Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Bencana

Bab 4 Bencana

"Kadang kamu tetap peduli pada seseorang meskipun kamu tahu bahwa dia tidak pernah peduli padamu. Itu karena kamu menyayanginya."–Bleach–

Kiara memandang rumah bergaya minimalist berlantai dua di depannya dengan kening berkerut. Terlihat sangat bagus dengan banyak dinding kaca terbuka dan taman yang cukup luas. Mereka memutuskan untuk pulang dan tidak berlama-lama tinggal di hotel, karena Kiara tidak suka, Raskal juga katanya harus kembali bekerja besok. Maka dari itu setelah sarapan Raskal membawa Kiara ke rumah.

Sesaat senyum Kiara merekah, ini kesempatannya untuk kabur dari Raskal. Dengan pelan, dan diam-diam Kiara mulai melangkah mundur sedikit demi sedikit dan sesekali melihat Raskal yang sibuk membawa barang-barang dari bagasi mobil.

Namun ketika Kiara sampai di depan gerbang dan hendak berlari secepat mungkin, Raskal memanggilnya,

"Kamu mau ke mana?"

Kiara tersenyum lebar. "Engg, aku-aku mau ... tutup pintu," katanya kemudian menutup pintu gerbang kecil itu lalu mendesah kesal.

"Cepat masuk!"

Kiara membenturkan kepala ke pintu gerbang dan merengek pelan, "Yahh, gagal lagi. Sial."

Kiara masuk ke dalam, dia langsung terpesona melihat interior rumah. Rumah ini tampak seperti display rumah yang sering ditonton Kiara di televisi. Dengan lantai kayu dan dinding-dinding rumah yang setengahnya terbuat dari kaca agar bisa melihat keluar rumah. Tidak terlalu besar, namun rasanya akan sangat menyenangkan tinggal di sini.

Kiara naik ke atas, bukan dua lantai namun tiga lantai dengan atap rumah yang sengaja dijadikan sebagai perpustakaan kecil meski di dalamnya tidak terlalu banyak buku.

Raskal sangat pintar dalam memilih rumah.

"Apa ini rumahmu?" tanya Kiara.

"Ya."

Kiara mengangguk. "Bagus," komentarnya. "Jadi kamu tidak tinggal serumah dengan Tante Farah?"

"Tidak."

"Kenapa? Kata Tante Farah kamu tinggal serumah dengan beliau."

Raskal terdiam. Dia menatap Kiara lama. "Saya tidak akan biarkan kamu berdebat dengan ayah saya. Bisa kacau kalau kalian tinggal serumah."

Kiara lupa, jika Raskal mengajaknya tinggal di rumah Farah dan Zaki pasti keadaan rumah itu tidak akan tenang. Begitu juga dengan Kiara yang pastinya tidak akan tenang kalau harus berurusan dengan Zaki yang mungkin saja akan terus-terusan menghinanya.

"Kenapa ranjangnya hanya ada satu tapi kamarnya ada tiga?!" seru Kiara setelah memeriksa satu persatu ruangan di rumah ini.

Rumah ini memiliki tiga kamar yang cukup luas, namun hanya ada satu ranjang. Padahal tadinya Kiara berniat untuk tidur di kamar lain, tapi melihat kamar itu hanya dipenuhi oleh barang-barang dan komputer milik Raskal membuat Kiara kesal setengah mati. Itu artinya dia akan sekamar lagi dengan Raskal.

Bencana, desah Kiara nelangsa.

"Kenapa? Kamar itu tidak ada yang menempati."

"Ya, tapi. Ahh ..." Kiara menjatuhkan dirinya ke atas sofa, wajahnya ditekuk menandakan bahwa dia sedang kesal. "Susah sekali pergi dari sini," gumamnya pelan.

