Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Pencarian Korban

Perjalanan malam itu ternyata tidaklah mudah. Mereka kerap kali diganggu dengan penampakan makhluk tak kasat mata. Namun, Ki Ageng berpesan agar mereka tetap fokus berjalan dan tidak berhenti meski apa pun yang terjadi. Terdengar suara tawa kuntilanak menggema di sepanjang jalan mereka. Bahkan terdengar pula suara gelak tawa anak kecil yang berwujud tuyul yang terlihat asik bermain. Sedangkan di ujung jalan terlihat sekumpulan pocong seolah menghadang mereka. Joko yang penakut hampir pingsan melihat gangguan ini. Namun, Adi terus menyemangatinya dengan mengatakan jika takut sebaiknya pura-pura tidak melihat saja, dan terus membaca doa dalam hati.

Setelah menempuh perjalanan yang menghabiskan waktu dua jam dengan jalan kaki, akhirnya rombongan itu tiba di daerah sumur keramat. Ki Ageng segera memimpin ritual yang bertujuan untuk meminta kekuatan pada leluhur kampung yang dianggap memiliki kekuatan agar membantu mereka.

Tak lupa Ki Ageng meminta tetesan darah dari tiga pemuda yang masih perjaka itu sebagai syarat persetujuan atau penghormatan kepada leluhur mereka. Terlihat Ki Ageng merapalkan mantra-mantra yang seolah-olah ia memberikan energi tak kasat mata pada tiga pemuda tadi.

Ketiganya mulai memejamkan mata sesuai perintah dukun sakti tersebut, seolah pasrah dengan keadaan yang ada, tangan mereka saling menggenggam dan masing-masing tangan kiri mereka telah diikat oleh benang merah. Dukun itu berpesan agar mereka jangan sampai melepas benang merah tersebut.

Ketika keduanya membuka mata terdengar suara Ki Ageng yang samar, tapi jelas.

“Kalian harus berjalan lurus hingga menemukan sebuah gua dengan tiga pintu. Pilihlah pintu kiri karena di situlah tempat teman kalian ditawan! Kalian harus cepat karena waktu kalian tidak banyak, gunakan belati untuk menusuk makhluk yang mengganggu kalian,” ucap Ki Ageng yang didengar oleh ketiganya.

Mereka mempercepat langkah kaki dengan harapan tidak kehabisan waktu, tetapi sejauh apa pun melangkah terasa tidak ada ujungnya. Mereka seperti terjebak di dalam labirin ruang hampa, hanya sedikit cahaya yang terlihat akibat bulan purnama.

Ketika dalam posisi siaga tiba-tiba langkah mereka berhenti, terlihat sepasang orang tua yang memanggil nama mereka. Ketiga lelaki itu kaget, bagaimana bisa ada orang tua di tempat seperti ini?

Orang tua itu berpesan kepada mereka agar segera meninggalkan tempat ini karena tempat ini dikutuk. Awalnya mereka goyah namun Adi mencoba menguatkan dengan mengatakan bahwa mereka tidak boleh berhenti karena nyawa Susan dan Danan sedang dalam bahaya. Akhirnya mereka memilih mengabaikan pesan kedua orang tua tersebut dan berjalan sesuai dengan arahan Ki Ageng.

Akhirnya tidak sia-sia perjuangan mereka menyusuri jalan yang nampak tak berujung itu, hingga sampailah mereka di depan gua yang memiliki tiga pintu untuk masuk. Mereka segera menuju masuk pintu sebelah kiri, tak jauh dari penglihatan mereka terlihat makhluk berbulu yang mengerikan itu. Jumlahnya sangat banyak, mungkin puluhan. Berbekal pisau pemberian Ki Ageng, mereka berhasil melumpuhkan lawan. Meski mereka harus melawan rasa takut yang begitu bergejolak di dada.

Akhirnya mereka menemukan penjara tempat Susan dan Danan terperangkap. Mereka berdua terkejut melihat kedua temannya berada pada sel penjara yang berdampingan, kondisi keduanya terlihat mengenaskan. Tanpa aba-aba mereka segera melepas kunci gembok sel dengan sekali sabetan pisau kecil itu dan berhasil, kunci itu terbuka. Danan dan Susan berlarian menghampiri mereka, bahkan tak henti-hentinya menangis dan memohon maaf atas kesalahannya selama ini. Mereka berdua sangat terharu dengan perjuangan ketiga lelaki itu, tidak ada pemikiran di benaknya akan selamat dari kondisi tersebut.

Suasana itu nampak mengharu biru, terlihat ekspresi lega dari sekelompok mahasiswa itu, setidaknya mereka bisa saling bertemu. Kedua anak manusia yang tersandera itu tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada ketiga temannya. Setelah usai bersukacita dalam alunan kelegaan pasca mengalami kejadian traumatis itu, Adi mengingatkan teman-temannya untuk segera bergegas meninggalkan tempat itu, mereka berlarian menuju jalan keluar.

Di sepanjang jalan mereka terus berlari beriringan. Adi yang berada di posisi depan terus menoleh ke belakang seolah memastikan tidak ada siapa pun yang tertinggal. Hingga sampailah mereka di tempat orang tua tadi. Kemudian sang orang tua tersenyum dan mengeluarkan suara menggema yang berhasil masuk di relung hati mereka. Memberikan percikan rasa ketakutan dan keraguan, apakah benar yang dikatakan orang tua itu?

“Kalian bodoh, iblis itu tidak hanya akan mengambil sukma kedua temanmu itu. Tapi kalian semua. Kalian akan semua akan mati!” teriaknya diiringi tawa yang sangat menyeramkan.

Jam telah menunjukkan pukul 04.00 WIB menjelang subuh. Ki Ageng nampak cemas karena sekumpulan mahasiswa itu tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Ketiga lelaki itu mengalami perjalanan supranatural, sukma mereka berpacu dengan waktu sebelum matahari terbit untuk menyelamatkan kedua temannya. Terlihat tubuh ketiga lelaki itu mulai bergerak terkecuali kedua orang yang telah menghilang itu.

Ki Ageng mulai merasakan energi positif yang mendekati dirinya, hal itu menunjukkan bahwa mereka telah kembali. Adi, Joko dan Ardan terbangun dengan napas terengah-engah. Mereka saling berpelukan untuk menguatkan. Mereka sangat bersyukur karena berhasil menyelamatkan kedua teman mereka yang hilang itu dengan selamat.

“Kalian tidak perlu khawatir, teman kalian hanya pingsan saja, itu wajar karena sukma mereka baru saja kembali dari alam gaib. Mereka akan sadar setelah tiga hari. Sekarang baiknya mereka dipindah di rumah warga terdekat dan kami akan segera mengantar ke kontrakan kalian jika mobil itu sudah datang,” ucap Ki Ageng yang membuat ketiga lelaki itu lega.

Setelah beristirahat sejenak, mereka melanjutkan kembali perjalanan pulang menuju rumah kontrakan. Saat itu perasaan Adi tidak nyaman, ia merasakan hal buruk telah terjadi selama mereka tidak ada. Sesampainya di rumah, mereka terkejut melihat Sekar dan Mila tergeletak di halaman rumah dan dikerumuni warga yang heran melihat pemandangan itu. Bergegas mereka memindahkan tubuh keduanya di kamar. Adi nampak terkejut melihat pemandangan itu karena ia menyangka teror telah usai.

“Permisi Ki, mengapa Sekar dan Mila pingsan di halaman ini? Apa yang telah terjadi pada mereka?” cecar Adi pada dukun itu. Ia mengira hanya mendapat semacam firasat saja, tapi nampak seolah benar.

“Sekar telah bertarung dengan beberapa demit yang akan menghalangi kalian. Itu dia lakukan untuk meringankan misi penyelamatan kalian. Puncaknya saat ia menghadapi perempuan bergaun merah kemarin dan sundel bolong itu, energi mereka cukup kuat dan berpengaruh. Jika mereka dikalahkan maka energi demit dari kelas bawah akan mudah ditaklukkan,” tutur Ki Ageng dengan ekspresi serius.

Ki Ageng meminta warga untuk memindahkan tubuh Sekar dan Mila ke kamar mereka. Lalu ia terlihat komat-kamit merapalkan mantra-mantra untuk menetralisir kondisi sekitar.

“Sinden itu ternyata memiliki kekuatan luar biasa, tidak main-main, ia mampu melumpuhkan anak buah tuanku dengan waktu yang relatif singkat. Aku harus melaporkan pada tuanku karena ini bisa mengancam kekuasaannya,” gumam Ki Ageng sambil menatap Sekar tanpa mengedipkan matanya sedikit pun.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel