Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4. Di Kamar Tuan Bram

"Sudah selesai Tuan. Seprai sama Selimutnya sudah Nilam ganti, eee lantainya sudah Nilam sapu. Dan ..." Keringat Nilam malah masuk ke dalam matanya dan membuat mata Nilam terasa perih

Bram langsung berlalu begitu saja meninggalkan Nilam. Nilam mengusap matanya dengan kain dan akhirnya matanya tak perih lagi. Ia sudah tak menemukan Bram di hadapannya.

Nilam menghela napasnya lega. Nilam menyeka nyeka semua keringat yang bercucuran dari pelipisnya, keningnya hingga dagunya.

***

Malam pun tiba. Sudah sangatlah larut tapi Nilam masih terjaga. Ia takut nantinya di tinggalnya tidur, Bram tiba tiba memanggilnya. Ia bertekad jika Bram sudah tertidur barulah ia juga akan tidur. Karena beberapa kali Bram melakukan panggilan dadakan.

Mengapa dadakan, dari suasana yang sepi sunyi, tiba tiba terdengar suara yang lantang dan nyaring memanggilnya dengan sebutan 'kamu'

Mau tak mau Nilam segera bergegas menuju sumber suara. Ternyata Bram yang ingin meminta atau menyuruh Nilam mengambil atau mencarikan sesuatu.

Bukan hanya itu, Nilam juga takut dan terbayang bayang jika ia tertidur Bram malah datang dan melakukan sesuatu yang tak di inginkan. Oh semua itu membuat Nilam tak tenang. Memang hanya khayalan tapi terbayang bayang.

Sudah pukul 10 malam. Nilam masih terjaga dan beberapa kali mengintip keluar kamarnya. Ia harap harap cemas dan berdoa semoga Bram sudah tidur.

Baru saja Nilam hendak menutup pintu, tiba tiba terdengar suara Bram memanggil Nilam untuk kesekian kalinya.

Nilam bergegas menuju kamar Bram. Sesampainya di sana, Bram sedang duduk santai menikmati acara malam di televisi super besarnya.

"Ya Tuan?"

"Coklat hangatku tumpah. Tolong di bersihkan."

Tanpa menjawab Nilam langsung melakukan apa yang di pinta Bram. Di bersihkannya tumpahan Coklat hangat itu.

Selesai membersihkan Nilam pamit kembali ke kamarnya.

"Tunggu dulu ..."

Mendengar ucapan Bram barusan membuat Jantung Nilam kembang kempis.

"I-ya?"

Bram terdiam sejenak. Diamnya itu semakin membuat Nilam was was.

"Tak jadi. Kembalilah ke kamarmu" titahnya.

"Apa Tuan tak ada permintaan lagi nantinya?"

Bram tak menjawab, ia melirik Nilam dengan ekor matanya.

"Eee, maksud Nilam, apa Tuan akan langsung tidur?"

Kali ini pertanyaan Nilam membuat Bram menoleh ke arahnya. Bukan lagi ekor mata yang melirik.

"Eeeee maksudnya ... Itu ... Eee Nilam mau tidur tapi Nilam takut Tuan masih ada perintah, Nilam takut gak tepat waktu sampai di sini" jawab Nilam dengan sejujur jujurnya.

Tak menjawab dan ekspresinya masih sama kosongnya.

Hanya kelopak matanya yang berkedip beberapa kali.

"Kalau begitu, tidur di sini saja" keputusan akhir Bram.

"Bu-Bukan itu maksud Saya"

"Kamu lupa kalimatku? Aku ... Aku tak mau ada penolakan" tegas Bram sambil mengertekkan lehernya kiri dan kanan silih berganti.

"Saya tak menolak Tuan, tapi ..."

"Kalau tidak menolak, ya sudah baring sana!" Titah Bram kini dengan satu oktaf lebih tinggi dari biasanya.

"Ba-baik!" Turut Nilam.

Sesegera mungkin Nilam menuju tempat tidur, Nilam menarik selimut sebatas dadanya dan melirik televisi dan tontonan Bram. Pria itu masih anteng di sana dan menikmati movienya.

Dan movienya berisikan pembunuhan dan penghabisan nyawa yang brutal.

Tak ingat waktu dan tak sadar, Nilam sudah terlelap di tempat tidur.

Bram menoleh dan menemukan gadis yang telah di wanitakannya itu sudah terlelap. Napasnya halus dan teratur.

Terlihat sangat lelah dan tertekan.

Bram menghela napasnya panjang. Ia bangkit lalu mematikan televisinya. Ia juga tak lupa mengatur suhu ruangan agar lebih nyaman. Setelah semuanya pas barulah Bram juga naik ke atas tempat tidur yang sama dengan Nilam dengan hati hati.

***

Pagi harinya, Nilam terbangun lebih awal. Ia ingat ia punya tugas dan kewajiban yang harus ia lakukan di pagi hari

Ketika matanya melebar, ia menemukan seorang pria sedang menungguinya. Pria itu masih terlelap dengan suara napas teraturnya.

Nilam mengangguk angguk, ia perlahan turun dari tempat tidur, mengusahakan tak membuat gerakan tiba tiba.

Nilam membuka pintu pun dengan perlahan.

Hingga Nilam keluar dari kamar, ia merasa lebih aman.

Bergegas Nilam melakukan pekerjaannya sebagai pembantu. Ia memberi makan ikan di lantai bawah, lalu ia memasak, selesai memasak Nilam membersihkan semua alat masak yang di gunakannya. Dan tinggal menunggu Tuannya turun untuk sarapan.

Hari ini Nilam lebih banyak memasak bahan masakan dengan protein. Seperti pesanan Bram kemarin yang memintanya mengurangi Karbo untuk sarapannya.

Sebelum pukul 7 Bram sudah turun dan rapi. Ia sudah menggunakan baju formalnya untuk berkerja.

"Sapa atau tidak? Sapa atau tidak?" Batin Nilam berulang ulang.

Nilam menunggu, ia berdiri dan menunggu komentar atau kritikan lagi dari Bram.

"Kamu ..."

"Ya?"

"Kamu tau sekarang pagi atau siang atau sore?" Tanya Bram tanpa melirik Nilam.

"Ini Pagi Tuan"

Bram tak menjawab. Ia mengangkat kepalanya dan melirik Nilam dengan tatapan menyelidiki.

"Aaaa ... Oohhhh maaf Tuan. Selamat Pagi"

Untungnya Nilam cepat sadar dan menyadari apa yang sedang di minta Bram.

Bram tak menanggapi, setelah mendengar sapaan itu barulah Bram menyantap masakan Nilam.

Mulutnya tak berhenti mengunyah. Bibir tebalnya beberapa kali di jilat bersih langsung oleh lidahnya sendiri.

Nilam menelan salivanya sendiri melihat. Tiba tiba mulut Bram berhenti mengunyah.

"Kamu sudah makan?"

"Saya?" Nilam berpikir sejenak.

"Eeeh saya belum makan sejak kemarin" cicit Nilam sambil menepuk keningnya.

Bram mengangkat kepalanya, tatapannya lurus menuju Nilam.

"Kenapa bisa enggak makan? Masakan ini enggak kamu coba? Kamu enggak sisihkan untuk kamu makan?" Baru kali ini Bram berucap panjang lebar yang di dengar Nilam.

"Aaa anu, aku ..."

Nilam sendiri lupa mengapa ia bisa tahan dan bahkan tak merasa lapar. Rasa takut dan khawatirnya membuat ia lupa segalanya, bahkan tentang perut.

"Duduk"

Bram kembali ke setelan awal. Ia tak banyak bicara apalagi bertanya.

"Baik"

Nilam hendak menarik kursi di bagian meja paling ujung.

"Sampaikah ambil lauknya dari jarak itu? Atau harus aku yang ambilkan lauk untuk kamu?" Tekan Bram.

"Aaa?" Nilam bangkit dari tempat duduknya.

Ia menarik kursi yang berada dekat dengan kursi duduk Bram. Nilam mengambil piring dan melirik Bram dari ekor matanya.

Pria itu masih asik mengunyah. Untuk menghilangkan rasa gugupnya Nilam menyelipkan anak rambutnya di belakang daun telinganya.

Setelahnya barulah Nilam mengambil lauk yang di masaknya tadi bersama sayurannya.

Tak ada pembicaraan lebih lanjut di antara mereka. Mereka saling sibuk dengan isi piring masing masing.

Akhirnya perut Nilam terisi juga. Ia menghabiskan porsi yang di ambilnya tadi.

Lalu ia merapikan piring piring kotor di atas meja.

Sementara Bram sudah kembali ke kamarnya.

Tak lama kemudian Bram kembali lagi dengan setelan jasnya.

"Hari ini aku lambat pulang. Kamu bisa bersantai di rumah."

"Ba-Baik Tuan"

"Hmm" Bram memasang jam tangannya sambil berlalu setelah mengatakan kalimat itu

"Oh ..."

Nilam menatap punggung pria itu.

"Apa ada yang tertinggal?" Tanya Nilam.

"Ada tugas untuk kamu"

Dug ...

Jantung Nilam berdetak kencang.

Setelah perintah kemarin membersihkan kamarnya, hari ini Bram akan memerintahkannya lagi.

Kali ini apa lagi yang akan di perintahkan Bram.

"Apa tugas Saya Tuan?"

"Bajumu! Masukan ke kamarku" singkat padat dan tidak jelas.

"Bajuku?"

Nilam memiringkan kepalanya.

Bram membalik badannya. "Pindahkan" dingin Bram.

"Tapi ..."

"Tak ada penolakan" Bram langsung berlalu membawa tas kerjanya dan tak memperdulikannya Nilam yang menatapnya lekat lekat dari belakang.

"Bajuku? Ke kamarnya?"

###

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel