KENANGAN
Nila duduk di sebuah bangku kayu pada warung yang telah tutup. Dia menyandarkan kepalanya pada tiang kayu penyangga. Rambut dan bajunya basah kuyup,dan bibirnys tampak membiru kedinginan.
Pandangan matanya mengawang menatap sisa air hujan yang turun dari atap seng yang menjadi tempatnya berteduh.Membuatnya tampak seperti tirai tipis yang bekilauan tertimpa cahaya lampu kota.
"Raksa.."ia bergumam.
Hujan selalu mengingatkan pada kenangan bersama kekasih pemilik hatinya.Seorang yang ia sayangi setulus hati,seorang yang dulu selalu memberinya tawa serta kebahagian.
Jorok sekali. Kenapa air hujan di minum?
Kenangan akan masa lalunya ketika masih berseragam putih-abu membayang.
Dia tertawa melihat seorang lelaki berseragam sama dengan dirinya,sedang menengadah dan membuka mulutnya lebar-lebar,padahal saat itu sedang turun hujan lebat.
Air langit,nih. Air dewa.
Lelaki itu melucu, sambil mennyisir rambutnya yang ikut basah ke belakang dengan kedua tangan.
Air mata Nila mengalir,mengingat kebersamaanya bersama lelaki yang yang ia sebut Raksa.
Hari makin gelap dengan hanya mengandalkan penerangan dari lampu-lampu pinggir jalan. Hawa dingin mulai menyusup. Tapi Nila masih duduk dan terlena akan kenangan masa lalu, yang membuatnya makin rindu.
Nila teringat ketika pertama kali Raksa menciumnya,itu pun hujan sedang turun.
Bibirnya yang dingin kala itu,menghangat,ketika bibir Raksa menyentuhnya,dan lidah mereka saling bertemu.
Aku mencintaimu,Nilaku...
Nila memejamkan mata,saat teringat kata cinta Raksa padanya.
Matanya yang kecokelatan,lesung pipinya,wajahnya yang tampan.Tapi terlihat jahil. Semua masih Nila ingat dengan sangat jelas.
Sorot lampu mobil menyadarkan Nila dari masa lalunya.Dia menengadahkan kepalanya,saat melihat Chandra yang masih berkemeja kantor dan hanya melepas jasnya membuka pintu mobil dan menghampiri.
"Kenapa duduk di tempat seperti ini?" Chandra meraih pundak Nila. "Kau basah kuyup." ia khawatir.
Di suruhnya si Sopir untuk mengambil jasnya yang berada di mobil.
Nila tak bergeming.Bahkan ketika Chandra mengusap dan merapikan rambut panjangnya yang basah dan menutupi pipi dan keningnya,Nila tak bereaksi.
"Silahkan,Pak." di serahkan jas hitam yang terlipat rapi dalam wadah plastik pada sang Majikan.
Chandra segera membuka pembungkusnya.Mengambil jasnya,lalu memakaikannya pada Nila,yang tubuhnya sudah sedingin es.
"Nila." Chandra menguncang tubuh istrinya.
Nila menoleh ke arah Chandra pelan. Dia muak melihat wajah suaminya. Jijik tiap kali tangan itu menyentuhnya.Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa.
"Nila,hei." Chandra terlihat cemas, karena Nila hanya menatapnya.
Tak ada respon.Chandra langsung membopong tubuh lunglai Nila ke dalam mobil.
Raksa!
Raska!
Dalam kegelapan yang pekat,Nila memanggil-manggil nama Raksa.Dia kebingungan mencari. Air mata sudah meleleh membasahi wajahnya yang sembab dan memerah.
"Raksa..." Nila mengigau dengan mata terpejam.
Chandra yang sedang mengompres kening istrinya yang panas tinggi,terdiam menatapnya yang menyebut nama lelaki lain,dalam tidurnya yang tak nyenyak.
Dengan ujung jari telunjuk,Chandra menghapus air mata Nila yang mengalir.
"Raksa.."
Nila kembali menyebut nama yang Chandra benci. Nama yang bertahun-tahun lalu menjadi benalu hubungan mereka.Dan sampai kini pun, masih menjadi batu hitam dalam ikatan tali pernikahannya bersama Nila.
