Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14 Kamu Melakukannya?

Bab 14 Kamu Melakukannya?

Margo menoleh untuk melihat siapa yang mencekal tanggannya. Sosok itu menampilkan sebuah seringaian yang sontak membuat istri Garda itu membeku, dia merasa tertekan dengan mata yang membidiknya dengan tatapan arogan tersebut.

"Hi, Margo! Sedang apa kamu di sini?" tanya seorang yang tengah mengenakan hem panjang berwarna blink dengan tiga kancing atas yang sengaja dilepas, menampilkan dada mirip roti sobek nan menggoda.

"Hmm, kamu ..." balas Margo tercekat.

"Kok malah bengong begitu?" cecar Dedy.

"Hmm, Ded ... kamu seperti hantu saja!" kelakar Margo setelah beberapa saat mengerjapkan matanya.

"Tumben kamu mainnya ke klub?" tanya lekaki yang kini menyusurkan lidah pada giginya.

Margo memutar matanya malas, lekaki di hadapannya memang teman Garda sejak SMA dan lumayan sering berkunjung. Akan tetapi Margo mengetahui kalau Dedy agak mata keranjang.

"Bukan urusanmu, Dedy!" seru Margo mendesah.

Saat kaki Margo melangkah ke depan meninggalkan Dedy yang mengelus dagu mulusnya, dia berhenti akibat perkataan Dedy. "Aku tahu apa yang kamu lakukan bersama pria tadi," tegas Dedy menyandarkan punggungnya ke mini bar.

Margo yang merasa mulai terancam akhirnya berbalik arah.

"Aku tahu kamu akan kembali!" seru Dedy tertawa.

"Kamu sinting!" maki Margo dengan tatapan yang mengiris.

"Ccckkkk ...! Dasara perempuan mandul!" olok Dedy tertawa.

Margo memberikan tatapan nyalang pada Dedy. Matanya berkilat-kilat, dia benar-benar merasa muak dengan sebutan perempuan mandul tersebut.

Tiba-tiba ada yang menyentuh pinggang Margo dengan lembut, Margo merasa melayang sekaligus kaget. Margo yang masih hafal dengan aroma tubuh Bastian bergidik, dia lalu memutar tubuhnya dan pergi tanpa sepatah kata pun dari sana.

Bastian melihat Dedy dengan tatapan wasapada serta meremehkan, sementara Dedy merapatkan bibir dan melebarkan matanya, hingga sosok Bastian lenyap dari hadapannya juga.

"Hmmm, lumayan juga selera Margo!" gumam Dedy.

Dedy sendiri sebenarnya juga menaruh hati kepada Margo. Dirinya sering curi-curi pandang saat berkunjung ke rumah Garda. Namun jauh di dalam hatinya, Dedy turut miris atas segala gosip mengenai Margo yang mandul.

Bastian setengah berlari mencari sosok Margo, akan tetapi Margo sudah berada di mobil bersama Ayumi. Bastian mengusap wajahnya kasar. Dia merasa benar-benar frustrasi karena merasa dirayapi debaran aneh sejak mengenal Margo. Perempuan yang baru dikenalnya beberapa jam yang lalu itu.

Sebuah dering ring tone berbunyi dari HP milik Ayumi. Gadis yang mengenakan tali kain di lehernya itu memajukan bibirnya saat membaca nama 'Bastian' pada layat benda pipih hitamnya.

"Halo, Ayumi!"

"Ya," jawab Ayumi malas.

"Apa Margo bersamamu?" tanya Bastian basa-basi.

"Iya, ada apa lagi? Bukankah kalian sudah melakukannya tadi?" cecar Ayumi terkekeh.

Seketika Margo menghentikan aktivitas menyetirnya secara mendadak. Ayumi tersengal dan mengeluh sembari akan berteriak, tapi mulut merah muda itu lalu dibungkam oleh Margo.

"Halo, Ayumi. Kamu masih di sana?" tanya Bastian Khawatir.

"Hhkhmm," cicit Ayumi setelah Margo meregangkan jemarinya yang masih membekap pada mulut dan hidungnya.

"Hmmm, Ayumi ... nanti tolong kirim nomor telepon Margo, ok?"

Margo melotot, dia bisa mendengar suara Bastian di seberang sebab mendekatkan telinganya pada speaker HP Ayumi.

Margo menggeleng yakin dan melepas bekapannya pada Ayumi. Dia memberikan kode seakan memaksa Ayuni untuk tidak menjawab pertanyaan dari Bastian.

"Kalau aku ingat, ya!" kelakar Ayumi, "dan sampai bertemu lagi!" jawab Ayumi mematikan panggilan itu.

Setelah membuang napas dalam, Ayumi ingin memprotes kelakuan Margo kali ini.

"Heh, ada apa denganmu, Margo? Apa kamu bisa menjelaskannya?" sambar Ayumi.

Ekspresi Ayumi membutuhkan kejelasan, wajahnya terlihat sangat kesal, karena kelakuan Margo yang begitu membuatnya merasa tertekan.

"Tolong jangan hubungkan aku dengan Bastian lagi!"

"Heh, kenapa? Bukannya dia baik padamu? Apa dia melakukannya dengan kasar?" tanya Ayumi khawatir yang membuat Margo membuka mulutnya dengan sangat lebar sambil memejamkan matanya.

Margo benar-benar merasa frustasi hanya dengan memikirkan kebodohannya saja.

"Kalian melakukannya, kan?" cecar Ayumi.

Margo menggeleng dengan mata yang masih memejam. Perlahan buliran hangat itu luruh dari kedua pelupuk matanya.

"Oh, Baby! Ada apa?" tanya Ayumi khawatir, lalu mengambil Margo dan memasukkannya dalam pelukannya.

Margo menangis dalam pelukan Ayumi, dan sahabatnya itu mengelus punggungnya memberikan ketenangan di sana.

"Katakan padaku, kamu jangan memendamnya sendirian, okay?"

Margo mengangguk mulai membuka matanya.

"Jikalau kamu tidak menyukai Bastian tidak apa-apa. Aku bisa mengenalkanmu dengan lelaki lain,"

Seketika Margo menggeleng cepat.

"Aku sudah menikah!" jelas Margo yang membuat Ayumi terperangah.

***

"Ayah!" Sebuah suara perempuan memanggil dan berlari mendekat pada mereka.

Sosok gagah itu melongo, gadis yang tengah mengenakan topi army menghampiri mereka.

"Kenapa Ayah di sini? Apa Ayah lupa, kalau hari ini jadwal kontrol? Ayah tadi pagi aku sudah mengingatkanmu akan hal ini. Apa Ayah merasa sakit?" Gadis itu terlihat memeriksa tujuh ayahnya yang masih sedikit bergetar.

Mata berbulu lentik itu mengalihkan pandangannya pada pria yang mengenakan kaos bola itu, dia adalah Garda. Lucunya yang

seketika Gadis itu memandang Garda mencemooh.

"Ayah ... dia tidak mengancammu kan? Apakah dia salah satu dari rentenir yang menagih hutang padamu?"

"Aish, bukan!" elak Rudy.

" Jangan Ayah! Ayah jangan berusaha membelanya!"

"Kasih, dia tidak salah," terang Rudy.

"Sudah kubilang, Ayah jangan membelanya! Ayah aku akan memberinya pelajaran, kalau berani menagih hutang padamu!"

Gabis itu menggulung lengan kemeja Army yang dikenakan dan bersiap memukul Garda namun, dengan cepat Garda berhasil menahannya. Gadis itu menarik tangannya namun Garda masih menahannya.

"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Garda. Seketika gerakan gadis itu terdiam dan dia sedikit mendongak membuat wajahnya yang tertutup topi bisa dilihat oleh Garda dengan jelas.

***

"Tapi, kenapa?" tanya Richard heran.

"Dia cantik dan membuatku merasakan cinta pada pandangan pertama dan kami melakukannya." Bastian tersenyum tipis sambil menggigit bibirnya.

"Crazy! Pada pandangan pertama?"

Bastian mengangguk.

"Terlalu frontal, berani, atau bahkan terkesan playboy. Bagaimana pendapatmu tentang dirimu sendiri?"

Bastian hanya tersenyum menggeleng.

"Aku tidak yakin, Richard!" ucapnya dengan mengarahkan pandangan matanya pada Garda yang dari jauh masih memandangi mereka.

Bastian pun melambaikan tangan dan dibalas oleh Garda.

"Hei dia membalas lambaianmu, Bastian!" pekik Richard.

Bastian pun melihat ke arah Garda sekilas, dia memaksakan sebuah senyum lebar di wajahnya. Bastian tidak tahu kalau itu sangat berarti bagi Garda.

Bastian yang merasa sedang berselimut panah cinta yang datang menghunus hatinya pada pandangan pertama itu tertawa.

"Astaga! Aku lihat matamu bersinar!" pekik Richard dengan menepuk bahu Bastian. "Sebenarnya aku takut, kalau kamu berlebihan terhadap fantasimu tentang perempuan," sergah Richard enggan menanggapi sahabatnya yang dia pikir sedang agak gila tersebut.

"Hmm, mungkin kamu perlu merasakan juga cinta pada pandangan pertama, Richard!" tebak Bastian menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kamu mengada-ngada, Bastian. Berhentilah berbicara omong kosong!" kata Richard yang mulai menekuri dokumennya kembali.

"Hentikan percakapan kalian berdua!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel