Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 11

Hari ini hari minggu.

Dan saat ini gue tengah bersantai sambil memperhatikan para tukang yang sekarang lagi sibuk benerin pintu balkon gue yang rusak akibat tendangan Daniel yang ternyata kuat itu.

Well, gue nggak terlalu inget sama kejadian semalem. Yang gue inget cuma gue pulang dari bioskop terus keluarga gue pada nggak ada dirumah dan akhirnya Daniel vantu gue untuk masuk lewat balkon. Selebihnya gye nggak inget, karena gue yakin kalo gue langsung tidur habis itu.

Gue bersantai nggak sendirian. Ada Bang Dirga yang juga ikut mantau yang sayangnya dia cuma fokus sama hpnya sambil mengetik dengan cepat tombol yang ada dilayar ponselnya. Hanya dengan melihatnya gue tau kalo dia lagi sibuk chattingan. Beda sama gue yang bener-bener perhatiin tukang itu yang kelihatan sangat lihai denhan pekerjaan.

Melihatnya membuat gue penasaran dan akhirnya berdiri untuk menghampiri mas-mas tukang itu.

"Mas udah lama kerjanya ya jadi tukang?" tanya gue yang berusaha sok kenal agar mas itu nggak terlalu canggung kerjanya diliatin gue sama Bang Dirga.

"Iya, Dik. Udah hampir 5 tahun saya jadi tukang." jawabnya.

"Umur mas berapa?" tanyanya gue karena merasa aneh saat mendengar memanggil gue 'Dik' sedangkan dari mukanya gue perkirakan berumur dibawah Bang Dirga.

Mas itu menoleh dan menatap gue dengan pandangan heran yang ngebuat langsung saja menyebutkan alasan kenapa gue menanyakan namanya.

"Oh... Saya emang keliatan muda, Dik. Tapi umur saya udah kepala 3." ucap Mas itu yang cukup membuat gue terkejut mendengarnya.

Gila sih. Mukanya keliatan masih kayak remaja yang menuju dewasa, tapi umurnya ternyata udah kepala tiga. Hebat banget dah, gue jadi penasaran apa rahasianya.

"Mas perawatan pake apa Mas? Sampe awet mudanya, awet banget. Beda kayak Daniel yang mukanya udah kayak anak kuliahan semester akhir. Boros." ucap gue yang mulai membandingkan wajah mas itu dan Daniel.

Ah iya. Daniel.

Ada satu hal yang gue lupain untuk bantuannya semalem. Apalagi kalo bukan gue yang belum ngucapin terima kasih ke dia yang udah capek-capek nolongin gue dan bahkan rela dobrak pintu supaya gue bisa tidur dengan nyaman di kamar gue sendiri.

Mengingatnya membuat gue bergegas pamit ke Mas itu, lalu kemudian berjalan keluar kamar dengan niat ingin menemui Daniel dirumahnya.

Kali ini gue menginjakkan kaki gue kerumah itu tanpa adanya paksaan. Ini murni dari hati gue yang pengen ketemu Daniel dan ngucapin terima kasih secara langsung padanya. Gue sedikit tersenyum dan terkekeh kecil mengingat bagaimana dia dengan telaten menyusun tangga itu ubtuk gue yang mana hubungan gue sama dia pun nggak termasuk dalam hubungan yang sebatas teman.

Jadi itu ngebuat gue sedikit tersentuh. Ya walaupun itu hal kecil yang siapa aja bisa ngelakuinnya.

Gue langsung ke dalam rumah Daniel tanpa mengucapkan salam apapun karena gue udah menganggap rumah ini seperti rumah gue sendiri seperti apa yang Tante Mindy bilang kalo gue bebas melakukan apapun disini. Termasuk, masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi.

Tapi sepertinya gue menyesalinya. Saat langkah gue udah sampai ruang tamu dan mendapatkan sosok Daniel yang sedang duduk bersantai dengan seorang cewek yang ada di sampingnya sedang bersandar pada bahunya yang lebar.

