
Ringkasan
Kisah seorang istri yang memiliki suami yang tidak cukup menikah 1 atau 2 kali saja.
Bab 1
Bab 1
Aku dan mas Seno sudah kenal sejak kelas 2 SMA, awal perkenalan kami pulang liburan dalam satu bus menuju kota yang sama. Akhirnya aku dan mas Seno menjalin hubungan cinta. Setelah tamat SMA aku dan mas Seno memutuskan untuk menikah.
Awalnya pernikahanku dan mas Seno baik-baik saja. Aku merasa sangat bahagia dan merasa nyaman menikah dengan lelaki pilihanku sekaligus lelaki yang amat aku cintai.
Setelah kami menikah di tahun 1993, aku dan mas Seno dikaruniai empat orang anak, tiga anak perempuan dan satu anak laki-laki. Anak sulungku bernama Atun, seorang anak perempuan yang pintar dan menurut pada orang tuanya. Sedangkan anak keduaku bernama Rahmat, seorang anak laki-laki yang mirip dengan ayahnya. Anak ketiga dan keempat kembar dan keduanya perempuan yang berusia kurang lebih dua tahun.
Setelah pernikahan kami kurang lebih sembilan tahun, badai rumah tangga datang menghampiri kami.
Suatu hari anak sulung perempuanku berkata padaku "Bu,aku melihat ayah memasukkan bajunya kedalam tas" dengan suara gemetar dan kepala menunduk dia mengatakannya, matanya berkaca-kaca seolah dia tahu akan ada sesuatu yang akan menimpa keluarga kami. Aku kaget dengan ucapan anak perempuan ku, aku langsung berlari ke rumah, ku buka lemari yang berada di dalam kamar, aku terkejut melihat lemari tempat baju mas Seno sudah kosong. Semua baju dan celana mas Seno sudah diambilnya habis. Aku langsung sedih dan ingin menangis tapi aku menahannya, Aku diam sambil duduk dan berkata dalam hati "mengapa mas Seno pergi meninggalkan ku dan anak-anak kami".
Aku berdiri dan berkata pada anak sulungku"Atun,jagakan ade-ade mu, ibu akan pergi sebentar ya nak kataku pada Atun dengan nada yang lembut, iya bu jawab Atun dengan nada lembut pula. Aku pergi bergegas menuju rumah ibu mertuaku yang jarak tempuh kurang lebih tiga puluh menit dengan jalan kaki.
"Bu, apa ada mas Seno datang ke sini"? Tanyaku dengan suara gemetar dan takut kalau ibu mertuaku berbohong padaku.Ibu yang sedang duduk dengan santainya sambil membaca buku, langsung menengadah dan melihatku dengan pandangan sinis dan diam.
Seketika aku kembali bertanya pada ibu "mas Seno datang kesini bu"!Suaraku agak sedikit keras.
Kenapa kau tanya ibu,! Bentaknya kembali padaku.
Aku tak bisa membendung air mataku,aku pun menangis di depan ibu sambil berharap ibu kasihan melihatku dan juga cucu-cucunya.
Tapi aku melihat dari raut wajah ibu mencerminkan tidak ada rasa kasihannya terhadapku.
Bu, bagaimana nasibku dan anak-anak nanti kalau mas Seno pergi bu? Tolonglah bu, kataku dengan suara lembut dan memohon,aku gak bisa hidup tanpa mas Seno bu,,,
Antarkan kesini semua anak-anakmu,kalau kau tidak bisa menjaga dan menafkahinya, jawab ibu lagi.
Serasa mukaku ditampar mendengar kata itu keluar dari mulut ibu mertuaku. Akhirnya aku keluar dari rumah itu dengan wajah sedih dan hati yang pilu.
Aku pulang kerumah kontrakan kami dengan sengaja berjalan kaki.Aku berharap dapat kabar tentang mas Seno dalam perjalananku. Mas, ada nampak mas seno? Tanyaku pada teman mas Seno, yang biasa mangkal bersamanya di pangkalan betornya(becak motor). Tidak dek ucapnya pelan dan dia mengernyitkan keningnya seakan heran dengan sapaku.
Ku lanjut perjalananku kembali pulang ke rumah.
Dalam perjalananku pulang, aku ber pas pasan dengan Anwar sahabat mas Seno.
Anwar : mau kemana dek.
Aku : pulang Mas,ada nampak mu Seno
Mas, tanyaku lagi, mengharap kalau Anwar tahu dimana mas Seno.
Anwar : Seno sudah pergi bersama wanita lain.
Aku merasa lemas seketika mendengar ucapan Anwar. Aku duduk di pinggir jalan itu karena kakiku tidak sanggup lagi untuk melangkah. Aku menangis.
Setibanya di rumah, aku melihatanak-anak ku bermain sebagaimana biasanya, mereka tidak tahu apa yang terjadi pada kami, aku merasa iba melihat anak-anak ku yang akan tumbuh tanpa sosok ayah. Akupun diam dan tidak menceritakan apa yang sedang terjadi, karena aku tidak mau menambah beban pikiran buat anak-anakku yang masih kecil.
Sewaktu mas Seno masih di sini, aku hanya sebagai ibu rumah tangga,tidak mempunyai pekerjaan apapun selain mengurus rumah dan merawat si kembar ku. Betapa aku bingungnya harus bagaimana untuk menghidupi kami selanjutnya tanpa mas Seno. Sementara uang yang ditinggalkan mas Seno waktu dia pergi hanya sepuluh ribu saja.
Aku menjerit di dalam kamar mengingat nasibku, kejamnya dirimu mas gumamku
dalam hati.
Ada lowongan kerja kak,? Tanyaku pada seorang wanita yang sedang membuka warungnya, wanita itu berhenti dan menatapku. Dia memandangku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ga ada dek ucapnya dan melanjutkan membuka warungnya. Makasih ya kak ucap ku lagi, lalu aku pamit. Beberapa langkah dia memanggil ku.
Kamu mau cuci pakaian,? Katanya sambil tersenyum.
Sejak saat itu aku bekerja sebagai buruh cuci untuk menghidupi anak-anakku.
Sudah makan nak, kuhampiri Atun yang sedang bermain dengan si kembar ku. Sudah bu jawab Atun seadanya, Aku merasa iba melihatnya dan ku peluk mereka, masih tetap berharap kepulangan Mas Seno. Tiap malam aku menangis, kadang malu didengar tetangga, kugigit handuk untuk meredam jeritanku.
Kakak perempuanku datang ke rumahku,dia mengajakku menemui orang pintar supaya mas Seno segera pulang.
Orang pintar tersebut memberikan ramuan yang beraneka ragam,tapi tetap membuat mas Seno gagal pulang.
Seorang laki-laki yang tidak aku kenal datang ke rumah kontrakanku,.
Ini surat kak dari mas Seno, katanya dengan raut muka yang biasa-biasa saja lalu dia pergi. Aku yang bingung dengan sikap lelaki tersebut, memandang punggungnya dari belakang dengan heran. " kenapa dengan lelaki ini"?
Ku buka surat mas Seno, aku duduk dan berharap kalau isi suratnya baik-baik saja.
Ya Allah…..betapa kagetnya aku setelah membacanya. Ternyata surat yang diberikan mas Seno padaku tidak lain hanya surat talak. Dia mengatakan kalau dia menalakku dengan talak tiga.
Hatiku hancur, aku menangis dan menjerit untuk kesekian kalinya. Aku memandang foto mas Seno yang memelukku dengan mesra tergantung di ruang tengah. Ku ambil foto tersebut, kucium dan ku peluk seakan aku tidak mau kehilangan mas Seno" teganya kamu mas" gumamku lagi.
Aku merasa terpukul dengan kejadian yang menimpaku, aku tak tahu harus berbuat apa.
Suatu hari saudaraku yang laki-laki datang menemuiku setelah aku bercerita padanya tentang datangnya surat talak mas Seno.
Dek, kita antarkan saja semua anakmu ke rumah ibu mertuamu,kata kakak laki-laki ku yang biasa ku panggil abang.
Tapi bang…. aku terdiam sejenak, rasanya aku tidak sanggup untuk mengantar anak-anakku ke rumah neneknya,dan melepasnya di sana tanpa sosok ayah dan ibu mereka.
Aku ga tega bang mengantar anak-anak kesana,aku kasihan bang, kataku dengan muka sedih.
Biar ibu mertua mu menyuruh Seno pulang dan melihat anak-anaknya,kata abang lagi.
Tapi aku tetap tidak mau mengantar anak-anakku ke sana.
Abang pun diam dan pamit untuk pergi. Tampak dari muka abang, kesal karena aku tidak mau mendengar pendapatnya yang menurutnya baik.
Semula abang yang suka sekali membantu kami, sejak itu perhatian abang sudah mulai berubah dan berkurang pada kami. Akhirnya abang dan keluarga ku pun lepas tangan untuk membantuku dan anak-anak, walaupun aku tetap mengharap bantuan mereka dengan kondisiku yang sekarang.
