.
Selama beberapa jam gue merasa nyaman dalam tidur gue. Namun saat samar-samar gue mendengar suara aneh yang masuk ke gendang telinga gue, ngebuat gue perlahan membuka mata gue yang terasa berat.
Hal yang pertama saat gue liat setelah membuka mata adalah gelap. Kamar gue terlihat cukup gelap dan hanya terdapat cahaya yang terpancar dari satu arah yang berasal dari meja belajar gue yang terletak dekat jendela kamar.
Gue awalnya masih mengumpulkan nyawa untuk mengetahui apa yang terjadi. Tapi begitu telinga gue mendengar suara desahan seorang pria yang sangat erotis. Gue langsung membuka mata gue lebar untuk mengetahui apa yang terjadi.
Gue langsung duduk dari tidur gue dan melihat ke arah meja belajar tempat cahaya itu terpancar. Gue melihat disana ada seseorang yang membelakangi gue dan menutupi sebagian cahaya yang seharusnya mengarah ke arah gue. Gue sebenernya masih ingin memperhatikan apa yang orang itu lakukan. Tapi begitu gue melihat gerakan tangannya yang cepat dengan desahan yang terus keluar dari mulutnya gue pun memutuskan untuk berdiri dan menghampirinya.
Dan betapa terkejutnya gue begitu gue tau kalo ternyata sosok itu adalah seorang Daniel yang sedang masturbasi dengan desahan yang erotis dan penis yang berdiri tegak dan besar diiringi dengan sebuah video porno dirinya bersama Fina yang ditampilkan di layar laptop gue.
"LO NGAPAIN ANJING!!!" teriak gue saat itu juga.
