Menjadi Simpananku
Setelah kejadian semalam, Argista benar benar takut dan malu untuk menunjukkan dirinya pada Slater. Karena itu ia bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan sebelum berangkat ke sekolah dan sebelum Slater bangun.
Argista begitu cekatan menyiapkan semuanya dengan jantung yang berdebar hebat takut Slater bangun.
Dan benar.
Sebuah tangan memeluknya dari belakang membuat Argista melonjak terkejut bukan main dan berbalik dengan tangan yang memegang spatula.
"Tu-tuan," gumamnya kaget. Slater mendekat, mengungkung tubuh itu menguncinya dengan kedua tangannya yang diletakkan di tepi meja pantri.
"Ada apa? Kamu seperti melihat hantu," kata Slater kala melihat wajah Argista merah dengan wajah yang takut.
Argista menelan salivanya dan menggeleng pelan.
"Tidak tuan, hanya saja...saya...terkejut," jawabnya dengan gugup dan nada yang sedikit bergetar.
Slater mengambil spatula itu dan meletakkannya di meja pantri mendekatkan wajahnya lebih dekat pada Argista.
"Tuan...tolong jaga...jarak anda....bagaimana....jika nyonya.....melihat," ujar Argista dengan gugup.
Slater hanya menyunggingkan senyumnya dengan tatapan yang lekat pada bibir pink Argista.
"Kamu lupa tugasmu?" Argista menatap Slater bingung.
"Ini saya sedang menyiapkan sarapan untuk tuan," Slater menggeleng pelan.
"Yang lain," Argista mengerutkan keningnya tak paham. Slater mendekatkan wajahnya pada Argista.
"Setelah ini ke kamarku!" perintahnya denga sedikit bisikan.
slater langsung melenggang dan kembali ke kamarnya, sedangkan Argista memegangi dadanya.
Argista menelan salivanya dengan gugup, bergegas menyelesaikan masakannya sebelum Slater kembali mendatanginya.
Selesai masa Argista langsung naik ke lantai atas untuk menemui Slater.
Dengan ragu ia mengetuk pintunya, begitu pintu dibuka Slater langsung menarik tangan Argista masuk ke dalam dan menyandarkannya di dinding, melumat lembut bibir tipis nan manis berwarna pink tersebut.
Argista spontan mendorong dada bidang Slater karena terkejut dan ini kali pertamanya ia berciuman.
Slater menatap Argista dengan tatapan kecewa dan kesal, Argista menelan salivanya, menyadari jika dirinya salah, ia menunduk dan berkata, "Maaf tuan....ini...kali pertamanya....saya...berciuman." Slater ingin tertawa namun ia berusaha menahannya, pantas saja Argista tidak tahu caranya membalas dan hanya diam kala dirinya mencumbunya tadi.
Slater kembali mendekat dan berkata, "Kenapa tidak mengatakannya dari awal? Aku bisa lebih lembut." Slater kembali memangut bibir bawah Argista kali ini pelan dan lembut, penuh sensasi dan kenikmatan.
Argista menggenggam erat tangannya, merasa gugup saat ini. Slater yang tahu jika Argista gugup sontak meraih pinggang ramping itu untuk melekat dan dekat dengan tubuhnya, memegang kepala belakang Argista agar memberikan kenyaman pada Argista sendiri.
Argista menahan dada bidang Slater karena ia hampir kehabisan napas saat ini, Slater benar benar tidak memberinya jeda.
"Ma-maaf tuan, waktunya sarapan, saya bisa terlambat ke sekolah nanti," kata Argista dengan malu dan wajah yang menunduk malu.
Slater mengangkat dagu Argista dan berkata, "Lihat mataku!" Argista dengan malu menatap mata Slater.
"Bagaimana, kamu sudah mempertimbangkan ucapanku semalam?" Argista diam, ia sangat malu namun ia berusaha untuk menepis semua rasa itu demi mimpinya juga untuk memberikan keadilan pada ibunya.
Dengan ragu ia mengangguk membuat Slater perlahan tersenyum.
Slater mencium sekilas bibir Argista dan berkata, "Baik, mulai sekarang kamu milikku. Lakukan apa yang kuminta dan katakan apa yang kamu inginkan. aku akan memberikannya, selain bebas dariku!" Argista menatap Slater.
