Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 – Tanda-Tanda yang Tak Bisa Diabaikan

Aku terdiam cukup lama malam itu, duduk di balkon dengan secangkir kopi yang sudah dingin. Angin malam membawa suara dedaunan dan kendaraan jauh di jalan raya. Tapi yang paling bising justru pikiranku sendiri. Aku merasa seperti ditarik ke dua arah: masa lalu yang belum selesai, dan masa depan yang belum jelas.

Bayangan mantanku, Vano, muncul dalam benakku. Dulu dia juga suka bicara soal hal-hal yang tidak masuk akal. Tentang mimpi-mimpi aneh, tentang firasat, tentang keyakinan bahwa setiap orang membawa garis waktunya sendiri. Tapi semua itu kuanggap angin lalu. Hingga sekarang, ketika seorang pria yang baru kukenal malah mulai menunjukkan tanda-tanda aneh—dan entah kenapa, mirip.

Apa mungkin mereka… punya hubungan? Tapi bagaimana caranya? Vano tidak pernah mengenal Raka. Aku yakin.

Atau mungkin aku yang mulai kehilangan kendali atas pikiranku sendiri?

Ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Hanya ada satu kalimat lagi:

“Berhentilah mencari jawaban, atau kamu akan menyesal.”

Aku berdiri. Dadaku sesak. Siapa yang mengawasiku? Apa ini semua semacam peringatan? Atau ancaman?

Keesokan harinya, aku mencoba menjalani hari seperti biasa. Masuk kelas, mencatat, tersenyum seadanya pada teman-teman. Tapi semua terasa hampa. Pikiranku tidak pernah benar-benar ada di tempatku berada. Aku seperti hanya tubuh yang bergerak, tapi jiwanya masih tertinggal di malam-malam penuh tanya.

Saat jam istirahat, aku memutuskan untuk ke perpustakaan. Tempat itu biasanya sepi, dan kupikir bisa membantuku menenangkan diri. Tapi saat aku masuk, Raka sudah ada di sana. Duduk di pojok ruang baca, membuka buku yang bahkan tak kulihat judulnya.

Matanya bertemu denganku.

“Ketakutan hanya datang kalau kamu menolak untuk paham,” katanya pelan.

Aku menghampirinya tanpa berkata apa-apa. Duduk di kursi seberang, mencoba membaca ekspresinya yang datar, tapi seolah menyimpan badai.

“Apa kamu yang kirim pesan itu?” tanyaku akhirnya.

Dia menggeleng pelan. “Bukan aku. Tapi aku tahu siapa.”

Aku menahan napas. “Siapa?”

“Belum saatnya kamu tahu. Tapi kamu harus hati-hati dengan orang yang kamu pikir sudah kamu kenal.”

Kata-katanya menggantung. Aku merinding. Rasanya seperti membaca novel misteri yang hidup dan menatap balik padaku.

“Kalau kamu benar-benar dari masa depan… buktikan.”

Raka diam. Wajahnya tak berubah. Tapi tangannya membuka lembar kecil dari saku jaketnya dan menyodorkannya padaku. Sebuah foto. Aku memegangnya dengan ragu.

Itu… aku.

Tapi aku mengenakan pakaian yang belum pernah kupakai. Di belakangku ada papan nama dengan tanggal: 14 Februari 2027.

Padahal sekarang baru 2025.

Aku ternganga. “Ini… editan?”

“Bukan. Dan itu hanya sebagian kecil dari apa yang akan kamu alami. Tapi kamu harus mulai membuat pilihan hari ini.”

Aku mengembalikan fotonya, gemetar. Ini terlalu gila. Tapi semua mulai terasa nyata. Terlalu nyata untuk diabaikan.

“Kenapa aku? Kenapa kamu datang kepadaku?” tanyaku dengan suara pelan, hampir berbisik.

“Karena kamu punya peran besar dalam satu kejadian yang akan mengubah segalanya. Dan kamu harus memilih jalannya sekarang sebelum semuanya terlambat.”

Raka berdiri. “Aku tidak akan memaksamu percaya. Tapi waktu tidak akan menunggu.”

Dia pergi begitu saja, meninggalkan aku yang masih menggenggam udara kosong dan berjuta tanda tanya.

Saat aku pulang ke kos malam itu, aku merasa seseorang mengikutiku. Langkah kaki di belakangku terdengar samar, tapi cukup membuat bulu kudukku berdiri. Aku mempercepat langkah. Menoleh ke belakang. Kosong. Tapi ketakutan itu nyata. Bahkan terlalu nyata.

Sesampainya di kamar, aku mengunci pintu, menutup jendela, dan duduk di lantai sambil menahan napas. Ponselku kembali bergetar. Kali ini isinya berbeda:

“Kalau kamu bicara lagi dengannya, kamu akan kehilangan sesuatu yang kamu sayangi.”

Aku hampir melempar ponselku ke tembok.

Aku tak tahu harus percaya siapa. Tapi satu hal yang pasti—aku sudah masuk terlalu jauh dalam sesuatu yang tidak bisa kuabaikan. Masa depan, masa lalu, peringatan, dan rahasia yang mulai terbuka perlahan-lahan.

Dan aku hanya punya dua pilihan: melarikan diri seperti dulu, atau berdiri dan melawan, meski aku belum tahu apa yang sebenarnya sedang kuhadapi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel