Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11 Berkah Mobil Mogok

Bab 11 Berkah Mobil Mogok

Agung berjalan perlahan ke kamarnya, menghempas nafas setelah menutup pintu di belakang punggungnya. Setelah meletakkan ranselnya di meja, ia membawa dirinya ke depan cermin, menatap cukup lama di sana. Mengacak-acak rambutnya yang semakin panjang, menyibak rambut dari keningnya dan tersenyum.

Rambut panjang mungkin ciri khas anak seni rupa, tapi Agung juga tidak menyukai rambut panjang yang berantakan. Ia tidak akan memanjangkan rambut lebih dari bahunya. Haruskah ia memotong rambut yang saat ini tengah cantik-cantiknya, seperti wajah Rintan?

Kenapa jadi teringat Rintan, omel Agung seraya tersenyum sendiri. Nanti sajalah pikirkan bagaimana ia harus mengurus si rambut agar terhindar dari omelan Pakde. Tapi, makin ke sini, beliau semakin mencengkeram dengan beragam aturan. Semakin membuatnya dirinya sama seperti Bintang dan Rina, membuat Agung lama-lama merasa terkekang dan tidak betah.

Seorang pemuda sepertinya harus mematuhi jam malam? Padahal Agung sering berlama-lama di studio Galery Sapu Lidi, sekedar mencari ide atau melukis. Dan Agung sering lupa diri saat melukis, ia tidak akan berhenti sebelum lukisannya selesai dengan sempurna.

Agung menggaruk dan mengacak-acak rambut panjangnya hingga lama-lama ia terlihat seperti singa jantan yang tengah marah. Terkekeh sendiri saat melihat pantulan bayangannya di cermin.

Waktunya tidur, gumam Agung dan membawa dirinya ke kamar mandi. Berkutat dengan sabun, sampo dan shower untuk beberapa lama sebelum keluar dengan boxer dan singlet. Melempar diri ke tempat tidur dan langsung terlelap hingga pagi. Tanpa mimpi.

Sabtu siang

Agnes sudah berkali-kali mengirim pesan untuk mengingatkan janji akhir pekan mereka. Agung yang memilih bermalas-malasan di tempat tidur sambil mengecek lukisannya di aplikasi Cukar. Membalas sapaan, menjawab semua pertanyaan dan penawaran untuk lukisan-lukisannya. Mulai merasa terganggu ketika pesan ke dua belas Agnes masuk.

"Ya Agnes. Aku tidak lupa," akhirnya ia menelepon gadis itu, yang disambut tawa malu-malu Agnes.

"Iya maaf, aku takut kamu lupa," ujarnya dengan suara tersipu. "Baik, aku tunggu ya," tutup Agnes.

Agung melirik jam di nakas, masih empat jam lagi, pikirnya dan kembali memejamkan mata. Sabtu bagi Agung adalah hari tidur yang sempurna. Empat jam cukup untuk membayar kekurangan tidurnya selama seminggu terakhir.

Agung gelagapan ketika alarmnya menjerit nyaring, mendesis malas ia meraih ponselnya. Setengah jam lagi pukul tujuh malam! Pemuda itu bangkit dengan tergesa, melompat ke kamar mandi. Membongkar lemari yang isinya tak seberapa setelah keluar dari kamar mandi. Mencari baju terbaiknya.

Akhirnya menemukan selembar kemeja lama berwarna biru pekat, mematut diri di depan cermin. "Tampan juga," menyeringai sendiri ketika melihat bayangannya di sana. "Kurang apa ya?" ia menatap lagi dan lagi dirinya. "Ah, sepertinya butuh jaket."

Agung lalu kembali ke lemari, mengambil jaket denim andalannya. Malam minggu menggunakan denim? "Yang penting nyaman," ujarnya menghibur diri. Kembali ke depan cermin dan mulai menata rambutnya.

Sisir kanan, sisir kiri dan rasanya tidak satupun yang pas. "Masa keningku selebar itu?" Agung sewot sendiri saat menyisir rambutnya ke bagian belakang membuat dahinya terekspose. Buru-buru mengembalikannya ke posisi semula, berantakan.

"Harusnya tidak menggunakan pomade," ia menggerutu sendiri ketika rambutnya yang licin, sempurna untuk lalat bermain perosotan di sana. Memutuskan mengacak kembali rambutnya, akhirnya Agung menuntun motor bututnya keluar dari garasi. Kadang ia suka tertawa sendiri saat melihat motor jadul itu berdampingan dengan motor sport atau mobil-mobil milik keluarga Bramudya.

Bersenandung seperti biasa sepanjang perjalanan, Agung menikmati udara malam yang segar. Udara sehabis hujan selalu menjadi favoritnya. Pemuda itu menghirup dan mengisi paru-parunya hingga penuh. Bersiul dan bersenandung dengan riang, entah mengapa bunga-bunga di dadanya semakin bermekaran.

Tidak terlalu jauh dari persimpangan menuju rumah Agnes, Agung melihat mobil yang menepi. Sepertinya mogok, pengemudinya terlihat mondar mandir di sekitar mobil. Bahkan dalam keremangan malam, kekhawatiran wanita yang tengah mondar mandir itu terlihat hanya dari sosoknya. Agung ikut menepi karena merasa iba melihat seorang perempuan berdiri di tempat seperti itu seorang diri.

"Mogok Mbak?" tanya Agung, wanita itu seperti terkejut mendengar suara Agung. Ia menoleh dengan kecepatan yang tidak diduga.

"Rintan?" Agung terkejut karena wanita yang berwajah khawatir itu ternyata si penabur bibit bunga di hatinya. Senyum gadis itu mengembang begitu mengetahui orang yang menegurnya adalah Agung.

"Agung?" suaranya terdengar lega, karena dalam hati gadis itu memang berterima kasih karena orang pertama yang menemukan ia di sini adalah Agung. Yang meskipun belum ia kenal secara dekat, tapi ia percaya pemuda itu orang yang sangat baik.

"Kenapa?" tanya Agung. Rintan menggeleng bingung.

"Tidak tahu, tiba-tiba mogok," ujarnya. Tapi, aku sudah menelepon bengkel," sambung Rintan. Agung mengangguk.

"Berapa lama lagi montirnya akan datang?" tanya Agung, Rintan meggeleng.

"Tidak tahu juga, ya. Aku lupa menanyakan itu tadi. Panik," gadis itu tersenyum malu. Mereka sama-sama tertawa kecil.

"Kamu mau kemana?" pertanyaan yang Rintan sendiri mengerti sangat tidak penting. Ini malam minggu, hampir semua kaum muda keluar untuk menikmati suasana malam. Entah bersama orang yang dicintai atau hanya sekedar berkumpul bersama teman-teman.

"Seorang teman mengajak makan," ujar Agung dengan senyum, pemuda itu duduk di motornya menghadap pada Rintan yang bersandar di mobil. Gadis itu melirik jam di pergelangan tangannya.

"Janji jam berapa?" tanya Rintan, Agung latah dan ikut mengecek jamnya.

"Jam tujuh," jawabnya kalem.

"Kamu sudah terlambat sepuluh menit," ujar Rintan, Agung tertawa ringkas.

"Tidak apa-apa. Dia pasti akan sabar menunggu," jawab Agung.

"Nanti pacarmu marah lho," gurauan yang dilontarkan Rintan sebenarnya juga ia maksudkan untuk mencari tahu apakah pemuda ini sudah ada pemiliknya atau belum.

"Ah, bukan pacar," jawab Agung, tapi Rintan menatapnya tak percaya.

"Bukan pacar tapi makan malam berdua di akhir pekan?" goda Rintan, Agung menggaruk kepalanya bingung.

"Teman, kami sudah berteman sejak lama. Kebetulan selalu di kelas yang sama sejak tahun pertama, jadinya agak dekat," jelas Agung. Rintan menggumamkan ooh cukup panjang.

"Tapi kalau kamu mau pergi, tidak apa-apa. Aku bisa sendirian, lagipula kurasa montirnya tidak akan terlalu lama. Bengkelnya dekat dari sini," Rintan yang merasa tidak enak karena membuat Agung terlambat dari jam yang dijanjikan meminta pemuda itu meninggalkannya.

Agung menggeleng tegas, "Tidak apa-apa. Tidak mungkin aku meninggalkan kamu sendirian di sini. Tempat ini sepi dan ini sudah malam," tegasnya.

Kata-kata yang membuat dada Rintan terasa hangat, dengan pipi memanas ia mengucapkan terima kasih.

"Maaf ya, aku membuat kamu terlambat. Kamu yakin dia tidak akan marah?" tanya Rintan. Lagi-lagi Agung mengangguk.

"Tidak apa-apa, yang penting mobilmu diperbaiki dulu," tegas Agung. Mereka akhirnya duduk berdua di pinggir jalan berbicang tentang beberapa hal menunggu montir datang.

Agung melirik ponselnya yang berdering pelan. Agnes menghubunginya dan pemuda itu menekan tombol merah, menganulir panggilan. Kemudian menonaktifkan ponselnya dan kembali fokus pada Rintan. Semua yang dilakukan Agung tak lepas dari pengamatan Rintan.

"Kenapa tidak diangkat?" tanyanya begitu Agung mengembalikan ponselnya ke dalam kantong jaket denimnya.

"Ah, tidak apa-apa," senyum Agung.

"Kalau ternyata penting bagaimana?"

"Aku akan menghubunginya lagi nanti," jawab Agung. Rintan mengangguk dengan mengurai senyum yang membuat malam Agung mabuk kepayang. Ia merasa malam ini sebagai malam yang paling membahagiakan. Bisa berdua dengan gadis yang telah menabuh genderang asmara di dadanya.

Mungkin aku harus bersyukur mobilnya mogok malam ini, senyum Agung dalam hati. Matanya menatap Rintan yang pun tak bisa berhenti tersenyum.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel