Bab 13 Melakukan Kesalahan
Bab 13 Melakukan Kesalahan
"Ada apa? Apa ada sesuatu yang salah?" tanya Margo merasa gusar setelah membuka jubah mandinya.
"Kukira kamu sudah tidak mengenakan apa pun di dalamnya."
Margo tertawa, dia mengabaikan rasa malunya, sebab melihat reaksi dari perkataan Bastian yang terlalu vulgar itu.
"Hei, kenapa kamu tertawa? Kamu menertawai diriku, ya?" keluh Bastian merasa jengkel.
Kini Bastian merasa tak tahan lagi dengan sikap Margo yang semakin menertawakannya.
"Apa aku begitu konyol menurutmu, hah?" cecar Bastian yang lalu bertindak tanpa pesertujuan Margo.
Lelaki yang masih mengenakan pakaian lengkap dan sepatu hitam mengkilat itu akan memaksakan idenya pada wanita cantik di hadapannya.
"Kamu harus tahu hukuman apa yang akan kuberikan padamu, Margo!" ancam Bastian yang membuat Margo menurunkan kadar tawanya, hingga hanya terkekeh pelan.
"Kita akan melakukan hal yang enak," kata Bastian menyuarakan idenya. Seketika Margo merinding mendengar perkataan sensual dari bibir Bastian tersebut.
Ide Bastian terdengar paling cemerlang di antara ide-ide lain yang mungkin bertebaran dalam situasi seperti itu. Margo menjadi terdiam di tempatnya sembari memandang horor ke arah Bastian. Dia bingung apa yang hendak dilakukannya, tanpa ada lagi suara tawa dan kekehan jumawa yang sedari tadi dipamerkan terhadap lelaki tampan yang terus menatapnya secara intens.
Margo masih mengingat dan menimang-nimang apa yang harus segera dia lakukan. Separuh kesadarannya seakan mulai mencerna bahwa keadaan ini tidak baik untuknya, tetapi terlambat karena Bastian sudah berjalan ke arah pintu dan mengantungi kuncinya pada saku celana panjangnya.
Margo tersenyum gusar, tatapannya ragu sebab dirayapi kebingungan–yang terlihat semakin sangat menggoda–Bastian yakin kalau dirinya tak akan mampu menahan hasratnya yang terus menggelegak.
Hingga munculah kemungkinan persentase tertinggi itu, yakni mereka akan bercinta menggunakan spot kamar VIP yang merupakan pelayanan spesial dari tempat hiburan yang berada di kota Bukittinggi tersebut.
"Bastian cukup jangan mendekatiku!" ujar Margo dengan dua tangan diarahkan seperti menekan udara di depannya.
Bastian tersenyum menyeringai, dia sudah tak tahan lagi untuk mencicipi tubuh langsing di depannya. Dalam pandangan Margo, Bastian adalah serigala yang lapar dan tatapan lapar itu seakan hendak menerkamnya sebentar lagi.
Entah apa yang merasuki diri Margo, hingga secara suka rela mau melakukan hal terlarang tersebut dengan Bastian. Lelaki yang baru dikenalnya setengah jam yang lalu. Mungkin karena pil perangsang yang efeknya begitu cepat menguasai dirinya, mendenyutkan dan menggelitiki pusat dari inti tubuhnya yang terus meronta dan mendamba. Tapi kemungkinan alasan lain Margo adalah karena dia merasa ingin melakukan sesuatu untuk menghilangkan stress yang menggerogotinya, tersebab gunjingan tetangga atau desakan mertuanya yang mengatainya sebagai perempuan mandul.
"Aku mandul, Bastian!" seru Margo saat berada di atas tubuh liat yang berada di bawahnya. Dia tertawa terbahak-bahak, yang untungnya ruangan VIP itu dilengkapi dengan peredam suara, kalau tidak pastilah akan terdengar oleh orang-orang yang berada di liat ruangan.
"Oh, Baby fuck! Aku tak peduli kamu mandul atau tidak. Jika kita menikah kita akan mengadopsi anak-anak yang manis. Apa kamu setuju?" cerocos Bastian disela desahannya menahan kenikmatan.
"Kamu membuatku merasa bahagia, Bastian! Andai aku mengenalmu dari dulu!" cetus Margo.
Siang itu Margo merasakan sensasi plong, kepenatan yang menderanya sirna dibawa angin dan lenguhan manjanya. Tanpa sadar saat Bastian menumpahkan diri di dalam dirinya dia menjerit, meneriakkan nama Garda.
"What's the fuck? Siapa itu Garda?" cecar Bastian yang buru-buru menarik miliknya.
Wajah Margo yang cerah dan binal itu berubah seketika menjadi pias.
"Hmmm, dia adalah pacarku!" elak Margo.
Bastian tersenyum miring. "Kamu menyukainya?" tanya Bastian mendekat ke arah Margo.
Kini Bastian tidur di samping Margo yang seakan terkapar tak berdaya. Lelaki kuat tersebut menumpukan wajahnya pada lengan kokohnya dengan terus tersenyum memiringkan diri untuk menghadap pada Margo.
"Putuskanlah pacarmu itu. Bukankah aku lebih memuaskanmu dibanding dia? Aku akan menikahimu, Margo!" tekad Bastian.
Margo melirik Bastian seketika masih dalam posisi terlentang, "Kamu bercanda, Bastian. Aku mungkin benar-benar mandul!" elak Margo tersenyum kecut.
"Aku juga pernah divonis dokter mandul, Margo. Dan kabar baiknya, kita belum mencobanya, kita bisa menikah tanpa memikirkan anak. Kamu tahu itu? Menikah itu karena membutuhkan dan ingin, bukan hanya untuk anak. Dan aku punya dokter andalan, mereka sudah mengembangkan teknologi bayi tabung, kamu tak perlu khawatir!" cuap Bastian mencubit singkat ujung gunung indah milik Margo.
"Auuu!" pekik Margo tertahan.
'Bip-bip'
Sebuah pesan masuk pada HP milik Margo. Dengan lincah tangan kurusnya mengambil benda pipih hitam itu, dia membukanya.
[Margo kamu di mana? Ayo kita pulang!]
Sebuah pesan dari Ayumi terpeta jelas di layar HP-nya, Margo berdecak.
"Siapa?" tanya Bastian.
"Ayumi, aku harus pulang!" putus Margo yang beringsut menuruni ranjang dan bergerak lincah ke kamar mandi memakai bajunya yang sudah setengah mengering.
"Kita bisa bertemu lagi, kan?" kata Bastian khawatir.
Margo mengerang pelan. Dia baru saja tersadar telah melakukan kesalahan hingga menciptakan kekacauan. Kabar buruk terbesarnya adalah melakukan hal terlarang bersama lelaki yang kini memberikannya tatapan mengiris dan menaikkan kedua alisnya di atas ranjang. Kasur empuk yang spreinya masih berceceran keringat atau bau tubuhnya.
"Aku tak tahu," sergah Margo yang sudah berpakaian lengkap dan memakai sepatu stiletto hitamnya.
'Bastian tadi pasti menyihirku hingga aku menyerahkan diri padanya!' desah Margo dalam hati.
Memang benar, kalau Bastian adalah lelaki hebat yang membuat Margo menyerahkan diri hanya dalam waktu kurang dari satu jam setelah berkenalan.
Sejenak Margo menghela napas menyadari kebodohannya. Hal yang baru dilakukannya dengan Bastian adalah sesuatu yang tidak biasa. Menyerahkan dirinya tanpa perlawanan yang berarti.
"Hai, kamu akan meninggalkanku tanpa sebuah ciuman?" tanya Bastian mengedipkan mata kanannya.
Margo berdecak, kesadarannya sudah sempurna. Dia merasa kalau yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan yang fatal. Hal yang tidak biasa, karena biasanya dia tidak pernah seceroboh itu.
'Aku tidak suka, menyerahkan diri padanya. Oh, kamu gila, Margo!' cicitnya dalam hati.
Margo yakin kalau dia tidak sedang dalam pengaruh obat apapun, tidak sama sekali. Dia hanya menyesap!
'Ah, pasti ... pasti Bastian telah memasukkan sesuatu pada air putih yang ditawarkan padaku tadi dan membuatku mabuk! Hingga mau melakukan hubungan intim dengan liar dan tak terkendali.' Margo benar-benar berpikir keras dan sebenarnya tidak akan mengubah apapun, sebab adegan liar itu sudah terjadi.
"Kenapa kamu diam saja?" tanya Bastian yang mengingat bagaimana sebelumnya Margo begitu liar di atas ranjang.
Wajah Margo seketika memerah, menahan malu. Sedikit merona, karena menyadari betapa berbedanya dia saat berada dalam dekapan penuh gairah lelaki yang menunggu jawabannya di atas ranjang itu.
Margo memijit kepalanya yang terasa pusing, memikirkan apa penyebab dirinya dengan semudah itu menyerahkan sesuatu yang selama ini dia jaga dan hanya dia berikan untuk suaminya. Sejenak istri Garda itu menatap Bastian ragu, lalu memicing, merasa kesal karena kebodohannya.
'Apakah penyebabnya adalah tatapan Bastian yang membius atau kata-kata manis yang lembut dan hangat yang memabukkan itu? Apa mungkin karena itu?' tanya Margo dalam hati. Dia merasa putus asa dan menganggap dirinya sama saja dengan wanita murahan lainnya.
'Aku adalah wanita yang sangat murahan!' decih Margo lirih.
Margo merasa frustasi, akhirnya tanpa berkata sepatah kata pun, dia keluar dari kamar itu untuk mencari sosok Ayumi.
Mata Margo berkeliaran mencari Ayumi. Sejurus kemudian HP-nya berbunyi kembali. Seketika Margo mengusap layar benda pipih itu– untuk melihat pesan dari kontaknya yang bernama Ayumi.
[Aku menunggumu di parkiran]
"Ah," decak Margo yang akhirnya membuang napasnya cepat dan dengan langkah yang juga cepat, dia menuju parkiran.
Tiba-tiba tangan Margo dicekal oleh seseorang.