"Air hangatnya,Tuan." seorang Pelayan membawakan air hangat yang baru untuk mengompres,karena air yang sebelumnya telah dingin.
Chandra mencelupkan handuk kecil ke dalam baskom berisi air hangat yang baru.Memerasnya, dan kembali ia letakkan ke kening Istrinya yang terbaring dengan suhu tubuh hampir 40 derajad.
"Tuan bisa istirahat,biar saya yang menjaga Nyonya." Pelayan wanita itu menawarkan.
Tapi Chandra tak menjawab dan hanya memberi kode dengan tangan, menyuruhnya pergi.
Si Pelayan mengangguk patuh.Dia tahu, betapa Tuannya yang baik, sangat mencintai istrinya yang ketus terhadap semua orang di rumah mewah itu.
"Silahkan panggil saya, jika Tuan butuh sesuatu." ia menunduk sebentar sebagai tanda hormat,lalu pergi keluar dari ruangan.
Malam semakin larut. Tapi Chandra masih berkutat dengan termometer dan berkali-kali mengopres dan menganti baju istrinya yang basah oleh keringat.
Untuk kedua kali, Chandra membuka baju Nila yang lembab oleh keringat. Di baringkan tubuh ramping istrinya,yang tak memakai apa pun, kecuali celana dalam.
Chandra bernafas lega,saat melihat termometer menunjukkan suhu tibuh Nila menurun.
Ia baru saja akan memakaikan Nila baju,ketika matanya menangkap,banyaknya tanda merah di dada dan leher istrinya.
Di urungkan niatnya untuk memakaikan Nila baju.Kemudian di jelajahi bekas percintaanya yang posesif akan istrinya.
Telapak tangannya yang lebar ia taruh pada dada iayrinya, yang naik dan turun seiring hembus nafasnya yang terdengar berat.
Tubuh Nila kurus dan putih.Membuat warna merah keunguan itu terlihat jelas,meskipun Chandra telah melakukannya beberapa minggu lalu.
Dua gundukan daging yang menjadi bagian favoritenya saat bercinta terlihat mengagumkan.
Membuat Chandra menangkupkan telapak tangan dan meremasnya lembut. Si empunya tak beraksi dan tetap tertidur .
"Setidaknya tubuhmu milikku." ia berkata dengan ekspresi tak terbaca.
Nila terbangun dengan sakit kepala sebelah yang hebat.Dia meringis menahan sakit.
Dia.baru saja duduk bersandar pada kepala ranjang,lalu merapikan rambutnya yang kusut dan terjuntai ke depan, ketika matanya menangkap sosok Chandra yang duduk di pinggir ranjang.
"Makanlah,setelah itu minum obat.Kau masuk angin karena kehujanan."
"Kenapa kau di sini ?" walaupun wajahnya masih terlihat pucat dan bibirnya kering karena sakit. Tapi mulut Nila tetaplah pedas seperti biasa.
"Kau sakit." Chandra menjawab ringan.
"Aku bisa mengurus diriku sendiri."Nila meyakinkan. "Kau harus kerja,kan?" Nila bertanya tanpa mengharap jawaban.
"Aku akan WFH sampai kau sembuh." tanda di duga Chandra menjawab.
"Aku sudah sembuh." Nila berkata lantang. "Kalaupun aku sakit, aku akan lebih cepat sembuh jika tidak ada kau di dekatku." kedua alisnya hampir menyatu,mengingat Chandra yang dengan licik memaksanya berhenti mengajar.
"Sayangnya aku akan tetap di dekatmu." ia berkata tenang.
Nila meremas kain selimut yang menutupinya dengan hati mendidih.
"Ceraikan aku!" ucapnya dengan bibir gemetar menahan marah.
Chandra menatapnya. "Maka berdoalah supaya Papamu cepat mati."ia berkata.
Mata Nila membelalak.Mestinya Chandra tahu,betapa penting Ayahnya itu untuknya.Dan kini,ia menyuruhnya untuk mendoakan agar cepat mati?
Nila langsung melemparkan bantal ke arah Chandra. "Aku benci padamu!"bentaknya.
Wajah Chandra menegang,saat bantal itu mengenai wajahnya.
"Manusia licik!Penjahat!Seumur hidup aku membencimu !" Nila mengumpat-umpat pemuh amarah.