Melihat itu membuat gue kikuk. Apalagi cewek itu terlihat sangat cantik dengan wajah campuran yang sama dengan wajah yang dimiliki Daniel. Gue yakin pasti Ayah atau Ibunya memiliki gen yang sangat baik sehingga menciptakan manusia cantik yang sulit untuk gue alihkan pandangan gue darinya.

"Melvin?" panggil Daniel saat dia menyadari keberadaan gue disana.

Gue dengan canggung menyapanya.

"Hai, Niel." sapa gue dengan satu tangan mengelus tengkuk gue merasa malu.

"Gue denger pintu balkon lagi lagi dibetulin sekarang. Gimana, bisa kan?" tanya Daniel yang terdengar seperti sangat dekat sangat gue, padahal sebenarnya itu adalah basa-basi yang bahkan enggan untuk gue dengerin.

Tapi begitu gue paham situasinya kalo Daniel berkata seperti itu karena ada cewek cantik disampingnya. Gue mengiyakannya sambil berusaha tersenyum ramah pada Daniel dan juga cewek itu.

"Kenalin nih. Tania, cewek baru gue." ucap Daniel memperkenalkan cewek itu ke gue.

Gue yang mendengar kata baru dalam kalimatnya. Gue pun memandangnya dengan nggak percaya, gue terus menatapnya agar Daniel paham atas tatapan gue yang meminta penjelasan atas bagaimana caranya bisa mendapatkan cewek baru yang bahkan disekolah kemaren adalah cewek barunya juga.

Namun entah Daniel pura-pura nggak tau. Atau emanh dia bego, dia cuma gerak-gerakin alisnya naik-turun dengan maksud yang gue tangkap kalo dia sedang pamer cewek barunya.

"Hai. Gue Melvin, tetangganya Daniel." ucap gue yang memilih mengabaikan Daniel dan memperkenalkan diri gue tanpa menyebutkan kata teman di kalimat yang gue ucapkan.

Cewek itu-Tania tersenyum, lalu tanpa berkata dia kembali duduk untuk bersandar di bahu Daniel. Gue yang melihatnya berdecih, karena gue bisa menebak cewek itu sombonh karena parasnya yang indah. Gue bahkan belum mendengar suaranya untuk memperkenalkan dirinya.

Tapi yaudahlah. Karena gue nggak mau kena penyakit jomblo akut yang ngebuat gue gatel-gatel kalo liat orang pacaran. Gue pun akhirnya memutuskan untuk pamit pulang dari sana. Gue mengurungkan niat gue untuk berterima kasih padanya karena setelah melihat Daniel rasa terima kasih gue hilang entah kemana.

Baru aja gue lima langkah gue lakukan. Daniel menahan gue dengan pertanyaan yang ngebuat gue bingung dan berakhir dengan gue yang berbalik sambil menatapnya dengan kerutan di dahi gue.

"Gimana percobaan semalem? Lo suka?" tanyanya.

"Percobaan apa ya?" tanya gue tanpa menggunakan emosi mengingat ada orang lain selain gue dan Daniel.

"Masa lo nggak inget. Itu yang lo penasaran akan dua hal." ujarnya lagi yang bikin gue gerah dan akhirnya mengeluarkan sifat asli gue yang selalu emosian.

"Apa sih! Langsung intinya coba!" kesal gue.

"Lo bilang lo penasaran rasanya pacaran..." ucapnya lalu ia jeda sebentar untuk memeluk Tania yang ada disampingnya.

"...sama ciuman." sambungnya lalu mencium bibir Tania dengan ciuman sensual yang ngebuat menelan ludah melihatnya.

Tapi karena hal itu juga, sekelebat ingatan langsung masuk ke otak gue dan memutar ulang semua kejadian semalam yang membuat gue ingat dan paham akan maksud pertanyaan Daniel barusan.

Gue terdiam. Mematung kayak orang bego yang baru menyadari akan kebodohan gue yang menerima tawaran Daniel tadi malam. Bahkan saat ini gue nggak sanggup menatap Daniel karena rasa malu yang gue rasakan.

Bukan cuma itu. Dengan tiba-tiba gue bisa merasakan bibir Danie yang bergerak dan melumat bibir gue dengan gerakan yang sama seperti yang Daniel lakukan saat mencium Tania.

Dan secara ajaib jantung gue berdebar cepat yang ngebuat gue bingung sekaligus gugup untuk terus berada disana di dekat Daniel. Melihatnya terus berciuman dengan Tania, membuat gue dengan spontan menyentuh bibir gue dan membayangi bibir itu ada dibibir gue saat ini. Melumat gue denhan sensual dan penuh rasa yang ngebuat gue cukup melayang tadi malam.

Tapi gue segera tersadar. Gue menggelengkan kepala gue kuat yang kemudian langsung berbalik dan berlari kecil untuk menjauh keluar dari rumah Daniel dengan satu tangan yang terus menyentuh bibir gue karena masih merasakan bibir Daniel yang menaru disana.

Gue merasa sangat malu. Muka gue terasa panas, sehingga gue mempercepat larian gue hingga akhirnya gue berhasil keluar dari area rumah Daniel yang sayangnya hal itu ngebuat gue dengan kuat menabrak seseorang yang saat ini berada di depan dengan postur tubuh tinggi dan tegap sehingga gue lah yang mundur setelah menabraknya dan bukan orang itu yang harusnya terjatuh karena gue menabraknya cukup kencang.

Gue membungkuk dalam lalu mengucapkan kata maaf beberapa kali karena rasa bersalah sudah menabraknya akibat gue yang berlari tanpa melihat jalan.

"Santai aja. Gue nggak apa kok. Gue juga salah tadi yang berdiri terus diem ditempat nyari orang untuk gue tanyain." ucap orang itu yang setelah gue perhatikan sepertinya seumuran sama gue. Apalagi dia ngomongnya terlihat santai, tanpa adanya rasa canggung seperti pertama kali gue ngomong sama dia.

"Nyari orang buat tanyain?" tanya gue, lalu melirik ke bawah kirinya yang terdapat koper besar dengan tas ransel yang terlihat penuh oleh barang-barang yang ia bawa.

Melihatnya ngebuat gue paham apa maksudnya mencari seseorang untuk dirinya tanyai.

"Iya. Gue tadi bingung nyariin rumah Tante Mindy sama Om Louise. Gue mau nanya orang, tapi rumahnya pada tutupan. Lo tau nggak dimana rumahnya?" ucapnya yang ngebuat gue menaikkan kedua alis gue menatapnya. Tapi itu cuma sebentar karena gue kembali bertanya.

"Gue tau sih. Tapi lo ini siapanya mereka ya?" tanya gue padanya.

"Gue ponakannya Tante Mindy." ucapnya dan tersenyum lebar yang terlihat menawan untuk wajahnya yang tegas.

Gue mengangguk-angguk mengerti. Lalu kemudian menunjukkan arah rumah Tante Mindy dan Om Louise yang baru aja gue keluar dari sana.

"Jadi itu ya rumahnya? Udah deket ternyata. Makasih ya." ucapnya terdengsr sangat ramah yang ngebuat gue mau nggak mau tersenyum ramah padanya.

Setelah mengetahui rumah yang ia tuju. Cowok itu pun mulai menyeret kopernya lalu berjalan mendekat menunu rumah Daniel yang gue harap cowok itu nggak ngeliat kemesraan Daniel saat ini. Sedangkan gue sendiri yang masih terngiang-ngiang akan ingatan semalam, terus memaki-maki diri gue sendiri sambil melanjutkan langkah gue untuk masuk ke rumah gue dan berniat untuk mencucui bibir gue yang ternodai.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel