5. Karena Pria Egois, Ku Terjebak Di Klub Malam
Adesty kembali bertanya pada Dav. "Apa aku tidak merepotkan mu?!"
"Merepotkan, sangat merepotkan!" jawab Dav "Dari pertama bertemu denganmu, aku sudah sangat direpotkan!"
Mendengar apa yang dikatakan Dav, Adesty mengurungkan niatnya masuk ke dalam mobil. "Kalau begitu, aku cari taksi saja."
"Eh ... eh. Aku hanya becanda! Sensitif amat!" Dav kaget melihat Adesty hendak pergi.
"Barusan kamu bilang, aku sangat merepotkan," ucap Adesty dengan polosnya.
"Dasar bocah. Aku hanya becanda," jawab Dav. "Ayo, cepat masuk!"
Adesty tanpa banyak bicara, langsung masuk ke dalam mobil. Setelah melihat Adesty selesai memakai seatbelt, Dav segera melajukan mobil membelah jalan raya.
Ting!
Ponsel di saku Adesty mengeluarkan suara notif pesan. Gerutuan ke luar dari bibir Adesty begitu melihat siapa yang mengirim pesan. "Mau apa lagi, ini orang?! Tidak bosan apa, menggangguku terus menerus!"
"Ada apa?!" tanya Dav mendengar Adesty menggerutu.
Adesty membalikkan ponsel, wajah imutnya nampak merengut.
"Pesan dari pacarmu," tebak Dav.
Adesty menggeleng. "Bukan, aku tidak punya pacar!"
"Bohong!" jawab Dav ketus. "Kalau bukan orang spesial, mana ada tengah malam begini kirim pesan."
"Untuk apa aku bohong! Ini hanya orang iseng," jawab Adesty singkat, memasukkan ponselnya kembali ke saku.
Dav diam sesaat, tak lama kemudian kembali bicara. "Ada yang membuatku penasaran. Boleh aku tanya sesuatu?"
"Mau tanya apa?!"
"Di club malam, kamu menghindari kejaran siapa?!" tanya Dav
Wajah blasteran Jonathan langsung menari di pelupuk mata Adesty. "Dari kejaran cowok gila! Cowok egois! Sialan!"
Dav menaikkan kedua alisnya. "Cowok gila? Ha-ha-ha," Dav terbahak. "Pasti orang gila itu yang barusan kirim pesan padamu."
Wajah Adesty semakin merengut kesal.
"Gila juga pacarmu," ledek Dav. "Jadi terima nasib saja."
"Aku tidak punya pacar!"
"Lalu siapa yang telah sukses membuatmu sampai kesal seperti itu?!"
"Cowok gila! Kalau aku bertemu dengannya lagi, akan aku pastikan, hidungnya yang setinggi tugu Monas itu patah," ucap Adesty kesal.
"OMG! Sadisnya!"
"Lebih sadis cowok gila itu daripada aku! Dia memaksaku naik ke dalam mobilnya lalu membawaku ke club malam untuk dikenalkan pada saudaranya," jelas Adesty.
"Saudaranya?!" Dav semakin penasaran.
"Iya," Adesty dibarengi anggukan. "Katanya, aku akan dikenalkan dengan saudara tersayangnya. Aku ini bukan siapa-siapanya dia, untuk apa aku dikenalkan dengan saudaranya?! Dasar tidak jelas!"
Dav tersenyum melihat wajah Adesty begitu kesal. "Menurutku, cowok itu, pria yang baik. Dia mau mengenalkan kamu pada saudaranya."
"Pria baik apa? Setiap bertemu denganku pasti selalu berbuat sekendak hatinya. Dia itu sangat egois!"
"O, ya? Jadi, kalian sering bertemu?"
"Hampir setiap hari dia datang ke kampus bersama dengan rombongannya. Aku kadang risih dengan teman-temanku kalau dia sudah datang. Semua temanku mengira dia itu pacarku. Jadi, tidak ada cowok di kampus yang berani mendekat padaku."
"He-he-he. Apa karena itu, kamu kesal padanya? Karena tidak ada cowok yang mendekat padamu?!" Dav terkekeh, ternyata bicara dengan Adesty jadi hiburan tersendiri buatnya.
Wajah Jo menari-nari di pelupuk matanya. "Dia memang sangat menyebalkan!"
"Hati-hati lho, kata orang jika membenci seseorang itu jangan berlebihan apalagi kepada lawan jenis karena biasanya dari rasa benci akan berubah jadi cinta," ucap Dav mengingatkan.
Adesty bergidik. "Amit-amit! Tidak ada dalam kamus hidupku, aku jatuh cinta pada pria itu!" Wajah Jo begitu nyata terbayang di pelupuk matanya. "Aku membencinya!"
Saking asyiknya mengobrol, tidak terasa mobil yang dibawa Dav telah sampai di tempat tujuan.
"Eh, sudah sampai." Adesty melihat ke luar. "Kamu membawa mobil seperti membawa pesawat, cepat sampainya."
"He-he," Dav terkekeh mendengar pujian Adesty "Yang mana rumahmu?"
"Itu!" tunjuk Adesty ke arah rumah bercat putih dengan halaman yang tidak begitu luas. "Terima kasih kak Dav."
"Sama-sama, tapi jangan panggil aku kakak. Kesannya, aku ini sudah tua banget. Panggil saja Dav."
Sebelum turun Adesty melihat Dav. "Bukankah, kamu memang sudah tua?"
"Eh, sembarangan! Sudah diantar pulang, malah berani ngatain aku tua," Dav melotot.
"He-he-he. Becanda, begitu saja marah," Adesty tersenyum manis. "Terima kasih Dav," Adesty segera turun dan menutup pintu mobilnya kembali. "Hati-hati."
Dav melambaikan tangan. "Cepat masuk!" teriaknya, kemudian mobil mulai bergerak meninggalkan Adesty yang masih berdiri di depan pintu pagar rumah.
"Akhirnya, aku sampai juga di rumah," gumam Adesty tersenyum senang membuka pintu pagar rumahnya. Kaki kecil yang terbungkus sneakers putih menapaki rumput yang menghiasi pekarangan rumahnya. Bunga beraneka warna ikut bergoyang diterpa angin malam seakan menyambut putri pemilik rumah yang baru saja pulang.
Ayah langsung membuka pintu begitu mendengar namanya dipanggil Adesty. "Ayah! Aku pulang!"
Wajah ayah terlihat sangat khawatir. "Kamu ini, pulang larut malam sekali. Apa tidak bisa kalau pulang itu masih sore?"
"Tadi tidak ada taksi," jawab Adesty masuk ke dalam rumah melewati ayahnya yang berdiri di pintu.
"Lalu kenapa ponselnya mati?" tanya ayah sambil menutup pintu utama.
"Ponselnya sengaja aku nonaktifkan waktu sedang belajar," jawab Adesty berbohong, daripada ayahnya bertambah khawatir.
"Lain kali, jangan menonaktifkan ponsel! Mulai dari tadi sore, perasaan ayah tidak enak. Pikiran ayah jadi berkelana kemana-mana, berpikir negatif!"
"Aku sekarang sudah ada di rumah, di depan ayah. Jadi, ayah tidak usah khawatir lagi." Adesty tersenyum melihat pria tua yang sangat berharga dalam hidupnya.
Ayah menghela napas. "Apa kamu sudah makan?"
Adesty mengangguk. "Aku tadi sudah makan di rumah temanku."
"Sekarang istirahatlah. Ini sudah larut malam. Besok pagi, kamu harus ke kampus," ucap ayah.
"Besok libur, hari Minggu," jawab Adesty pergi menuju ke kamarnya.
Jauh dari rumah Adesty, di jalan raya besar di dalam sebuah mobil, Jo sedang menatap layar ponsel. "Apa begitu sulit, hanya untuk membalas pesan?! Dasar bocah! Selalu saja membuatku darah tinggi."
"Mungkin Nona Adesty sudah pulang ke rumahnya," jawab Arul, anak buahnya yang selalu setia menemani.
"Entahlah, aku tidak tahu!" jawab Jo kesal. "Bagus kalau dia sudah ada di rumahnya, bagaimana kalau bocah itu masih di club malam?"
"Menurutku, Nona Adesty tidak mungkin masih berada di club malam. Aku sudah meminta semua temanku untuk memeriksa setiap sudutnya, tapi Nona Adesty tidak ada," jawab Arul. "Yang aku khawatirkan, bukan karena Nona Adesty masih berada di club malam, tapi ...."
"Tapi apa?" tanya Jo menatap tajam wajah anak buahnya yang penuh brewok tersebut.
"Takutnya, Nona Adesty bertemu dengan orang jahat?"
Jo terdiam beberapa saat kemudian langsung memberikan perintah. "Kerahkan semua anak buah kita untuk kembali ke klub malam. Periksa setiap sudut tempat itu! Temukan Adesty sampai dapat!"
"Siap bos!" Arul langsung menghubungi semua anak buahnya agar memeriksa ulang club malam tersebut.
Ponsel Jo bergetar, setelah melihat layar ponsel, dengan cepat segera dijawabnya.
Jo :
"Hallo."
Dav :
"Hallo, saudara tersayangku."
Jo :
"Di mana kau?!"
Dav :
"Di tempat yang aman!
Jo :
"Kenapa tidak datang menemui ku?"
Dav :
"Malas!"
Jo :
"Sialan! Giliran diminta datang jawabnya malas, tapi giliran minta tolong, hampir setiap hari datang ke mansion."
Dav :
"Itu dua hal yang berbeda."
Jo :
"Di mana kamu sekarang?"
Dav :
"Pulang ke apartemen."
Jo :
"Apartemen? Cepat pulang ke mansion!"
Dav :
"Aku lebih nyaman tinggal di apartemen. Di mansion hidupku tidak aman, terlalu banyak orang, berisik!"
Jo :
"Haruskan aku hancurkan gedung apartemenmu itu agar kamu pulang ke mansion?!"
Dav :
"Ha-ha-ha. Tak kusangka, becandamu lucu juga!"
Jo :
"Pulang!"
Dav :
"Aku belum mau pulang."
Jo :
"Kapan kamu mau pulang?"
Dav :
"Pertanyaan yang membosankan!"
Setelah itu, sambungan telepon terputus. Dav menutup teleponnya, meninggalkan Jo yang menggerutu sendiri.
