Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 5

“Bilang saja sama kekasih kamu itu, kalau kamu dan saya hanya pernikahan kepura-puraan. Kalau dia mau menunggu kamu, itu bagus. Berarti cintanya tulus kepada kamu,” ucap Braga.

“Saya sadar kok, kalau kita berdua punya hak dalam hidup. Orang tua kita tidak punya hak apapun atas kita.”

“Kamu pasti berpikiran kalau saya lembek tidak punya leverage untuk menolak.”

“Saya sebenarnya tidak anti perjodohan, karena semua di keluarga besar saya hasil dari perjodohan. Hidup itu bukan seperti di sinetron, dipaksa menikah terus lalu jatuh cinta.”

“Jika berjalannya waktu, jika memang sudah waktunya saya akan menceraikan kamu, saya juga bukan pria yang senang menyentuh wanita jika saya benar-benar tidak ada rasa.”

“Saya tahu kita masih banyak untuk menolak, apa salahnya hanya menikah saja. Turutin saja mau orang tua kita, tidak akan rugi.”

“Setelah menikah nanti, saya membebaskan kamu kemana saja kamu mau, saya tidak melarang kamu melakukan apapun yang kamu inginkan. Termasuk, kamu berhubungan dengan kekasih kamu.”

“You are crazy, and stupid! Baru kali ada seorang laki-laki berpikiran seperti kamu!”

Braga terdiam, dia mendekati Kiara, ia pandangi gadis muda itu, “Satu hal lagi yang harus kamu tahu!”

“Kamu itu bukan tipe saya! Paham! Saya tidak memiliki perasaan apapun dengan kamu!”

“Jangan berharap kalau saya suka dengan kamu nantinya!”

Kiara seperti tertampar dengan kata-kata Braga, dia menahan geram, “Kita batalkan saja!”

“Tidak ada yang dibatalkan. Saya ingin tetap melanjutkannya, kita akan tetap menikah, sampai pernikahan ini berakhir.”

“Setelah menikah saya membebaskan kamu mau apa saja! Percayalah kita tidak ada di rugikan di sini.”

Kiara terdiam beberapa detik, memandang Braga. Tatapan pria itu seolah memohon kepadanya, “Okay.”

“Terima kasih.”

“Saya pergi dulu kalau begitu.”

Kiara pergi meninggalkan Braga begitu saja. Dia menarik napas Panjang. Ia tidak mengerti kalau dia menyetujui pernikahan ini. Kiara keluar dengan membawa tasnya kembali, dia melihat beberapa pesan dari kekasihnya Arya. Dia membalas pesan singkat itu, tidak lama kemudian ponselnya bergetar.

“Iya, halo,” ucap Kiara dia masuk ke dalam lift membawanya menuju lantai dasar.

“Hai sayang, kenapa baru mengangkat telepon saya? Saya dari kemarin menghubungi kamu,” tanya Arya dengan aksen Amerika yang kental.

“Maaf sayang, tas saya ketinggalan di rumah teman saya.”

“Oh God, saya pikir kamu kenapa-napa.”

“Tidak apa-apa sayang.”

“Gimana hari kamu hari ini?”

“Seperti biasa baik.”

“Orang tua kamu bagaimana?”

“Yah, seperti biasa, tidak ada yang berubah.”

“Kamu tetap mau menjalankan perjodohan itu?” tanya Arya lagi.

Kiara terdiam beberapa detik, melihat lift sudah terbuka, dia meneruskan langkahnya, “Sepertinya iya. Tapi hanya sementara, setelah menikah saya dan dia sepakat untuk bercerai.”

“Bukannya kamu berjanji untuk tidak menikah dengannya.”

“Tidak ada yang bisa menolak atas kesepakatan orang tua Arya. Saya bisa apa? Yang saya lakukan lanjutin saya lalu setelah itu bercerai dengannya.”

Arya terdiam, ia sebenarnya tidak terima atas Keputusan Kiara untuk melanjutkan perjodohan itu, “Kamu tidak memahami bagaimana perasaan saya?”

“Saya mengerti Arya. Ini hanya sementara. Saya persilahkan kamu mau menunggu atau tidak, semua ada di tangan kamu,” ucap Kiara.

“Saya pastikan kamu akan bercerai dengannya setelah ini.”

“Iya.”

“Kamu ada di mana?”

“Ini mau pulang setelah mengambil tas saya.”

“Hati-hati kamu pulangnya.”

“Iya.”

Kiara mematikan sambungan teleponnya, dia memandang Lauren di sana. Wanita itu tersenyum kepadanya, lalu melangkah mendekatinya.

“Sudah selesai?”

“Iya, sudah.”

“Setelah ini mau ke mana?” Tanya Lauren.

“Pulang saja.”

“Baik.”

Lauren memandang tas itu sudah berada di tangan Kiara. Ia menunggu di lobby cukup lama, ia yakin Braga dan Kiara pasti berdiskusi di atas sana. Kiara dan Lauren melangkah menuju lift basement, mereka masuk ke dalam mobil Kembali.

Beberapa menit kemudian mobil meninggalkan area tower. Kiara melirik Lauren yang sedang menyetir mobil. Sepanjang perjalanan menuju rumah mereka mendengarkan lagi.

“Lau …” Tanya Kiara seketika.

“Iya.”

“Kamu sudah kenal Braga kan?”

“Iya, sudah.”

“Menurut kamu, saya dan Braga apa bisa cocok setelah menikah?” Tanya Kiara penasaran.

Lauren terdiam beberapa detik, ia lalu tersenyum sambil menatap focus ke depan lalu mengangguk, “Bisa jadi akan cocok, karena setahu saya pak Braga orangnya baik, dia ramah, loyal, kepribadiannya hangat dan dewasa. Saya yakin dia bisa mengimbangi kamu, Kiara,” ucap Lauren.

“Mungkin awalnya tidak akan cocok, karena kamu dan Braga baru saling kenal. Ada proses yang harus di jalani, misalnya komonikasi, saling menerima, kencan berdua, ngobrol deep, selayaknya relationship.”

“Percayalah, Braga akan menjadi suami yang baik untuk, Kia.”

“Seberapa jauh kamu mengenal Braga?”

“Saya hanya mengenal saja tidak lebih.”

“Kata-kata kamu hanya untuk penenang saja untuk saya,” timpal Kiara.

Lauren lalu Kembali diam, dia memfokuskan tatapannya ke depan. Dia jadi serba salah bagaimana berbicara dengan Kiara. Benar kata pak Gunawan dan Braga, bahwa Kiara berbeda, emosinya tidak sestabil Sharon. Ia memaklumi itu karena dia masih muda, ditambah permasalahannya hidupnya dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Dia pasti tidak terima, kebebasannya direnggut oleh pernikahan.

_____________

1 bulan kemudian,

Hari yang dinantikan akhirnya tiba, Kiara dan Braga mengucapkan janji suci atas agama dan negara. Setelah acara pernikahans selesai Braga mengajaknya ke rumahnya yang akan mereka tempati. Ah ya, bukan Braga yang menyuruh ke rumahnya, tapi mertuanyalah memaksanya tinggal di rumah pria itu.

“Saya tidak akan tinggal Bersama kamu, kecuali asisten saya ikut,” ucap Kiara.

“Lauren?” Tanya Braga.

“Iya, saya ingin Lauren ikut juga bersama saya.”

Braga terdiam beberapa detik, dia menelan ludah, ia sangat tidak menyangka kalau Kiara akan menampung Lauren tinggal bersama mereka. Masalahnya bukan ada di Kiara, masalahnya ada di Lauren, ia memiliki ketertarikan lebih kepada Lauren bahkan ia mengatakan secara terang-terangan kepada Lauren kalau dia mengatakan akan menunggunya hingga kapanpun.

Braga mengangguk, “Saya persilahkan.”

“Apa kamar kita terpisah?”

“Tentu, saya sudah persiapkan kamar untuk kamu.”

“Jadi tidak sekamar?”

“Iya, tidak. Saya lebih nyaman kita sendiri-sendiri.”

“Itu lebih baik,” ucap Kiara.

Kiara tersenyum miris Ketika ia harus mengakui kalau Braga adalah suaminya. Masalahnya sampai sekarang hubungan mereka tidak berjalan dengan baik. Kiara melihat Braga di sampingnya, sementara Lauren sedang mempersiapkan diri, dia sedang nyusulnya.

Kiara mengakui kalau Lauren sangat membantunya dalam hal apapun. Lauren cekatan, dia inisiatif sendiri. Jujur kehadiran Lauren sangat terbantu, pantas saja Sharon menganggapnya sebagai teman selama ini. Walau saat ini dia masih membatasi untuk tidak terlalu dekat dengan Lauren, namun Lauren cukup membantu dalam dikehidupannya. Ia memang memerlukan asisten yang siap segala hal, apalagi ia berada di bawah lingkungan Braga. Ia hanya takut jika terjadi dalam hal yang tidak diinginkan, maka Lauren akan membantunya. Terlebih hubungannya dengan Braga tidak berjalan dengan baik.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel