bab 14
Mobil sport warna kuning milik Zefan berhenti didepan sebuah rumah sederhana. Rumah yang dibeli Zefan sebagai syarat untuk menikahi Aure.
“Ayo turun. Ini rumah kita.” Ajak Zefan.
Segera Zefan membuka pintu dan melangkah turun. Mengambil koper Aure dari bagasi dan nyeretnya keteras rumah.
Aure membuka pintu mobil, turun dan kembali menutupnya pelan. Matanya meneliti setiap jengkal rumah baru yang akan dia tempati. Rumah minimalis, bagunannya biasa dan ada banyak tanaman didepan rumah. Ada pohon palem dan pohon kelengkeng disamping rumah. Dekat dengan tetangga juga.
Zefan yang sudah membuka pintu, kembali menoleh kearah istrinya yang masih berdiri disamping mobil. “Ayo masuk Re.” Ajaknya lagi.
Aure hanya diam dengan wajah yang tak ramah. Dia melangkah perlahan mengikuti jejak Zefan.
“Assalamualaikum,” sapanya ketika kakinya mulai melangkah masuk kedalam rumah.
“Waalaikumsalam.” Zefan menjawab dengan lancar.
Ruang tamu yang tidak terlalu besar. Ada sofa melingkar bewarna biru dan meja persegi panjang diruangan ini. Zefan memberi kode untuk mengikutinya masuk kedalam. Dia nurut, mengekor dibelakang suaminya. Sebelah ruang tamu itu adalah ruang tv dengan satu sofa panjang dan karpet bulu dibawahnya. Samping ruang tv ada ruang makan dengan meja bulat dan empat kursi tanpa papan sandaran. Tepat desebelah kiri ada dua pintu. Dan bagian utara ada ruangan tanpa pintu. Itu adalah dapur sekalian kamar mandinya. Jadi rumah ini kamar mandinya ada diluar dan hanya tersedia satu.
“Ini kamar elo, dan yang sebelah kamar gue.” Jelas Zefan sambil membukakan pintu kamar Aure. Meletakkan koper besar milik Aure didepan pintu kamar. “Maaf kalo rumahnya Cuma kecil. Tapi, tabungan gue Cuma cukup buat beli rumah yang kecil ini. Gue janji, besok kalo usaha gue udah lancar, gue beliin rumah yang lebih besar.” Lanjut Zefan, dia membuka pintu kamarnya dan nyelonong masuk.
Aure masih mematung ditempat semula. Tabungan? Usaha? Jadi selama ini Zefan juga punya usaha sendiri? Dan rumah ini bukan dari om Sean?
“Kenapa masih jadi patung? Nggak suka ya? Kita bisa pindah kalo elo ku....”
“Aku suka.” Aure memotong kata-kata Zefan dan segera masuk menyeret koper. Menutup pintu rapat-rapat dan mulai menyisir keseluruh sudut kamar.
Ranjang yang cukup untuk tidur berdua, dilengkapi seprai warna navy bermotif bunga. Ada meja rias disebelah kiri meja. Dan meja belajar disamping meja rias yang menghadap kejendela. Lemari dua pintu yang cukup besar dan sofa kecil serta meja persegi berukuran kecil.
Memang kamarnya tak seluas kamar Aure saat di rumah orangtuanya. Tapi cukup nyaman untuk ditempati. Segera Aure menata baju dan buku-buku pada tempatnya. Hampir dua jam dia sibuk merapikan barang-barangnya. Seusainya, dia merebahkan tubuhnya diatas ranjang, meregangkan otot-otonya dan tanpa sadar dia tertidur.
Dikamar sebelah, Zefan sibuk belajar gerak-gerak sholat lewat tutorial yutube.
Berdiri diatas tempat tidur menghadap kiblat, mulai mengangkat kedua telapak tangan sebatas telinga. Dia melakukannya berulang kali. Setelah hafal dia memesan makanan lewat aplikasi delivery. Memesan capcay seafood dan ayam kecap kesukaan Aure. Berteman dan menyukai Aure selama lima tahun ini membuatnya hafal apa yang tidak disukai dan disukai gadis itu.
Selesai memesan makanan, dia keluar untuk mandi. Tak butuh waktu lama, selesai mandi Zefan duduk didepan tv memperhatikan pintu kamar Aure yang masih setia tertutup. Ingin sekali mengetuknya, atau membuka sekedar melihat apa yang telah dilakukan istrinya. Tapi dia tau, Aure akan marah jika sampai Zefan melakukannya.
Samar, terdengar suara motor berhenti didepan rumah. Kurir pengantar makanan datang. Segera Zefan menyiapkan makanan diatas meja makan. Setelahnya dia berniat memanggil istrinya.
Tok tok tok
Mengetuk pintu kamar dengan pelan. “Re, makan dulu yuk. Ini udah jam 6 lho.”
Lama berdiri didepan pintu menunggu jawaban. Tapi tak ada jawaban apapun.
“Re, lo baik-baik aja kan?” agak meninggikan suaranya. Tapi tetap sama tak ada sahutan dari dalam.
Zefan mulai khawatir, dia takut jika Aure melakukan bunuh diri lagi. Tanpa pikir panjang, dia memutar handle pintu. Dengan cepat dia masuk kedalam setelah pintu terbuka. Lega saat melihat Aure tidur meringkuk diatas ranjang. Rambut panjangnya tergerai tanpa tertutup jilbab.
Dia mendekati Aure, meneliti dengan seksama wajah cantik yang polos tanpa jilbab ini. Karna baru kali ini dia melihatnya. Sewaktu pemerkosaan itu dia dalam posisi mabuk dan tak bisa mengingat atau menikmatinya.
Damn!! Bini gue cantik banget. Wajahnya sangat imut dan sexi. Andai aja gue nikah tanpa kesalahan, udah pasti gue bisa bebas cium pipi mulus elo ini. Batinnya.
“Re, Aure.” Dia menguncang pundak Aure dengan pelan. “Bangun Re, kita makan dulu.” Ucapnya pelan.
Aure mulai mengerjapkan matanya pelan. Reflek dia langsung berdiri menjauh saat melihat wajah Zefan ada didepan mata. Menyilakan tangan didepan dada. Tubuhnya kembali bergetar dan ketakutan itu memenuhi otaknya.
“Mau apa kamu??!” tanyanya dengan ketakutan.
“Gue Cuma ngajakin makan malam. Gue nggak akan apa-apain elo.”
“Keluar kamu!! Jangan pernah masuk kamarku!!” bentaknya. Jantungnya tak juga bisa berdetak biasa. Dia hanya merasa sangat ketakutan. Kejadian beberapa minggu yang lalu masih menghiasi ingatannya.
“Ok, gue keluar. Gue tunggu elo diluar ya. Kita makan bareng.”
Zefan mulai melangkah keluar dari kamar Aure. Kembali menutup pintu dan duduk dimeja makan menunggu istrinya.
Aure duduk disofa, dia masih menetralkan jantung dan tubuhnya yang bergetar ketakutan.
YaAlloh, kenapa sulit sekali menghapus semua itu. Aku seperti melihat monster yang akan menerkamku kapanpun. Hampir jam 7 malam dia hanya diam menghilangkan perasaan takutnya. Terlebih, dia hanya berdua dirumah ini.
Memakai jilbab instan dan mulai keluar dari kamarnya. Zefan menunggunya sampai tertidur dimeja makan. Dia duduk dimeja depan Zefan, mengambil sendok dan memukul kepala Zefan.
Tuk!
“aawww!!” Zefan mengangkat kepala sambil mengelus pelipisnya yang dipukul Aure. “Elo pukul gue?” matanya memperhatikan sendok yang ada ditangan Aure.
Aure hanya ngangguk. “Ayo makan. Bismillah......”
Mulai makan setelah berdoa, nggak peduliin Zefan yang masih manyun karna kesal dengan kelakuan Aure. Selesai makan, Aure membawa piring kotornya kedapur, hanya miliknya. Milik Zefan dibiarkan tetap diatas meja.
Selesai mencuci piring dia kembali masuk kekamar, mengambil handuk dan baju ganti lalu bergegas membersihkan diri.
Saat keluar dari kamar mandi, dilihatnya Zefan sudah berdiri didepan wastafle mencuci piringnya sendiri. Ada rasa kasihan dalam hati, bahkan dia tak tega melihat ini. Tapi rasa benci itu sudah melingkup dihati. Dia cuek dan kembali masuk kekamar.
Zefan hanya geleng kepala melihat kelakuan Aure. “Gila, dia jadi kek gitu. Tapi, gue bisa apa? Gue yang udah buat keadaan kek gini. Dahlah, terima aja.” Ngomong sendiri sambil membasuh gelas.
Selesai didapur, dia kembali duduk didepan tv, menyalakan tv tapi dia sibuk main ponsel. Membalas pesan dari temannya.
Sudah dua minggu lebih, semenjak kejadian itu, Zefan tak pernah lagi datang ke club. Dia menghabiskan waktu dengan laptop dan ponselnya. Otaknya agak encer, mulai berfikir untuk memajukan usaha bengkel dan modifikasi mobil miliknya.
Apalagi sejak beberapa hari yang lalu, saat Aure mau menerima lamarannya. Dia fokus ingin dapat uang banyak buat bahagiain Aure.
Pukul 9.00pm
Aure membuka pintu kamarnya. Melirik sekilas kearah Zefan yang sibuk dengan laptop. Pandangan Zefan langsung terarah ke istrinya. Tapi segera Aure berjalan menuju kedapur, mengambil minum dan wudhu. Setelahnya, kembali kekamar.
“Re,” panggilan dari Zefan menghentikan langkahnya. Cukup berhenti tapi tak menatap kearah yang manggil. “Ajari bacaan sholat dong.” Pintanya.
Tanpa berfikir, Aure melanjutkan langkahnya dan masuk kekamar. Menutup dan menguncinya. Bahkan dia tak peduli dengan apapun permintaan Zefan. Terserah!!!
Malam ini, kembali tangis itu menjadi teman setia. Tidur sambil memeluk ponsel foto Evan, itu menjadi kebiasaannya beberapa hari belakangan ini.
Andai pernikahan ini kulakukan denganmu mas, tentu malam ini adalah malam pertama kita. Malam saat aku halal menyentuh kulitmu. Saat aku halal berduaan didalam rumah bersamamu. Tapi, itu menjadi mimpi yang akan hilang terhapus waktu.
YaAlloh, bolehkah aku meminta? Jodohkan aku dengan om Evan. Pertemukan kembali kami diwaktu yang lain. Maafkan aku Tuhan. Aku telah kurangajar berani meminta ini. Permintaan konyol karna aku sudah sah menjadi seorang istri.
Namun, jika memang kami tak berjodoh. Hilangkanlah perasaan cinta dan rindu ini dari dalam hatiku. Biarkan aku bisa dengan ikhlas menerima kedatangan Zefan dan mengukir namanya dalam hatiku. Bantu aku Tuhan.
Aure menangis hingga tertidur.
