Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 16 Raibnya Kejutan

Bab 16 Raibnya Kejutan

Garda tersenyum miring, benar-benar tak habis pikir dengan cara Bastian berpikir. Tiba-tiba Bastian meninju lengan Garda.

"Hei, apa salahku?" geram Garda memegang lengannya yang terasa sakit.

"Kamu memandangku dengan tatapan arogan, Garda!" sarkas Bastian meninggalkan jejak humor di wajahnya yang tampan.

"Ah, aku cuma tak habis pikir dengan caramu berpikir, Bastian!" gerutu Garda jujur.

Tangan Bastian melengkung untuk berada di pundak Garda. Bermaksud untuk menggiring Garda ke kantin yang berada di lingkungan kantornya.

"Coba jawab, kenapa kamu dulu menikahi istrimu?" tantang Bastian sambil berjalan beriringan bersama Garda.

"Aku menyukainya, Bastian."

"Hanya itu?"

"Sebenarnya iya, sebab aku menolak perjodohan yang direncanakan oleh orang tuaku," aku Garda.

"Astaga, kukira kamu pria penurut, Garda!"

Garda menggeleng. Dia tidak merasa demikian.

"Kamu salah, Bastian. Dalam hal pasangan hidup, aku tidak mau diatur oleh orang tuaku. Dan Margo adalah benar-benar wanita yang kuinginkan."

Sejenak Bastian tampak berpikir akan sosok Margo–istri Garda. Dia mulai dirambati rasa penasaran, apa yang menarik dari istri Garda. Hingga mulai berharap mendapatkan wanita seperti itu juga.

"Sebaiknya kamu cepat mengundangku ke rumahmu, Garda."

"Tentu, kapan kamu punya waktu?" tanya Garda yang menatap Bastian dengan penuh minat.

"Secepatnya," jawab Bastian yakin.

***

Waktu telah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Margo tengah berada di depan cermin hias dalam kamarnya. Perempuan bersurai pirang itu tersenyum menatap pantulan wajahnya sendiri, malam ini dia berdandan sangat cantik. Margo tengah memoles make up tipis pada wajahnya, meski pada hari biasa dia bahkan tak pernah berhias. Balutan gaun tidur yang seksi begitu membuatnya semakin menarik, hingga lekukan tubuhnya begitu kentara, menyembulkan sesuatu yang pantas untuk disembulkan.

Malam ini adalah malam ulang tahun Garda. Margo ingin memberikan kejutan kepada suami tercintanya dengan memberikan dirinya dengan keadaan paripurna–setidaknya begitulah pikirnya. Margo mencari ingatan dalam sel kelabu otaknya, dia lalu tersenyum kecut, "Lama sekali aku tak pernah berdandan untuk suamiku. Bahkan untuk berhubungan intim pun aku tak bersemangat, rasanya melakukan berkali-kali dan tak kunjung memiliki anak adalah laknat yang paling memalukan."

Dengan lincah, Margo mulai beranjak dari tempat duduk tanpa sandaran di depan cermin hiasnya. Dia merentangkan tangannya sambil menari-nari sendirian, hatinya begitu bahagia. Kali ini Margo begitu bersemangat untuk berhubungan suami istri dengan Garda. Gairah yang kemarin cukup redup dalam dirinya.

"Kenapa aku jadi sangat bersemangat?" tanya Margo pada dirinya sendiri. "Apa karena aku sudah berselingkuh, ah!" decak Margo frustrasi.

"Ccckkk, bukan itu bukan selingkuh! Mungkin one night stand lebih cocok untuk menamakan adegan memalukan itu!" gerutu Margo memilin ujung rambutnya.

Tiba-tiba pikiran Margo menjadi liar, dia sangat menginginkan sentuhan demi sentuhan halus pada tubuhnya. Dia membayangkan tangan suaminya yang sedikit demi sedikit menyentuh tubuhnya. Gelanyar aneh itu begitu mendebarkan bagi Margo. Dia menginginkan kasih sayang dan perhatian suaminya malam ini. Sebagai hadiah ulang tahun untuk Garda–belaian liar yang akan Margo lakukan.

Margo tersenyum gusar, dia duduk di atas dipan king size mereka. Dia membayangkan tubuhnya yang seksi dalam balutan gaun tidur berwarna merah menyala yang dikenakannya. Margo membayangkan suaminya mencium bibirnya dengan sangat lembut, kemudian beralih pada jemari-jemari tangannya. Khayalan Margo semakin banyak, dia mulai membayangkan tangan besar Garda yang menelusuri tiap inci dari tubuhnya. Perlahan Margo semakin mendesah, kala bayangan tangan suaminya menyentuh area sensitifnya. Margo masih betah untuk membayangkan sentuhan demi sentuhan, hingga tanpa sadar, lengannya mulai menyentuh squishi lembut miliknya, dalam angannya itu adalah tangan suaminya. Margo mendesah lirih, tubuh dan bagian sensitifnya bergetar hebat merasakan hasratnya bergejolak.

Suara pintu yang dibuka memasuki gendang telinga Margo yang di mana dia berada di lantai dua–kamarnya, hingga istri Garda itu menghentikan aktivitas khayalan liar tentang sentuhan sensual yang begitu mengasyikkan baginya tersebut. Margo sangat yakin kalau itu adalah Garda suaminya. Margo segera merapikan dirinya kembali yang tadi begitu berantakan akibat ulahnya sendiri. Hati Margo berdebar, dia memutuskan untuk duduk manis di atas ranjang menyambut kepulangan suaminya untuk masuk ke dalam kamar.

Margo mulai berhitung sementara dewi batinnya menertawakan tingkah konyolnya itu. Margo masih betah untuk berhitung dengan degup jantung yang semakin kencang. Margo berharap bisa memberikan hadiah terbaik untuk ulang tahun Garda–siapa tahu akan ada janin yang tumbuh di dalam rahimnya. Membayangkannya saja sudah membuat Margo tersenyum geli. Kali ini, Margo benar-benar menginginkan Garda, berharap suaminya akan selalu betah sebab memiliki istri seperti dirinya–tidak berpaling pada wanita lain. Margo sungguh mengharapkan hal yang sedemikian itu.

Perlahan Margo meringis, dewi batinnya menertawakan dirinya sendiri. Pasalnya dirinya sudah menodai pernikahannya, tapi Margo pikir itu adalah kesalahan tak terduga yang siapa saja bisa melakukannya, termasuk Garda. Sejenak dia menggeleng lemah, takut andai Garda pernah berselingkuh dan juga melakukan kesalahan yang sama seperti yang dirinya lalukan.

Margo terhenyak, kala pintu kamarnya terbuka. Sebuah seringaian terbit dari bibir tipisnya, suaminya telah pulang. Margo beranjak dari duduknya dan sebisa mungkin mengatur napasnya. Dengan langkah pasti, Margo mendekat kepada Garda dan memeluknya sangat dalam, erat, dan hangat. Dia mulai mencium pipi yang ditumbuhi bulu-bulu halus–bekas cukuran yang mulai tumbuh kembali milik suaminya. Tak disangka, Garda melepaskan pelukan Margo seolah-olah jijik terhadap apa yang dilakukan istrinya tersebut. Garda memindai Margo dari atas ke bawah, kemudian beralih pada wajah yang mulai dihiasi frekless dengan tajam.

Garda menyadari sesuatu yang berbeda dengan istrinya. "Coba katakan alasan yang masuk akal, Sayang. Kenapa kamu berpakaian seperti itu?" cecarnya pada Margo dengan tatapan yang mengiris. Dasar Margo, dia malah tersenyum jahil dengan wajah yang ditarik hingga membentuk sebuah pemandangan yang manis, mirip seorang anak yang meminta permen pada ibunya. Tak lupa tatapan mata Margo yang mengesankan, puply eyesnya yang berbinar penuh minat.

"Selamat hari ulang tahun, Sayang! Kejutan! Aku menginginkan kamu malam ini dan kamu tidak boleh menolakku!" ujar Margo ceria. Wajah Margo dirayapi harapan mengenai sentuhan-sentuhan lembut suaminya dan janin yang mungkin tumbuh pada rahimnya.

Garda berjalan menjauh, meninggalkan Margo yang mematung di tempatnya berdiri, setelah menyingkirkan istrinya itu dari hadapannya. Garda meletakkan jasnya di atas ranjang dan menatap pantulan wajahnya di depan cermin hias sembari melepaskan arloji yang telah dipakainya seharian. Hingga bekas guratan benda penunjuk waktu itu kentara pada pergelangan tangannya. Margo menatap suaminya dengan mata yang berbinar, lelaki yang sejak tadi menjadi khayalan dan memenuhi isi kepalanya. Margo sangat berharap malam ini akan mendapatkan sentuhan demi sentuhan sensual dari Garda, menyatukan dirinya dengan sang suami tercinta.

Dengan ayunan kaki yang penuh percaya diri, Margo berjalan mendekati Garda. Perempuan yang menggerai rambutnya itu memeluk sang suami dari belakang, menghirup dalam-dalam aroma tubuh lelaki yang membuatnya merasakan pelepasan saat bercinta untuk pertama kalinya di malam pertama, hingga menghilangkan traumanya pada seks.

"Garda aku ingin menjadi wanita yang seutuhnya. Aku ingin menjadi istri sekaligus ibu dari anak-anakmu. Dan aku sangat ingin menyentuh juga mendapat sentuhanmu malam ini. Ayo kita melakukannya!" ajak Margo dengan suara yang manja dan diserak-serakkan hingga terkesan sensual sekali, sembari melingkarkan tangan kurusnya pada tubuh kekar Garda.

Garda melepaskan pelukan Margo dan berbalik untuk berhadapan dengan sang istri yang bertingkah aneh baginya. Tangan liatnya mencengkram rahang Margo dengan kasar.

"Kamu menginginkannya, huh? Bukankah kamu bisa mendapatkannya dengan lelaki lainnya, huh? Jangan terlalu berharap kita akan mempunyai anak, Sayang!" ujar Garda terkekeh dengan tatapan tajam yang menghunus pada Margo. Saat mengucapkan itu, suara Garda begitu tegas dan terdengar getaran pada nada suaranya. Cengkraman kuat pada rahang Margo membuat Margo meronta. Garda sungguh telah menyakiti istrinya!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel