Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Hanya Bekerja

Nilam bergidik ngeri melihat kekarnya dan besarnya otot otot yang di miliki pria ini. Dari siluetnya ia memanglah pria yang tampan dan seksi bahunya yang lebar, pinggangnya yang ramping. Punggungnya yang seperti membentuk kepala kobra. Tapi mengingat apa yang terjadi di antara mereka barusan, Nilam makin ketakutan dan merasakan aura mengancam dari pria itu.

Tak berucap tak berkata kata, pria itu langsung membanting apapun yang ada di depannya.

Meja di baliknya, kursi di lemparnya ke sembarang arah, semuanya luntang lantung di buatnya.

"Aku harus pergi" gumam Nilam dan dengan sisa tenaganya, ia bangkit dari ranjang.

Turun perlahan, Nilam masih mengharapkan adanya sisa sisa puing baju atau kain yang dapat di gunakannya untuk menutupi tubuhnya.

Tak ada. Tak ada satu pun kain yang utuh di sana.

Mungkin Nilam terlalu fokus mencari pakaian dan kain yang dapat ia kenakan, ia tak menyadari sudah ada siluet pria di belakangnya.

Nilam mulai menyadari keberadaanya, ia berbalik dan menemukan pria itu di belakangnya. Tak sempat Nilam mengelak, pria itu langsung mencekik Nilam.

"Tu-an ..." Rengek Nilam berusaha melepaskan cekikan itu.

Seperti bukan manusia, tatapan pria itu di dalam kamar yang remang remang itu sangat tajam dan menakutkan.

"Kalian mempermainkan aku ya? Kamu andil bagian ya?" Tanyanya dengan suara yang begitu dingin dan terutama mencurigai Nilam.

"Saya ... Tak tau apa apa. Saya cuma ... Aaakhhh!"

Nilam di dorong ke samping dan terhantup ke dinding.

"Saya hanya di minta membersihkan kamar ini Tuan. Sa-saya, tak tau apa apa. Saya baru hari ini di rumah ini" ujar Nilam berusaha menyelamatkan dirinya dari tuduhan Pria ini.

Nilam tak punya pilihan lain, ia mengikuti datarnya dinding, dan berakhir di pojokan.

"Siapa kamu? Siapa namamu?"

"Saya Nilam, Tuan." Jawab Nilam mencoba mencari celah untuk kabur.

"Mora. Mora yang menyuruh kamu ke kamarku?"

"I-iya Tuan. Sa-Saya bahkan tak tau ini kamar tuan. Saya di beri perintah, membersihkan kamar ini karena besok ada kerabat Nyonya yang ingin datang. Jadi salah lakukan." Jelas Nilam lagi.

"Huuuhhh, Keluar. Ada kunci di atas nakas"

Dinginnya.

"Ba-baik Tuan"

Nilam punya sedikit titik terang saat pria itu memintanya untuk keluar. Hal yang paling di inginkan Nilam sejak tadi.

Tapi ketika Nilam bangkit. Alangkah sakitnya paha dan selang**nnya. Di tambah lagi tadi sempat terhempas ke dinding hanya dengan satu tangan pria itu.

Tapi Nilam mengesampingkan semuanya, ia memilih merangkak ke meja nakas dan meraih kunci.

Dengan kunci yang ada di tangannya, Nilam menguatkan dirinya, dengan semua rasa sakit itu Nilam berusaha bangkit. Ia berjalan dengan tertatih tatih menuju pintu keluar.

Nilam sudah memegangi knop pintu, tinggal di masukannya kunci dan dia bebas dari kamar gelap ini.

Tiba tiba hembusan napas sangar dan kasar kini sudah ada di belakangnya.

"Kamu pasti di bayar Mora. Berapa Mora membayar kamu? Apakah sepadan dengan semua yang terjadi di dalam ini?"

"Sa-saya ... Saya ..." Kepala Nilam rasanya pening. Kaki dan sendi sendinya sudah tak mampu menopang lagi.

Akhirnya Nilam ambruk ke lantai dan terbangun lagi di pagi harinya dalam keadaan masih berada di dalam kamar yang gelap itu.

Berbeda dengan semalam, kini kamar itu sudah terang benderang karena cahaya matahari yang masuk dari jendela transparan yang jernih dan bersih.

Nilam melirik kakinya, di area lututnya memar. Tubuhnya juga masih polos tanpa busana.

Tak ingin lebih lama lagi di kamar ini, Nilam memilih untuk memaksakan dirinya untuk keluar dari kamar ini.

Menghentikan tangisnya dan tertatih melangkah. Kakinya yang memar itu membuatnya sulit melangkah.

Sakit di area pribadinya sudah tak ada bahkan sudah bisa di bilang sembuh dalam semalam.

Nilam memutar knop pintu, dengan sekali putar ia berhasil membuka pintunya. Lega rasanya, tapi begitu ia mengingat maksud dan niatan Nyonya Mora Nilam begitu kesal tapi bercampur takut.

Semua yang terjadi di dalam rumah ini di luar kuasa Nilam.

"Mereka kaya raya, jelas bisa melakukan apa saja padaku yang lemah"

Cicit Nilam.

Nilam berjalan seorang diri, ia menoleh ke kanan dan kiri. Tak ada seorang pun di rumah itu. Gerak gerik pun tak ada. Nilam kembali ke kamar yang di tunjuk Mora adalah kamarnya. Nilam berharap ada baju atau pun kain yang dapat di gunakannya untuk menutupi tubuh polos ini.

Begitu tiba di kamarnya, Nilam menghela napas lega. Ia melihat banyak baju ganti yang melimpah di tinggalkan Mora di kamar tersebut.

"Aku harus pergi. Pergi secepatnya! Aku tak mau di pergunakan lagi" Nilam menghapus air matanya, ia segera mengenakan baju yang pantas untuknya.

Dengan sisa keberaniannya, Nilam membuka pintu kamarnya.

Ketika di buka lebar, pemandangan itu tak pernah terbayangkan oleh Nilam.

Pria dengan tubuh kekar dan wajah dingin kini sudah berada di depan kamarnya.

Beku, Nilam hanya bisa beku. Secepat mungkin Nilam menjauhkan pandangannya dari pandangan mata pria itu. Melihat tatapannya saja Nilam tak berani.

Tak ada sepatah kata pun dari Nilam. Ia terbujur kaku di tempatnya.

Canggung, Nilam begitu canggung.

Berbeda dengan pria itu. Ia tetap santai dan menatap Nilam lekat lekat.

"Kamu! Kamu kemari dan bekerja untuk mendapatkan uang'kan?"

Takut sekali rasanya Nilam menjawab pertanyaan itu, tapi Nilam tak tinggal diam, ia menjawab pertanyaan itu dengan anggukan.

"Masak untukku. Aku lapar. Pukul 8 aku harus berangkat. Jadi cepat!" Dinginnya dan langsung berlalu meninggalkan Nilam yang masih diam di tempatnya.

Begitu pria itu membalik tubuhnya, barulah Nilam mengangkat kepalanya dan menatap punggung pria itu.

Di titik ini, Nilam bingung. Apakah ia harus menuruti pria itu ataukah ia harus kabur secepatnya.

"Kalau menurut, aku tak tau apakah aku akan di perlakukan seperti apa, apakah aku di jadikan budak atau ... Tapi kalau aku kabur, apa dia tak akan mengejarku? Apa aku berani kabur?" Gumam Nilam.

Nilam mengepalkan tangannya. Ia melirik jam besar yang ada di sana. Jam menunjukan pukul 06.30.

Nilam menghela napasnya panjang.

***

Akhirnya, Nilam memilih untuk menurut. Ia memasak di dapur dengan bahan yang ada di kulkas.

Ia memasak apapun yang menurutnya cepat sebelum pukul 8 seperti yang di katakan Pria itu tadi.

Dan tepat sebelum jam 8 Nilam sudah menyajikan semua masakannya di atas meja dan tinggal menunggu Tuan itu datang.

Dengan gelisah Nilam meremas remas jari jemarinya hingga membuat jari jari lentiknya berwarna merah.

Akhirnya yang di tunggu pun tiba.

Seorang pria dengan setelan jas turun dan berjalan menuju meja makan.

Napas Nilam rasanya tersendat sendat.

Tapi sebisa mungkin Nilam bertahan.

Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut pria itu. Ia makan dengan tenang tanpa banyak tanya dan kritikan.

Semua yang di masak Nilam di ambilnya dan di makannya.

Datar, wajahnya dan ekspresinya sangat datar. Bahkan tak satu pun guratan senang atau pun marah di wajahnya.

Begitu ia selesai makan dan selesai meneguk air di gelasnya, lalu ia mengelap mulutnya pria itu bangkit dan menaruh lagi kursinya.

Nilam yang menunggu di sana jadi sedikit lega.

"Besok besok ..."

Srettttt ...

Rasanya jantung Nilam di tarik kencang.

"Kurangi karbonya, aku gak mau banyak Karbo di sarapanku." Ujarnya dengan membelakangi Nilam.

"Ba-Baik" Nilam menundukkan kepalanya takut.

Begitu langkah kaki pria itu pergi begitu juga Nilam luruh ke lantai. Ia dan sendi sendinya seperti lemas saat berada di depan pria itu.

Nilam memegangi dadanya dan memejamkan matanya mencoba tenang.

"Ekhem." Deheman pelan.

"Hagh!" Nilam mengangkat wajahnya dengan cepat.

Ia menemukan pria itu kembali berdiri di dekat meja makan dan kini pria itu sedang memperhatikan Nilam yang terlihat aneh duduk di lantar sambil memegangi dadanya.

"Aaaa ..." Nilam tak kuat menyampaikan apapun.

Pria itu beberapa saat tak bergeming dan juga hanya menatap Nilam dengan datar. Lalu setelah puas melihat Nilam yang kikuk, ia meraih tas kerjanya yang tertinggal di atas meja makan lalu pergi begitu saja.

"Astaga"

Begitu yakin pria itu pergi lagi, Nilam langsung memilih berbaring di lantai yang sejuk.

Pria yang berlalu itu menoleh ke belakang dan melihat Nilam yang demikian. Ia hanya menggeleng gelengkan kepalanya.

###

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel