Bab 12 Ingin Selingkuh
Bab 12 Ingin Selingkuh
"Kamu juga tampan," balas Margo. Sementara Bastian hanya tersenyum datar.
Seketika wajah Margo cemberut, dia tak mengerti, melihat sikap Bastian yang tiba-tiba berubah menjadi dingin, seakan apa yang dikatakan Margo adalah suatu kebohongan, padahal memang benar bahwa Bastian adalah lelaki yang tampan dan sedap dipandang mata. Bayangkan saja, bulu-bulu tipis yang memenuhi rahang kokohnya begitu terlihat sensual.
"Hai kenapa kamu cemberut?" tanya Bastian menelusuri wajah Margo yang terlihat murung.
Wajah Bastian seketika memanas, darahnya bergolak mengamati muramnya air muka Margo dalam remang cahaya yang mewarnai tempat hiburan tersebut. Dan Bastian masih bisa melihat bibir ranum menggoda milik Margo itu, hingga membangkitkan sesuatu yang sangat dahsyat dalam dirinya.
Anehnya sesuatu yang menggetarkan seluruh sarafnya ini adalah pengalaman pertama bagi Bastian. Dia merasakan menghadapi seorang wanita yang begitu memikatnya secara spektakuler pada pandangan pertama.
"Entah kenapa ... aku merasa kamu bersikap dingin padaku!" cicit Margo.
"Kamu marah?" Bastian menelengkan kepalanya mendekati Margo. "Sebenarnya aku hanya sedang menggodamu!" bisik Bastian pada cuping telinga Margo yang membuat Margo bergidik.
Seketika Margo merasakan gelenyar aneh yang membuatnya meremang.
"Tidak perlu memikirkan sesuatu yang dipikirkan oleh banyak orang! Aku bosan dipuji dengan ketampanan ini!" sambung Bastian sembari dengan sopan tangan liatnya menyentuh pinggang langsing Margo dan menuntunnya menuju sebuah kamar tertutup di tempat hiburan yang minim cahaya itu.
Seketika Margo merasa tersentak, seakan tengah terkena aliran listrik bertegangan tinggi yang menyetrumnya. Sebaliknya, Bastian merasakan hangat aura tubuh dari Margo, tubuh indah dibalut gaun hitam melekat sempurna yang terkesan seksi dan berkelas.
Hingga percikkan dahsyat pun menyerbu keduanya. Mereka tidak tahu harus dinamakan apa getaran itu, juga bisik-bisik aneh yang mengatakan kalau sebaiknya melakukan sesuatu yang mampu menjawab sensasinya.
Kini Margo dan Bastian berjalan melintasi orang-orang yang sedang asyik dengan anggur di tangannya, atau bercengkrama dengan rekannya. Dengan tanpa suara, keduanya menuju ke sebuah ruangan yang mirip kamar tidur berukuran 4x5 meter, dindingnya berwarna pink lembut. Sebuah hiasan bunga mawar merah diletakkan di nakas sebelah tempat tidur tersebut.
Tiba-tiba Margo muntah dan muntahan itu mengotori gaunnya.
"Kamu kenapa? Apa kamu gugup?" tanya Bastian khawatir.
Margo mengangguk. Margo sendiri sudah lama tidak mengalami hal semenggugupkan itu, yang jika terjadi akan membuatnya merasa mual.
Tanpa merasa jijik sedikit pun Bastian membantu mengelap muntahan Margo dengan tisu basah yang disediakan di kamar tersebut. Margo merasa tak enak hati, namun dia hanya diam mematung sembari melihat Bastian yang terlihat telaten membersihkan sisa muntahannya. Setelah selesai, keduanya lalu berpandangan penuh arti.
"Sebaiknya aku membersihkan diri di toilet!" kata Margo merasa tak enak hati.
"Ada jubah mandi yang disediakan. Kamu bisa mencuci muntahanmu dengan sabun mandi batang di toilet!" saran Bastian.
"Ok. Kamu sebaiknya menungguku di luar saja."
"Tidak, aku yang membawamu masuk kemari. Ini adalah tanggung jawabku, memastikanmu dalam keadaan baik."
Toilet itu berada di dalam kamar, sehingga Margo tak perlu menggunakan toilet luar atau harus keluar dan dilihat oleh banyak pasang mata tentang bajunya yang terkena muntahan.
Margo hanya mengangguk, lalu memasuki toilet berpintu putih di dalam ruangan VIP tersebut.
Dua puluh menit kemudian Margo keluar dari kamar mandi, sementara Bastian hanya di atas kasur dan memainkan games di layar HP-nya untuk mengusir kebosanan yang menyergapnya.
"Hekhem!" Margo berdehem, seketika perhatian Bastian teralih untuk memandang pemilik suara serak yang begitu syahdu didengar oleh telinganya.
Margo hanya mengenakan jubah handuk yang sebenarnya tidak terlalu tebal untuk menutupi tubuhnya yang tidak mengenakan apapun di baliknya. Mata nakal Bastian pun dapat melihat lekuk menggoda di balik dada dan bokong Margo. Hingga Bastian membayangkan peristiwa asyik yang membuat napasnya tertahan.
'Jika tanganku melepas jubah mandi itu!' kata Bastian dalam hati.
Bastian ingin melihat apa yang tersaji di balik jubah mandi yang membalut tubuh Margo, tak hanya itu, lelaki bermata hitam itu juga ingin menyentuhnya dengan penuh hasrat.
Bastian tersenyum smirk. "Ayo minum dulu!" tawar Bastian yang sedang menuang air putih dalam gelas bening tinggi, sedang tangan kirinya menarik sebuah pil kecil dari saku jasnya.
Gelas yang berisi air itu lalu diserahkan pada Margo. Margo menerimanya dengan tersenyum tipis, meski menaruh rasa curiga terhadap Bastian.
Bastian berharap kalau hasrat yang tengah membara di dalam dirinya tidak membuatnya lupa diri dan menarik Margo ke dalam pelukannya sekarang. Milik mereka belum bersatu–dan mungkin hanya menunggu waktu.
Bastian benar-benar tertarik dengan Margo yang terlihat begitu sopan dan tampak seperti wanita baik-baik. Tidak seperti kebanyakan perempuan yang dia temui selama ini, perempuan cantik, manja, atau yang Bastian pikir hanya mengincar hartanya.
Jelas Margo berbeda, dia tidak dibesarkan orang tuanya untuk menjadi wanita yang seperti itu. Margo adalah wanita yang hangat dan ceria, hingga Garda tak sudi untuk berpaling dari istrinya tersebut.
"Air putih bersuhu ruang, mungkin dengan air ini akan membuatmu lebih baikan. Hingga menghilangkan mual-mualmu itu. Sebaiknya kamu tidur dulu, seperempat jam untuk mengembalikan vitalitasmu. Sepertinya kamu masuk angin?" saran Bastian.
Segelas air putih itu sudah berada di tangan Margo, tetapi Margo menatap Bastian ragu.
"Tapi tentu saja semua terserah padamu, Nona!" tukas Bastian merasa jengkel diberikan tatapan curiga dari Margo.
"Kamu tidak meletakkan sesuatu di dalamnya kan, Bastian?" tanya Margo terkekeh.
Bastian pun langsung beranjak dari tempat tidur. Tangan liatnya menyentuh dua pundak Margo.
"Jika ragu, tak perlu meminumnya!" balas Bastian dengan sorot mata yang nanar tepat menghunus mata Margo.
Seketika Margo bingung, dia harus cepat memutuskan untuk meminum air putih di tangannya atau tidak. Matanya terlihat berkerut, lalu Bastian yang tak sabar mengambil gelas di tangan Margo dan meminumnya separo.
"Kamu lihat, kan?" tanya Bastian menantang setelah meminum separo dari air di dalam gelas.
"Kamu lucu, Bastian!" seru Margo tertawa kecil.
"Tak ada racun di sana. Lihat aku baik-baik saja!" elak Bastian yang seketika tubuhnya mulai memanas dan miliknya tengah berdiri kokoh di bawah sana.
Bastian berusaha keras agar air mukanya terlihat biasa-biasa saja, agar Margo tidak melihat ekspresi gusarnya.
"Baik, aku akan meminumnya. Maaf, meragukanmu tadi, Bastian!" sambar Margo mengambil air yang masih tersisa setengah di tangan Bastian.
Tiba-tiba Margo merasa kalau kakinya tidak berpijak di lantai putih itu dengan sempurna, kakinya mulai melemas dengan debaran jantung yang bertambah kuat. Ya, alat pemompa tubuhnya itu berdegup kencang meminta sesuatu sensasi untuk segera disegerakan.
Margo merasakan ada yang menggelitiki pusat inti tubuhnya, dan seketika alat reproduksinya itu mulai berdenyut tak karuan. Bastian tersenyum miring. Tersebab dia juga merasakan hal yang sama. Sebuah gelenyar yang menuntut, mendamba sosok di hadapannya dan meminta untuk segera dituntaskan.
Bastian yang melihat Margo sudah terlihat sangat gusar, mulai berani menarik tali pada jubah mandi berwarna putih itu. "Ah, maaf, Margo! Aku merasa sangat konyol!" cetus Bastian tanpa terlihat merasa bersalah.
Margo tersenyum samar. "Kamu kenapa menariknya? Apa kamu menginginkanku, Bastian?" cecar Margo yang meloloskan jubah mandi itu dari tubuh seksinya.
Seketika sebuah pemandangan yang diperkirakan Bastian di awal tadi mulai terpampang, tetapi ada sesuatu yang janggal yang ditangkap oleh mata hitamnya itu. Alisnya bertaut, hendak menanyakan sesuatu pada Margo.