Ketika Kiara melihat bajunya, dia baru sadar kalau di rumah ini dia tidak punya baju. Ahh bukankah ini kesempatan yang bagus untuk pergi dari Raskal. Dia bisa membuat alasan bahwa dia belum punya baju sehingga dia bisa pergi dengan alasan membeli baju. Kiara tidak bisa menahan senyumnya, dengan penuh semangat dia menghampiri Raskal yang sedang membereskan sesuatu di dalam kamar.

"Raskal!" panggil Kiara masih dengan senyum lebar di wajah.

Raskal menutup lemari, sedikit aneh melihat senyum di wajah Kiara padahal setahunya perempuan itu sedang kesal. "Apa?"

"Aku harus pergi keluar," kata Kiara, "aku tidak punya baju. Baju-bajuku ada di rumah, jadi sepertinya aku harus membeli beberapa baju."

Raskal menganggukan kepala. "Benar."

Senyum Kiara semakin melebar, sepertinya kali ini rencananya akan berhasil. "Jadi aku harus pergi sekarang."

"Kamu tidak perlu ngelakuinnya."

Kiara mengerutkan kening tidak mengerti. "Tapi ... kenapa?"

Raskal menelengkan kepala dan tersenyum miring. "Baju-bajumu ada di lemari, jadi kamu tidak perlu keluar buat beli."

Mendadak Kiara jadi orang bodoh, dia langsung berlari dan membuka lemari. Dia melihat pakaian khas perempuan dengan berbagai model, mulai dari jins, kaus, jaket, gaun, bahkan lingerie pun ada. Astaga, pasti ini perbuatan Raskal. Kiara mendesah kecewa, kenapa Raskal bisa mengetahui isi pikirannya.

"Kapan kamu beli pakaian ini? Apa jangan-jangan ini punyanya Keyra."

"Bukan, itu punya kamu. Saya suruh istrinya Sendi untuk beli semua itu."

"Tapi kenapa kamu bisa tahu ukuranku?"

"Ukuran tubuh kamu dan Manda sama. Jadi tidak susah."

Kiara mendecak, dia mengatai Raskal yang suka menyusahkan orang lain yang hanya ditanggapi tatapan datar oleh Raskal.

Cukup lama Kiara berada di dalam kamar, jadi mulai sekarang dia akan tinggal di sini selama Keyra pergi? Ahh ini sungguh tidak adil untuknya, semua ini salah Keyra kenapa malah Kiara yang harus bertanggung jawab? Sepertinya nasib Kiara benar-benar sial.

Lalu bagaimana dengan kuliahnya sekarang? Padahal Kiara sedang menyusun skripsi, lalu Kafka juga. Apa abangnya itu sedang mencarinya? Apa Kafka merasa khawatir karena Kiara tidak pulang semalam? Atau malam-malam berikutnya. Kalau saja Farah tidak baik pada Kiara, mungkin saat ini dia tidak perlu ada di sini.

"Kamu bisa masak?" tanya Kiara saat melihat Raskal sedang memasak sesuatu di dapur.

Raskal menoleh sekilas. "Sedikit."

Kiara berdiri di samping Raskal, mengambil sendok kemudian mencoba masakan Raskal. "tidak buruk, cuma kurang garam aja." Kiara mendorong Raskal dengan bahu dan mengambil alih masakan yang seharusnya dimasak oleh Raskal.

"Awas, biar saya yang selesain."

Kiara tidak mendengar. "Kamu siapin piringnya aja. Bentar lagi mateng."

Raskal menurut, dia mengambil piring dan membereskan meja makan. Menunggu Kiara selesai memasak, ketika semuanya sudah siap mereka berdua duduk dan makan malam dalam keheningan.

Raskal tipe orang yang pendiam sedangkan Kiara sedang sibuk berpikir-lagi-lagi-cara kabur yang baik tanpa diketahui oleh Raskal. Bagaimana pun juga dia tidak mungkin hidup seperti ini. Kiara takut Kafka melakukan hal yang aneh-aneh ketika dia pergi.

"Ada apa?" Raskal bertanya saat melihat wajah murung Kiara.

Kiara mencebik. "Aku hanya sedang bepikir cara kabur yang tepat dan tidak-" Sadar kalau dia keceplosan, buru-buru menutup mulut dan tersenyum sangat lebar.

Raskal mengambil piring Kiara dan mencucinya. "Bunda terlanjur suka sama kamu. Awalnya saya juga tidak punya niat buat nikah sama kamu, tapi saat bunda lihat kamu waktu itu. Beliau malah menyangka kalau kamu adalah wanita penyebab saya menolak Keyra. Saya tidak mungkin mengecewakan beliau dan bilang kalau ternyata Keyra kabur dengan pacarnya."

Kiara melongo, bukan melongo pada penjelasan Raskal. Tapi dia takjub, rupanya Raskal, orang yang biasanya selalu menyahut pendek-pendek dan bicara seperlunya saja, bisa bicara panjang-lebar seperti tadi. Tapi kenapa tiba-tiba saja Kiara merasa kalau dia senang mendengar Raskal bicara banyak seperti itu? Sepertinya otaknya makin rusak saja, pikir Kiara.

"Tante Farah, toh ..." desah Kiara. Dia juga tidak bisa menyangkal jika berhadapan dengan Farah yang luar biasa baik dan sangat lembut tidaklah mudah. Apalagi sepertinya Raskal sangat menyayangi Farah sampai rela menikahi perempuan asing sepertinya.

"Tapi Tante Farah akan sangat kecewa kalau tahu yang sebenarnya."

Raskal mengangguk setuju. "Sebab itu, saya minta sama kamu untuk bertahan sampai Keyra kembali."

"Lalu kehidupanku akan hilang ... ahhh, kenapa?"

Karena piring yang dipakai Kiara sudah dicuci oleh Raskal, perempuan itu beranjak pergi ke kamar. Raskal tidak langsung ikut, ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan katanya.

Kiara berusaha memejamkan mata namun tidak bisa, dia bangun dan keluar kamar. Saat Kiara melihat ke kamar sebelah, ada Raskal yang sedang serius mengerjakan sesuatu di latopnya. Perempuan itu merengut kemudian hendak kembali ke kamar sebelum Raskal memanggilnya.

"Kamu butuh sesuatu?"

Kiara ragu ingin bertanya. "Di mana ponselku? Aku butuh sesuatu."

Raskal tidak menjawab dan kembali melihat laptop. Kiara mendesah kesal, dia masuk ke dalam, menatap Raskal penuh selidik.

"Mana ponselku? KTPku juga? Barang-barangku mana?"

Raskal melirik Kiara sekilas. "Saya tidak tahu."

"Apa?" Kiara memutar bola mata. "Jangan bercanda deh. Barang-barangku tidak mungkin hilang gitu aja kalau tidak kamu bawa."

"Saya tidak tahu di mana barang-barangmu."

"Raskal!!" Kiara benar-benar lelah menghadapi Raskal. "Nyebelin, dasar nyebelin, nyebelin pokoknya."

Kiara menghentakan kakinya lalu keluar dengan perasaan kesal. Bagaimana bisa Raskal mengambil barang-barang Kiara lalu menghilangkannya? Padahal dia butuh ponselnya untuk menghubungi Kafka.

Kiara masih agak asing ketika bangun dia melihat orang lain di sampingnya. Siapa lagi kalau bukan Raskal, lelaki itu terlihat sangat nyaman dalam tidurnya. Sesaat Kiara mengamati Raskal, lelaki itu memang terlihat lebih tampan saat tidur dibandingkan saat sadar. Karena kalau sedang sadar pasti mulutnya akan mengatakan hal-hal menyebalkan.

Kiara mencuci muka lalu pergi ke dapur untuk mencari sesuatu dalam kulkas. Hanya ada telur dan nasi, Kiara bisa membuatnya jadi nasi goreng. Saat dia sibuk menggoreng nasi sambil bersenandung pelan, Raskal datang dengan wajah ngantuk. Terlihat jelas kalau dia baru bangun tidur.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Raskal duduk di meja makan, memperhatikan gerak-gerik Kiara dengan setengah mata terbuka.

Kiara menoleh ke belakang, berdecak karena Raskal belum cuci muka apalagi mandi. "Ishh, mandi dulu sana."

Raskal mengangkat bahu. "Kamu sedang apa?"

"Aku lagi buat nasi goreng."

Lelaki itu diam sesaat. "Nasi goreng? Saya mau!"

Kiara mengerutkan kening bingung, ada apa dengan lelaki itu? Kenapa tiba-tiba sikapnya jadi aneh seperti ini. Ke mana gaya sok coolnya yang menyebalkan.

"Mau?" Raskal mengangguk semangat. "Sana mandi dulu, kalau sudah mandi, aku kasih nasi gorengnya."

Meski sedikit merengut namun Raskal menurut juga. Dia beranjak pergi ke kamar mandi sedangkan Kiara hanya menggelengkan kepala tidak percaya. Sepertinya Raskal kerasukan sesuatu, moga dengan mandi lelaki itu bisa tersadar kembali.

Raskal kembali datang bertepatan dengan Kiara yang sudah selesai memasak nasi goreng. Dengan telaten dia memberikan sepiring nasi goreng pada Raskal, mengamati penampilan lelaki itu yang sudah rapi. Tampaknya Raskal benar-benar akan bekerja hari ini.

"Ini," kata Raskal setelah menghabiskan nasi goreng buatan Kiara dengan cepat.

Kiara menelan nasi gorengnya kemudian menatap Raskal dengan bingung. "Itu apaan?"

"Kartu kredit sama kartu ATM. Nomor pinnya tanggal, bulan, dan tahun lahir kamu."

"Tapi, kenapa kamu memberikan kartu kredit padaku? Aku tidak butuh."

Raskal memutar bola mata dengan jengkel. "Bagaimana pun juga kamu istri saya-terlepas dari pernikahan kita yang sedikit dipaksakan-harus memberikan nafkah sebagai seorang suami untuk istrinya."

Kiara dibuat takjub oleh Raskal untuk kesekian kalinya. Ternyata, Raskal bisa berbicara manis juga. Sungguh hebat, pikir Kiara dalam hati tersenyum mengejek. Dengan ragu Kiara mengambil kedua kartu itu lalu melihat Raskal yang sudah siap untuk pergi.

"Oke, jangan menyesal kalau uangmu habis," katanya tersenyum sangat lebar.

Raskal hanya tersenyum kecil. "Bunda akan datang nanti siang, tunggu beliau. Dan ini." Raskal memberikan ponsel pada Kiara.

Sontak perempuan itu senang setengah mati saat Raskal memberinya ponsel. Namun saat Kiara hendak mengambil ponsel itu, Raskal malah memberikan tangannya, memberi isyarat agar Kiara mencium tangannya. Perempuan itu merengut kesal.

"Kamu mau ponselnya tidak? Salam dulu, baru saya kasih."

Demi ponsel, ratap Kiara mencium tangan Raskal dengan ogah-ogahan. Setelah itu dia langsung merebut ponsel itu dari tangan Raskal.

"Saya pergi dulu. Kalau bunda ngajak pergi nanti ikut saja."

Kiara hanya bergumam tidak jelas, pikirannya terlalu fokus pada ponsel di tangannya. Bahkan dia tidak sadar kalau Raskal sudah pergi keluar, karena akhirnya Kiara bisa menghubungi Kafka lagi.

Namun Kiara tersadar dari sesuatu, rupanya ponsel yang diberikan Raskal bukan ponsel milik Kiara. Ini ponsel baru dan lebih canggih, dan lagi, kenapa kontak nomornya hanya ada dua. Raskal dan Farah.

"Ahhh, percuma ini mah ..."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel