3. Mencari Cara Melarikan Diri
Suara dentuman musik keras sangat memekakan telinga, tapi tidak bagi orang-orang yang sedang meliukkan tubuhnya dibawah guyuran lampu warna warni.
Disudut ruangan, lebih tepatnya di tempat VVIP, nampak beberapa pria sedang duduk menikmati suasana. Satu pria berwajah blasteran duduk ditengah diapit empat orang yang duduk disisi kiri dan kanan.
"Bos," bisik Arul, salah satu pengawal pribadi kesayangan Jonathan sekaligus tangan kanannya. "Nona Adesty sepertinya sudah meninggalkan tempat ini!"
Kedua tangan Jonathan terkepal, menatap Arul penuh kemarahan. "Sepertinya?!"
"I,,,iya bos!"
"Dasar bodoh!" bentak Jonathan. "Cepat cari!"
Takut mengundang kemarahan yang lebih besar lagi, Arul segera beranjak pergi.
Sementara itu, gadis pujaan hati sang CEO muda, Adesty Shabilla sedang berusaha menyembunyikan diri di antara orang-orang yang sedang menghibur diri menikmati suasana club malam. Kedua bola matanya sangat waspada melihat ke segala arah.
"Gue harus bisa ke luar dari tempat ini," gumam Adesty. "Sangat menyebalkan berurusan dengan si Jonathan!"
Tak jauh dari tempat persembunyian, Adesty melihat beberapa anak buah Jonathan sedang mengedarkan pandangan. Tubuh yang besar dan wajah yang tidak bersahabat nampak kontras di antara orang-orang yang sedang asyik dengan dunianya sendiri.
"Astaga! Gue seperti buronan kelas kakap yang dicari orang begitu banyak! Awas kau, Jo! Gue akan menghilang dari hidup loe selamanya, biar tahu rasa loe!" omelan dan umpatan tak hentinya keluar dari bibir Adesty dalam persembunyiannya.
Setelah melihat situasi aman, Adesty keluar dari tempat sembunyinya. Tubuh mungilnya perlahan mengendap, berharap tak ada anak buah Jonathan yang melihat. Indra penglihatannya sangat waspada melihat ke semua arah, menembus ruangan yang hanya mengandalkan pencahayaan temaram.
Harapan hanya harapan, Adesty harus menelan kecewa ketika melihat satu-satunya pintu keluar ternyata telah dijaga beberapa orang anak buah Jonathan.
"Shit!" umpat Adesty. "Sudah gue duga, pasti anak buah si Jo ada yang berjaga di pintu ke luar. Ya Tuhan, gue harus bagaimana?" gumamnya.
Sejenak Adesty memutar otak sampai akhirnya memberanikan diri untuk keluar, tapi beberapa langkah berjalan, bahunya ditepuk pelan seseorang dari belakang.
"Hai, cantik!"
Adesty melonjak kaget. "Astaga!"
Pria wajah blasteran tersenyum manis melihat dirinya dengan tangan memegang gelas berleher panjang yang berisi cairan merah.
Adesty mengelus dada karena kaget, tapi hatinya sekaligus tenang karena ternyata yang menepuk bahunya bukan anak buah Jonathan.
Pria tersebut menaikkan kedua alisnya. "Anda baik-baik saja?!" tanyanya.
Adesty menghela napas. "Iya!"
Pria tersebut mengulurkan tangannya mengajak berkenalan. "David. Kamu boleh memanggilku, Dav."
Adesty menatap ragu tangan Dav yang terulur, tapi melihat wajah ramah Dav, Adesty menerima uluran tangan tersebut. "Adesty."
"Nama yang cantik, secantik orangnya," puji Dav.
Adesty melengos, pujian seperti itu sering dilontarkan para buaya darat untuk menyanjung wanita yang akan menjadi korbannya.
"By the way, kamu sendirian di sini?!" tanya Dav mencoba mengakrabkan diri.
Adesty mengangguk. "Iya."
Sesaat Dav meneguk minumannya, menatap wajah Adesty yang terlihat cemas. "Kelihatannya kamu sedang dalam masalah. Apa tebakan ku tepat?"
Adesty menatap wajah Dav dalam remangnya lampu. "Apa kamu bisa membantuku?!"
"Bantu apa?" tanya Dav.
Adesty nampak ragu. Tatapannya kembali mengedar ke sekeliling. Berharap tidak ada anak buah Jonathan yang melihatnya.
"Aku tidak mau kalau harus berkelahi dengan orang-orang yang bertubuh tinggi besar itu," ujar Dav seakan tahu apa yang sedang dipikirkan Adesty.
"Bantu aku ke luar dari neraka ini," pinta Adesty. "Bukan minta kamu berkelahi dengan para raksasa itu!"
"Itu pintu keluarnya!" tunjuk Dav ke arah pintu keluar. "Kamu hanya perlu melewati pintu itu, tidak sulit bukan?!"
"Tidak semudah itu," bisik Adesty putus harapan. "Sudah lupakan saja! Anggap aku tidak bicara apa-apa!"
Setelah itu, Adesty pergi meninggalkan Dav, tapi detik berikutnya kembali datang dengan wajah ketakutan bahkan bersembunyi dibalik tubuh atletis Dav.
Senyum simpul terukir di bibir Dav ketika dua pria berperawakan tinggi besar melewatinya. "Sepertinya, gadis ini sedang dicari seseorang," bisik hati kecilnya.
Adesty bernapas lega setelah anak buah Jonathan berlalu pergi melewatinya semakin menjauh.
"Keluarlah! Mereka sudah pergi!" ujar Dav pada Adesty.
"Terima kasih," ucap Adesty setelah berdiri depan Dav. "Aku tidak akan melupakan kebaikan mu."
Setelah itu Adesty pergi, tapi baru beberapa langkah berjalan Dav berseru. "Aku akan menolongmu!"
Adesty langsung membalikkan badan melihat Dav.
"Aku akan menolongmu!" Dav mengulang kalimatnya. "Tapi tidak ada yang gratis di dunia ini bukan?!"
Kebingungan kembali melanda wajah Adesty. Menatap Dav intens seakan sedang menerawang apa maksud dari ucapan Dav.
"Ayo!" Dav menarik tangan Adesty.
"Eh," Adesty kaget, tangannya ditarik Dav. Mau tak mau, kakinya melangkah mengikuti Dav. "Apa yang kau lakukan?!"
Dav menoleh sejenak pada Adesty. "Bukankah, kau ingin keluar dari tempat ini?!"
"Tapi ,,,"
"Diam dan ikuti saja aturan mainku!" sergah Dav.
Tak lama kemudian, mereka berdua sampai di depan pintu setelah melewati beberapa ruangan dan banyaknya orang-orang.
"Kita sudah aman," jelas Dav melepaskan pegangan tangannya. "Kamu bisa keluar lewat pintu ini!"
Adesty menatap pintu yang ada di depannya. "Apa ini pintu ke luar?!"
Dav mengangguk. "Iya! Pergilah dan jangan pernah kembali ke tempat seperti ini lagi. Kulihat kau gadis yang baik makanya aku menolongmu!"
Perasaan lega langsung mengisi relung hati Adesty. Tersenyum menatap intens wajah Dav. "Terima kasih Dav. Suatu saat nanti, aku akan membalas kebaikan mu ini!"
"Ok!" jawab Dav.
Adesty membuka pintu. Udara malam yang dingin langsung menerpa wajahnya. Sejenak melihat lagi pada Dav, tersenyum manis kemudian pergi melangkah melewati pintu.