"Itu artinya saya adalah....simpanan anda....bagaimana jika nyonya tahu?" Slater tersenyum mendengar Argista mencemaskan tentang Seveline.
"Pernikahan kami hanya bisnis, kamu tahu sendiri bagaimana dia dalam menjadi istri, kami hanya menikah di atas kertas, status hanyalah label untuk kami, jadi, kau wanita pertama yang bersanding untuk menjadi milikku, temani aku untuk berjuang memperebutkan kekuasaan perusahaan, akan kuberikan dunia dan seisinya," kata Slater dengan tatapan yang tidak bisa berpaling dari bibir Argista.
Argista hanya diam, ia bingung, juga malu, ia menjadi simpanan Slater, ia menjadi selingkuhan Slater yang mana ia tinggal satu atap dengan istri Slater, bukankah dia tergolong wanita yang jahat?
Namun mendengar penjelasan Slater barusan membuat Argista sedikit lega dan paham, entah ia harus bersyukur atau menangis saat ini menjadi simpanan orang kaya demi sebuah uang.
cup
Argista terkejut dengan kecupan singkat itu.
"Pakaikan dasi untukku!" Argista dengan ragu meraih dasi biru itu dari tangan Slater dan memakaikannya pada tuannya.
Slater mengamati dengan lekat wajah cantik Argista yang menurutnya sungguh alami dan amat natural. Bahkan jika boleh jujur, argista lebih cantik dari Seveline jika dipandang lebih dekat. Argista definisi wanita cantik natural alami tanpa polesan apapun.
"Sudah," kata Argista membuat Slater sedikit mengeratkn dasinya dan mengangguk.
Slater lalu mengajak Argista untuk sarapan bersama.
Seveline? Jangan ditanya, dia selalu tidur dan makan di lokasi syutingnya, pulang hanya untuk mandi atau tidur. ia benar benar tidak peduli dengan apapun.
***
Lokasi syuting
Walles sedang duduk membaca beberapa skrip untuk adegan selanjutnya.
Tiba tiba seveline datang dengan dua cup coffee di tangannya.
"Kau sudah melakukan adeganmu?" Seveline hanya mengangguk dan memberikan kopinya pada Walles.
Walles menyesap perlahan kopi itu, perasaannya benar benar sangat lega dan lebih rileks saat ini.
"Kudengar Berlin akan menjadi lawan mainku di drama musim 3?" walles hanya mengangguk namun ekspresi Seveline sudah terlihat menahan kesal.
seveline meletakkan kopinya dan bergelanyut manja di lengan walles.
"Kau tidak akan menggantikanku dengan Berlin kan?" walles langsung menarik tangannya sembari melihat sekitar yang memang sepi.
"Tolong jaga dirimu, batasi jarakmu, seseorang akan salah paham dengan kita, aku tidak lupa dengan janjimu," seveline meraba paha Walles berusaha untuk menyakinkannya lagi.
Tangan itu tak diam, terus bergerak menggoda Walles sampai ia benar benar mendapatkan keyakinan Walles.
Walles meletakkan kopinya dan mencekal tangan Seveline, "Jangan melakukannya di sini." Walles langsung menarik tangan Seveline dan membawanya pergi dari sana.
Bruk
Walles mendorong Seveline ke dinding begitu pintu kamar mandi tertutup.
Walles memangut kasar dan liar bibir itu dengan penuh birahi dan nafsu yang tinggi. Ia benar benar sulit dikendalikan dan tak bisa ditebak. Benar benar sulit diimbangi.
Seveline bahkan sedikit kewalahan saat ini, ia mendorong pelan dada bidang Walles dan berkata, "Kau tahu kan bagaimana nikmatnya merasakan bibirku, bagaimana dengan bagian yang lain. Jadi jangn lupakan tentang janji itu, aku mempercayaimu." Walles mengangguk sembari mengusap sensual bibir Seveline.
"Ya aku tahu itu!" Seveline tersenyum, mengecup sekilas bibir Walles sebelum ia beranjak keluar dari kamar mandi.
walles mencecap sekilas bibirnya dan keluar dari sana. Siapa yang tahu jika seseorang ternyata melihat keberadaan mereka. Ia bahkan sempat memotretnya secara diam diam. Ternyata rumor yang beredar di kru benar, Seveline selalu menjadi tokoh utama di drama Walles karena mendapatkannya dengan cara menggoda.
Luar biasa.
