Bab 1. Layani Aku (21+)
Napasnya terenggah enggah, ia hanya bisa melarikan diri ke pojok kamar.
"Tu-Tuan, maaf aku hanya ..."
"Siapa namamu! Siapa yang memerintahmu masuk ke dalam kamarku?"
"Nyo-Nyonya Tuan."
"Nyonya?" Pria bertubuh kekar dan tinggi itu menghentikan langkahnya.
"Mora?"
"Iya Tuan, Nyonya Mora" jawab Nilam ketakutan dan berusaha menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya.
Dari dalam kamar yang remang remang itu, terlihat jelas Pria kekar itu memejamkan matanya dan menarik dalam dalam napasnya lalu di hembuskannya cepat.
Nilam seakan dapat merasakan hembusan napas itu.
"Keluar. Kunci kamar di atas nakas" dinginnya.
Tanpa menjawab, Nilam berusaha merangkak menuju meja nakas yang di maksud.
Dengan tangan bergetar Nilam meraih kunci di atasnya.
Menerincingan kunci itu terdengar jelas seisi kamar.
Pria yang tadinya sangat menakutkan itu hanya berdiri menatapnya.
Auranya seperti ingin membunuh Nilam saat itu juga.
Menatapnya saja Nilam tak berani. Tak kuasa Nilam berbalik dan membawa kunci itu ke pintu.
"Kamu pilih hidup atau mati di kamar ini Nilam?" Batin Nilam.
Dengan hati hati Nilam bangkit. Rasa sakit di area kewanitaannya membuat pahanya bergetar. Dengan tertatih tatih Nilam menuju pintu kamar. Knop pintu sudah di genggamnya tinggal memasukan kunci ke dalam lubangnya.
Tak ada suara tak ada getaran, tiba tiba hembusan napas itu sudah ada di belakang tubuh Nilam. Punggung Nilam rasanya beku seiringan dengan hembusan napas itu.
"Berapa, Mora membayarmu? Apakah sepadan dengan apa yang baru saja kita lakukan di ranjang? Apakah sepadan dengan selaput daramu yang sobek? Apakah sepadan dengan rasa sakit di selang**nmu itu?" Rentetan pertanyaan itu membuat Nilam bergetar hebat.
"Aku ... A-aku ..."
"Berapa?" Singkatnya lagi tapi penuh penekanan.
Oksigen yang di hirup Nilam seperti panas. Tak sanggup ia menahannya lagi, kepala Nilam rasanya di tekan oleh benda berat. Pusing dan peninglah yang terjadi.
Dan akhirnya, Nilam ambruk ke lantai.
Pria yang menungguinya di belakang hanya menahan tubuh Nilam dengan satu tangan.
"Mora, kenapa kamu terus membuat masalah? Apakah kamu mau aku bertindak kejam kepadamu?"
Pria itu menatap Nilam lekat lekat. Wajah Nilam di terangi lampu tidur.
"Mora tak ingin melayaniku, dan malah mengirim gadis ini untuk penggantinya?" Pria itu tersenyum miring.
"Jangan menyesal Mora" ungkapnya sambil membawa tubuh polos Nilam ke atas tempat tidur lagi.
Di baringkannya Nilam di posisi terbaik. Di pandanginya seprai yang berbercak darah segar dan sedikit basah.
Setelah puas menatapnya, Pria itu menyalakan puntung rokok dan mematikan lampu tidur. Di hisapnya rokok yang di nyalakannya itu di dalam kegelapan ini.
***
Pagi yang cerah membuat mata yang masih terpejam itu mengerjap pelan. Rasa lelah dan remuk tubuh itu membuatnya enggan bangun dari tempat tidur ini.
"Aaaahhh" Nilam memegangi kepalanya.
Begitu pandangannya terbuka lebar, Nilam menemukan ia masih di dalam kamar yang seperti neraka semalam! Kamar yang menjadi saksi bisu terjadinya sesuatu di sana.
"A-aku masih di sini? Di mana pria itu? Su-sudah pergi?" Nilam ketakutan dan melirik sekitar kamar tersebut
Tak ada pria yang membuatnya kewalahan semalam.
Nilam menghela napas lega.
Tapi seperkian detiknya, Nilam menangis.
"Seharusnya aku tak menerima tawaran pekerjaan ini. Aku bodoh, aku yang ceroboh."
Sehari yang lalu, Nilam masih bergabung dengan panti yang menerima pekerja yang menunggu panggilan atau menunggu lowongan pekerjaan di buka lagi.
Nilam sangat merasakan sulitnya mencari pekerjaan sudah hampir 3 bulan Nilam di panti tapi masih tak mendapat pekerjaan yang di harapkannya, Nilam hanya lulusan SMA, sangat sulit bagi Nilam mencari pekerjaan yang di akui dengan ijazah yang di milikinya.
Skill yang ia miliki hanya memasak dan membersihkan rumah.
Pekerjaan yang di harapkan Nilam hanyalah asisten rumah tangga.
"Hai, siapa namamu? Apa kamu sudah punya pekerjaan?" Tanya seorang wanita cantik berpakaian modis dan elegan.
"Aku? Aku belum punya pekerjaan. Apa Nyonya ..."
"Aku mencari pekerja, aku harap kamu mau. Eeee pekerjaannya nanti aku jelaskan di rumah ya, aku sibuk banget soalnya. Pak saya ambil yang ini" ujarnya pada penjaga panti.
"Silakan Bu"
"CK! Bisanya aku di panggil ibu ibu" cicitnya sambil menarik tangan Nilam keluar dari panti tersebut.
"Tapi Nyonya, pakaian saya masih di dalam." Ujar Nilam.
"Tenang aja, di rumah nanti aku kasih pakaian yang baru, di rumah itu aku punya banyak stok pakaian tak terbatas. Kalau baru untuk kamu mungkin kelebihan juga. Kamu enggak usah pikir baju ini dan itu, semuanya sudah aku siapkan untuk seorang yang mau bekerja untukku"
Nilam di bawa masuk ke dalam mobil dan mobil itu langsung melaju kencang ke arah kota.
Sesampainya di rumah, Nilam terpesona melihat rumah besar itu.
"Aku akan bekerja di rumah semewah ini? Beruntungnya aku" gumam Nilam.
"Iyahhhh! Betul sekali kamu sangat beruntung. Jadi kamu harus menuruti semua perintahku oke!"
"Baik Nyonya Mora"
Nilam yang merasa bangga dengan keberuntungan yang ia dapatkan ini tak segan segan mengikuti semua perintah Wanita bernama Mora yang di kenalnya tiba tiba.
Mora menyediakan segalanya bagi Nilam. Tak satupun luput dari Mora, Nilam yang bahkan tak pernah melakukan perawatan kini memiliki perawatan terbaik dari skincare terbaik.
"Semua ini untuk saya Nyonya?"
"Iya"
"Baik Nyonya. Saya lanjut bekerja lagi."
"Tunggu, nanti malam kamu ada tugas tambahan tak apa 'kan?"
"Tugas tambahan?"
Mora tersenyum tipis.
Malam pun tiba. Nilam berjalan ke arah kamar yang siang tadi di tunjuk Mora.
Sampainya di sana, Nilam menatap pintu kamar yang berwarna hitam pekat itu.
"Bersihkan kamar ini karena besok ada tamu Nyonya" perintah Mora yang di ingat Nilam.
Tanpa pikir panjang dan curiga, Nilam membuka pintu kamar tersebut dengan kunci cadangan yang di berikan Mora kepadanya.
Begitu Nilam masuk ke dalam kamar, ia langsung di kejutkan dengan seorang pria yang langsung membekapnya.
Di peluknya brutal dan langsung di bawanya ke atas ranjang.
"Tolong ... Tolong ... Nyonya! Nyonya!" Teriak Nilam.
Napas pria itu terenggah enggah, ia seperti kesetanan. Nilam ingin melawan tapi ia tak berdaya ketika tubuhnya di timpa tubuh yang lebih gagah dan lebih besar dari tubuh mungilnya.
Satu persatu baju dan pakaian yang di gunakan Nilam di robek hingga menjadi beberapa bagian.
"Layani aku!" Bisiknya.
Nilam terperangah, ia tak tau harus menjawab apa. Suara yang begitu dingin dan datar itu seperti ingin membunuh.
"Tu-Tuan, saya hanya pekerja di rumah ini, saya bukan siapa siapa, bolehkah saya keluar Tuan, saya akan memanggilkan Nyonya"
Napas pria itu semakin menggila. "Layani aku! Kamu sudah memberikan aku obat perangsang 'kan! Kamu mau aku melakukan ini 'kan? Ayo kita lakukan!" Ajaknya dengan suara yang nyaring.
"Tu-Tuan, saya pembantu!"
Seakan tak memperdulikan jawaban Nilam, Pria yang masih tak di ketahui namanya langsung melakukan aksi yang ia inginkan.
Satu persatu bagian di jamahnya. Nilam yang tak tau apa apa langsung mendapat berjuta ciuman di bibir dan lehernya. Hembusan napas Nilam mulai mengikuti hembusan napas pria itu. Sama sama beradu di dalam kamar yang awalnya gelap dan sunyi.
Suara decapan dan kecupan semakin menjadi jadi ketika sang pria menjamah dua gunung masa depan Nilam.
"Aaakkhhhh! Sakit Tuan, jangan di gigit! Aaaaaahhhhh ampun Tuan" ringis Nilam yang merasakan kedua bulatan kecilnya terus di hisap dan di gigit.
Tak tau mengapa, tiba tiba Nilam merasa sesuatu di bawah sana tiba tiba saja basah dan menjadi licin. Entah dari mana asalnya tapi itu membuat sensasi kegiatan ini semakin berbeda.
Tangan pria itu pun menjamahnya. Begitu jari telunjuk dan jari tengahnya menemukan area yang licin dan basah itu, Gigitan dan hisapnya di hentikan, fokusnya kini langsung terarah ke bagian yang sudah siap.
Tak perlu menunggu persetujuan dan ajakan gadis yang bersamanya itu.
Sang pria langsung saja menyodorkan miliknya dan ...
"Aaaaaaaaaaaakkkhhhhh! Sakit! Aaaaaahhaaahhh, aaaaaaa!" Teriak Nilam sangat kencang.
Seperti tak memiliki perasaan, ia itu malah langsung memacu pinggangnya. Mengobrak abrik lubang mungil itu.
Tangis tak dapat di tahan lagi, Nilam menangis sambil meminta ampun pada sang pria.
Tak mendengar dan tak memperdulikannya, pria itu terus memajukan dan memundurkan pinggangnya dengan tempo yang cepat. Di pegangnya pinggang Nilam, kadang di remasnya juga pinggang itu. Bosan meremas pinggangnya, ia kemudian meremas kedua gunung Nilam bergantian.
"Kyiiaaaaaaahhhhh!!! Aaaaaaahhhhh
Aaaaaaaaahhh! Ooohhh"
Nilam mendesah panjang dan tubuhnya lemas beberapa menit setelahnya. Meski Nilam sudah lemas, tapi pria itu masih terus melanjutkan aksinya.
Isakan bercampur dengan desahan Nilam membuat pria itu akhirnya kalap juga. Apalagi saat Nilam menyentuh dadanya, ia semakin tak tahan lagi.
"Aaahh! Aaahh!"
Desahnya pelan tak sebrutal gerakannya.
Nilam memejamkan matanya, saat beberapa titik keringat pria itu berjatuhan di atas wajahnya.
Beberapa saat Pria itu terdiam tapi di dalam diam itu, beberapa kali Nilam merasakan kedutan kedutan lembut di dalam kewanitaannya.
Napas Nilam dan napas pria itu seperti bersatu padu. Sama sama hangat dan sama sama lelah.
"Kamu bukan Mora" ujarnya.
Nilam membuka matanya yang sayu itu lebar lebar.
"Bu-Bukan Tuan. Saya Nilam. Saya pekerja di rumah ini"
Pria itu mencabut miliknya dari milik Nilam. Tak menggunakan busana ia bangkit dan membelakangi Nilam.
Nilam ...
###
