14. Nasi Goreng Pemikat Hati
*Cahaya Mustika*
"Ini Gus Kecil. Nasi goreng pedas manis dengan tambahan telor ceplok ala chef Caca. Monggo."
"Hore ... makasih Mbak Caca."
Gus Azmi mulai memasukkan nasi goreng buatanku.
"Hem ... enak Mbak. Maknyos mamamia lezatos ...," ucapnya sambil menautkan jempol dan telunjuk lalu menaruh pada mulutnya dan berdecak. Setdah ... sok pokoknya.
Abah dan Umi sedang ke acara pengajian di daerah Karanglewas sama Kang Bimo. Khadamah yang lain sibuk dengan urusan masing-masing. Jadi hanya aku yang menemani Gus Kecil.
"Mas Azzam sini Mas." Gus Azmi memanggil kakaknya.
Gus Azzam datang ke meja makan dengan muka bantalnya, aku dengar memang beliau sedang menyiapkan keberangkatannya ke Melbourne tiga hari lagi bertepatan dengan pernikahan kedua Gus Fadil.
"Maem apa Mi?"
"Nasi goreng Mas, bikinan Mbak Caca," sahut Gus Azmi.
"Ca ... bikinin yang spesial jangan kepedesan tapi. Telurnya jangan ceplok tapi dadar terus digulung ke nasi gorengnya!" perintah Gus Azzam.
"Siap Gus."
"Kamu emang bisa bikinnya?" ejek Gus Azzam.
"Gak tahu ini Gus, baru mau bikin."
"Ya udah sana bikin, awas loh kalau gagal."
"Kalau saya berhasil bikin, emangnya Gus Azzam mau kasih Caca hadiah apa?" tantangku.
"Kujadikan calon istri."
Blush ... pipiku memerah sedangkan Gus Kecil menjatuhkan sendoknya.
Hening.
"Bwahahhahahhah ... itu karepmu kan? Maaf ya, beneran tapi bohong," ucapnya dengan mimik menyebalkan.
"Oke ... kalau nanti masakan saya enak, Gus Azzam harus ngabulin permintaan Caca."
"Boleh, asal jangan minta dinikahi aja."
"Percuma aja minta dinikahi Gus, kalau bakalan ditinggal juga."
"Makanya minta yang lain aja."
Hah, aku sempat melongo mendengar jawaban Gus Azzam. Kemudian kesadaranku kembali mendengar pertanyaan Gus Azmi untuk Mas Garangnya.
"Kalau Mbak Caca berhasil bikin nasi gorengnya, emangnya Mas Azzam mau kasih hadiah apa?"
"Apa aja yang penting jangan minta dinikahi sama Mas."
"Dih. Siapa juga yang pengin. Lelaki banyak kok," sahutku ketus. Gus Azzam cuma tersenyum sinis. Menyebalkan.
Aku segera membuat nasi goreng pattaya. Dulu saat kuliah aku pernah membuatnya bersama teman sekosku Mbak Lina. Dan hasilnya enak. Sekarang akan kubuktikan keahlian memasakku. Setengah jam kemudian nasi goreng matang dan kusajikan di depan Gus Azzam yang melongo. Gus Azmi ikut terbengong pula.
"Monggo Gus, dinikmati nasi goreng pattaya ala chef Caca yang dibuat dengan bumbu bukan cinta," ucapku kalem.
Kulirik Gus Azzam menatapku tajam, aku masih tersenyum manis. Gus Azmi yang sudah menghabiskan makanannya bermaksud menyendok milik sang kakak.
"Hush ... ini milik Mas Azzam." Gus Azzam menampik tangan adiknya lalu membawanya menuju kamar. Tak lupa sebotol air pun ia bawa. Gus Azmi memandangku dengan mata berkaca.
"Tenang Gus, ini dia buat Gus Azmi yang manis." Aku menyerahkan nasi goreng pattaya kepadanya.
"Horeee ... makasih Mbak Caca."
*****
Aku mengantar Gus Azmi sampai ke sekolah dengan motor milik Umi. Selanjutnya aku menuju ke sekolah. Aku ada jadwal jam setengah sepuluh nanti.
Saat aku sampai rupanya belum masuk. Pantas ramai. Melewati beberapa siswi yang sedang asik ngerumpi tak sengaja aku mendengar ucapan mereka.
"Tadi pagi kata Mbak Aira lurah pondok, story WA sama IG Gus Azzam isinya gambar nasi goreng semua." Cerita siswi yang kuketahui bernama Rahma.
"Lah apa anehnya orang gambarnya nasgor doang," kata siswi lain.
"Justru itu, yang aneh captionnya," sambung Rahma.
"Apa memangnya?"
"Kata Mbak Aira captionnya 'nasi goreng pemikat hati'."
Aku mematung mendengarnya. Apa? Benarkah? Apa mungkin? Ah sudahlah aku gak mau gede rasa. Aku memutuskan masuk ke ruang guru.
Saat baru duduk di kursi kerjaku, Shafa yang duduk di depanku langsung menoleh kearahku.
"Nih lihat story Guse. Hihihi. Nasi goreng pemikat hati, kayaknya Guse udah punya calon ini. Siapa ya kira-kira?"
Aku memilih diam tak menanggapi tapi jantungku bernyanyi karena aku sudah melihat fotonya dan benar itu nasi goreng buatanku. Duh Gus, jangan bikin aku terbang tinggi dong? Kalau tiga hari lagi njenengan juga mau pergi. Jauh menggapai mimpi.
*****
Malam harinya aku tak bisa tidur. Entah kenapa ada yang aneh dengan diriku. Sejak lihat caption status WA milik Gus Azzam, hatiku berdesir setiap mendengar namanya.
Glundang kanan glundung kiri bahkan aku mencoba tengkurab. Hasilnya aku tak bisa tidur.
Setelah setengah jam berusaha akhirnya aku memilih bangun dan keluar dari kamar.
Aku duduk merenung, tatapanku lurus tertuju pada arah dapur. Mataku langsung fokus ketika lampu dapur menyala. Hingga aku memilih berjalan menuju ke dapur dan mengetuk pintunya.
"Assalamualaikum Umi, Umi butuh bantuan Caca gak?"
Ceklek.
Mataku melotot kemudian memilih menundukkan pandangan.
"G-gus," bisikku lirih.
"Bisa buatin makanan gak Ca, aku laper.Tapi jangan mie ya?"
"Nggih Gus."
"Aku tunggu di ruang tengah ya Ca."
"Nggih Gus."
Aku langsung mencari sesuatu di kulkas. Hem ... hanya ada tahu kulit, taoge, kubis dan ... ah iya. Aku mencari persediaan kerupuk. Masih ada rupanya. Akhirnya aku membuat tahu masak untuk Gus Azzam.
Setelah berkutat selama setengah jam aku langsung membawanya ke ruang tengah. Terlihat Gus Azzam tengah fokus dengan laptopnya.
"Niki (ini) Gus."
Gus Azzam mendongak dan kemudian tersenyum lebar. Aku sempat terpana. Ya Allah tampan. Aku segera menguasai diri.
"Tahu masak ya Ca," ucapnya lalu meletakkan laptopnya.
"Nggih Gus."
"Gak pedes kan?"
Aku tertawa, "Mboten Gus, cabenya cuma sebiji."
"Oke. Makasih ya Ca."
"Nggih Gus, saya kembali ke kamar ya Gus."
"Iya."
Aku langsung berjalan ke arah dapur, namun baru beberapa langkah aku seperti mendengar gumaman.
"Gus Azzam ngomong apa?"
"Eh, gak kok. Udah balik ke kamar aja. Kalau kamu lapar juga, sekalian bikin buat kamu."
"Oh, kirain Guse ngomong sesuatu tadi."
"Gak. Balik kamar sana!"
"Nggih Gus, Caca balik ini."
Meski sedikit dongkol aku senang melihat Gus Azzam makan dengan lahap. Ah, sebentar lagi gak bakalan ada cowok sombong yang malam-malam kelaparan karena lembur dan minta dibikinin makanan.
Aku menoleh sebentar ke arah Gus Azzam, melihat punggungnya untuk terakhir kali sebelum dia pergi ke negeri kanguru.
