Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Bab 6

Sebulan aku telah berhenti sebagai buruh cuci, makan tidur pun di rumah Mila, sepertinya sudah tidak wajar lagi kurasa, walaupun sebenarnya Mila ikhlas melakukannya.

"Mil, ke pasar yuk" ajakku padanya . Ngapain? Tanya Mila heran," Aku mau cari kerjaan ", jawabku.

"Sudah siap Kamu mau kerja kak Atik ? " Mila balik bertanya. "Siaap"! Ucapan ku semangat, menutupi hati ku yang tidak menentu.

Aku dan Mila berangkat ke pasar untuk mencari pekerjaan padaku.

Buatku pekerjaannya tidak memilih, yang penting bisa makan dan mengisi kesibukanku, terlebih jangan tergantung kali pada sahabatku Mila.

"kak, ada lowongan? " tanyaku pada seorang yang lagi sibuk membuka tokonya.

" Oh, gak dek " ucapnya pelan.

Lagi-lagi kami tak bosan untuk kesana kemari di pasar itu, untuk bertanya apakah ada lowongan kerja. Tapi tidak ada yang menerima lowongan kerja saat itu, sehingga kami pulang dengan hasil nol.

Otakku berputar,berpikir pekerjaan apa yang bisa aku kerjakan, tapi menghasilkan uang.

Besoknya aku ke pasar sendirian tanpa Mila.

Aku melihat seseorang dengan ributnya mengobral barang jualannya di kaki lima,.

" Dua pasang, lima ribu,,," katanya berulang - ulang.

Aku dekati wanita itu, aku pun ikut-ikutan mengobral barang jualannya .

"Dua pasang lima ribu,,, kaos kakinya kak "dua pasang lima ribu", akupun mencontoh cara wanita itu mengobral jualan kaos kakinya.

Alhamdulillah jualannya laris manis, banyak yang laku.

Dia kasih aku Rp 20.000 sebagai tanda terima kasih padaku, menjelang pulang.

"Besok Kamu boleh datang lagi " , kata wanita itu,.

Keesokan harinya aku datang mengobral jualan wanita itu lagi, alhamdulillah hasilnya tetap stabil dan layak. Kemudian dia kasih aku upah tetap Rp20.000,tapi aku tetap senang dengan upah yang ku dapat.

Seminggu kemudian ..

Wanita itu berkata " Tik, kalau Kamu mau bawa saja barang jualan ini, Kamu jual di pekan lain, kita bisa bagi untung ".

"Mau Kak, jawabku, sebenarnya aku belum tahu bagaimana cara menjualnya.

Alhamdulillah, aku dapat kerjaan, "semoga Allah memudahkan segala urusanku" gumamku dalam hati.

Wanita itu mengambil buku note dan pulpen yang sudah disiapkannya di tasnya. Dia keluarkan sebungkus demi sebungkus kaos kaki jualannya dari karung yang sudah di asingkannya dari tadi. Dia tulis perlusinnya dan harganya. Dirobeknya selembar buku note,diserahkannya pada saya, "ini Kau pegang, tanda bukti berapa lusin barang yang ada padamu", kata wanita itu.

Aku ambil kertas selembar dari tangannya, kumasukkan ke kantong celana jeans yang ku pakai. " Hati-hati, awas hilang",kata wanita itu sekedar mengingatkan.

"Ya, ampun wanita ini baik bangat" pikirku dalam hati.

Setelah kami berdua menghitung kaos kaki tersebut, ternyata sudah berjumlah lima puluh lusin yang perlusinnya Rp 20.000 , dan akan aku ecer Rp 30.000 per lusinnya.

"Ya Allah, wanita ini percaya kali padaku, aku gak akan mengkhianatinya, kata hatiku.

Kuangkat kaos kaki kedalam beca , aku pamit pada wanita itu untuk pulang.

Aku mulai jualan kaos kaki di pekan-pekan yang bergantian,.

Kulihat seorang dari tetangga mas Seno lewat di depan ku.

"Jualan ya?, kata wanita itu.

"iya kak jawabku agak sedikit malu.

"bagaimana anak-anak disana kak,? Ku balek bertanya.

"kabar mereka kurang baik, anakmu yang paling besar, itu loh… baju sekolahnya sudah gak layak dipakai" kata wanita itu mengadukan.

Kutarik tangan tetangga mas Seno yang ku kenal sebelumnya,kutinggalkan jualan kaos kaki ku sementara. Aku bawa wanita itu ke toko seragam sekolah.

Aku belikan baju seragam sekolah buat anak sulungku.

"kak tolong ya kasihkan ini buat anakku Atun,? Kataku padanya.

"Oh…iya jawab wanita itu",

Aku Pun berpencar dengan wanita itu,.

Aku kembali beraktivitas menjual kaos kaki yang ku tinggal tadi.

Berselang waktu kemudian, aku jumpa lagi dengan wanita tetangga mas Seno yang ku jumpa sebelumnya.

"hee,,, maaf ya, baju seragam sekolah yang kau belikan hari itu pada Atun, sudah ku kasih sama anakku, soalnya ayah Atun gak mau menerimanya, katanya dia sanggup beli baju sekolah untuk anaknya" kata wanita itu panjang lebar.

Wanita itu memberikan uang baju seragam kosekolah itu kembali padaku, aku terima dengan merasa kesal.

Yah… namanya jualan kaki lima dan pekan, hiruk-pikuk orang belanja, sehingga banyak sekali tetangga mas Seno yang ku lihat lewat di depanku. Otomatis kabar yang kudapat pun hampir setiap hari.

Suatu hari penjaga kantin sekolah berhenti di tempat aku jualan,.

"Ibu nya Rahmat kan?, tanya ibu penjaga kantin sekolah.

"iya bu, jawabku singkat,

"apa Kamu lihat Rahmat anakku baik-baik saja,? Kemudian aku bertanya.

"Rahmat sehat-sehat saja, namun kulihat Rahmat setiap hari tidak ada uang jajan, Rahmat gak pernah jajan di kantin"! Kata ibu kantin sekolah.

Aku sebagai ibunya, merasa kasihan mendengar keadaan anak-anakku.

Aku ambil tas, tempat uang ku jualan, lalu kuambil uang sepuluh ribuan,.

"Tolong dulu berikan pada Rahmat anakku ", ujarku pada ibu penjaga kantin sekolah.

" sekalian, kalau Rahmat mau jajan tolong berikan bu, nanti ibu jemput bayarannya padaku".ucapku padanya.

Seminggu kemudian ibu kantin penjaga sekolah datang menemuiku dengan sengaja,

"Rahmat gak mau uang yang Kamu kasih hari itu, kata Rahmat, dia gak boleh menerima apapun dari ibunya, takut Rahmat di marah sama ayahnya,. "kata ibu penjaga kantin sekolah.

Aku Pun terdiam mendengar cerita dari ibu kantin sekolah tersebut. Ibu kantin pun mengembalikan uang sepuluh ribuan yang ku titipkan padanya.

Seminggu lagi kemudian, kakak ipar mas Seno lewat di depan ku, waktu aku jualan di pekan itu,.

Aku langsung tanya kabar anak-anak, "mereka baik-baik saja, " kata kakak ipar tersebut.

Aku ambil kaos kaki, aku titipkan untuk yang kesekian kalinya. Kali ini melalui kakak iparnya.

Setelah jumpa aku dengan kakak ipar,berikutnya diapun mengembalikan kaos

Kaki yang kutitipkan itu.

"kenapa kak gak mau mereka anak-anak barang yang kukasih"? Tanya ku.

"Aku juga kurang tahu".jawab kakak iparnya itu.

Walaupun aku heran, tapi aku diamkan tingkah Seno dan anak-anak. Hanya saja dalam pikiranku tetap sedih, dan berkecamuk sejuta pertanyaan mengapa mas Seno begitu menyiksa batinku.

Akhirnya akupun menyerah dan berjanji dalam batinku , tidak akan mengirimkan lagi apapun itu bentuknya bingkisan buat anak-anakku.

Aku fokuskan untuk berjualan di kaki lima, untuk menghidupi diriku sendiri.

Alhamdulillah jualanku laris manis, satu kali dalam tiga hari,aku menyerahkan uang setoran pada kak Mega yang punya barang.

Dengan kegigihan dan keseriusanku dalam berjualan, membuat kak Mega senang melihatku . Kepercayaannya padaku bertambah dan aku tidak pernah mengkhianatinya

Setiap aku menyerahkan uang setoran, dihitung dengan barang yang di tulis, alhamdulillah tidak pernah meleset.

Akupun pindah rumah dari kontrakanku yang semula, ke arah pasar , agar lebih dekat dan lebih irit dengan perongkosan dari semula.

Di dekat kontrakan ku yang baru ,tepatnya bersebelahan ada seorang duda yang usianya lebih tua dariku sekitar sepuluh tahunan.

Tok! Tok! Tok! Kakak yang biasa datang ke rumahku bertamu datang, aku buka pintunya dan sedikit tercengang melihat kakak itu datang dengan seorang pria yang lumayan tampan menurutku. "Kenalkan ini duda sebelah " kata kakak itu dengan senyum sedikit, aku harap Kamu tidak keberatan dengan kehadiran kami, sambungnya. "Akh.. Kakak ini, biasa saja lah, jawabku.

Aku ambil tikar kecil lalu ku gelar, "silahkan duduk kakak cantik, abang ganteng? " kataku.

Mereka berdua duduk berdekatan, sedangkan aku di hadapan mereka.

Aku ambil rokok surya ku, segera ku bakar dengan mancis biru ku.

Aku hisap rokok pelan-pelan kemudian ku hembuskan perlahan. Aku yang telah terbiasa merokok dengan Mila, tidak merubah kebiasaanku walaupun rumahku sekarang sudah agak jauh dengan Mila.

Sesaat kemudian aku selesai merokok, kami bertiga pun keluar mencari makanan, tiba di satu tempat kami berhenti, "sini aja yuk" kata kakak itu.

Kami pun duduk dalam satu meja yang sama.

Kami pesan gorengan saja ditambah air putih hangat. Keluar dari rumah hanya untuk jalan-jalan saja dan cari angin.

Sekitar kurang lebih satu jam, kami pun pulang ke rumah masing-masing.

Aku teringat kembali pada anak-anakku, aku menangis seorang diri. Ku gigit handuk kecilku,agar orang tidak mendengar tangis dan jeritanku.

Sekarang aku sudah jarang jumpa dengan Mila sahabatku,. Aku merindukannya, walaupun kadang hati ku jengkel dengan sikapnya yang tidak bagus, seperti main judi, merokok dan selingkuh pun dia lakukan, tapi aku tetap rindu padanya, karena Mila adalah satu-satunya sahabat yang mengerti dan bisa menolongku saat aku rapuh dan butuh pertolongan.

Keesokan harinya aku pergi jualan ke pasar. Disana aku jumpa dengan duda di sebelah, dia begitu ramah dan perhatian padaku. Sehingga aku bertanya dalam hati "ada apa dengan pria ini? "

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel