Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 6

Beberapa menit kemudian, akhirnya mobil masuk ke Kawasan Senayan Golf Course, di sini ada beberapa komplek rumah mewah yang dihuni oleh para pejabat dan orang elite di negri ini. Memang tidak terlalu jauh dari rumah orang tuanya yang berada di Senayan Residence. Ia jadi tidak perlu khawatir karena masih berada di wilayah yang sama.

Mobil Braga masuk ke dalam rumah bertingkat itu, di sana ada security membuka pintu pagar. Mobil beraga masuk ke dalam, lalu Braga memarkir mobilnya. Braga mematikan mesin, lalu mereka keluar. Ada security menghampiri mereka.

“Tolong bawa koper itu ke dalam, ya pak.”

“Baik pak,” ucap security itu dengan ramah, dia melihat wanita di samping majikannya, dia tahu kalau pak Braga saat ini sudah menikah dan inilah istri pak Braga.

“Oiya, pak. Ini Kiara istri saya.”

Pak Udin tersenyum, “Hai, ibu Kiara, senang bisa bekenalan sama ibu.”

“Sama-sama pak.”

Security itu lalu membuka bagasi mobil belakang, dia mengeluarkan tiga koper milik Kiara dari bagasi. Lalu di bawanya masuk ke dalam, sedangkan Kiara mengikuti langkah Braga masuk ke dalam.

Kiara memperhatikan rumah Braga, rumah ini memiliki arsitektur modern, nampak luas dengan jendela kaca dan atap yang tinggi. Pintu masuknya besar terbuat dari kayu berkualitas.

Dia melangkah ke dalam, tidak banyak barang di rumah ini, sehingga terlihat luas, ada area taman, kolam renang dan ada lapangan golf mini. Hingga membuat lanskap terawat dengan baik.

Kiara melihat beberapa staff rumah muncul ada tiga orang di sini menyambut kedatangan mereka.

“Selamat siang pak Braga.”

“Selamat siang juga,” Braga melirik Kiara yang berada di sampingnya, “Perkenalkan ini ibu Kiara, dia istri saya.”

Ketiga pembantu itu tersenyum kepada Kiara. Braga menarik napas, “Ini Namanya Sulastri yang biasa mengurus urusan dapur. Dan ini namanya Siti yang bertugas membersihkan area rumah, dan ini Sari yang bertugas area outdoor, mereka semua memiliki tugas masing-masing.”

“Salam kenal bu Kiara.”

Kiara tersenyum, “Salam kenal kenal juga buat kalian,” sapa Kiara dengan ramah.

“Oiya, kamar tamu siapkan satu, ya.”

“Untuk siapa pak?”

Braga melirik Kiara, “Untuk asistennya ibu Kiara, namanya ibu Lauren.”

“Baik pak. Mau kamar tamu yang di mana pak, yang di lantai dua atau lantai tiga?”

“Lantai tiga saja.”

“Baik pak,” setelah itu para staff rumah tangga pergi setelah diberi tugas oleh Braga.

Braga memandang Kiara, “Saya akan tunjukin kamar untuk kamu.”

Kiara mengikuti langkah Braga lagi, mereka menaiki tangga. Kiara tau kalau di lantai dasar sama sekali tidak diisi kamar, semua kamar ada di lantai dua dan tiga. Kiara tidak berhenti memperhatikan rumah Braga, rumahnya sangat mewah, lebih dari apa yang ia bayangkan sebelumnya. Lampu kristal, karpet persia, dan segala lukisan menawan motif timur Tengah yang mencerminkan selera dan status penghuni.

Braga menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu kamar, “111213”

“Apa?” Kiara tidak mengerti.

“Itu password kamar kamu.”

“Owh, okay.”

Braga membuka pintu kamar, dia memperlebar daun pintu, lalu mempersilahkan Kiara melihat kamarnya.

Kiara melihat kamar itu dari pintu, kamarnya berwarna putih, memiliki tempat tidur king size, ada walk in closet lengkap dengan balkon. Kamar yang bagus menurutnya, di sinilah nanti dia menghabiskan waktu di rumah ini.

“Apa staff rumah ini tahu kalau kita pisah kamar?” Tanya Kiara.

Braga mengangguk, “Iya semua sudah tahu. Tapi kamu tenang saja, mereka semua sudah terlatih untuk tidak menyebarkan apapun kepada keluarga kita, kalau sebenarnya kita pisah kamar.”

“Tidak usah khawtir. Kalau kamu ada apa-apa, di sana ada intercom, kamu bisa langsung telepon staff atau security jika meminta bantuan.”

“Untuk nafkah kamu, saya ada taruh kartu ATM dan credit card di laci beserta pin-nya, bisa kamu gunakan apa saja. Saya tidak melarang kamu keluar atau ke mana-mana, tanpa memberitahu saya juga tidak apa-apa, saya tidak melarang kamu komunikasi dengan kekasih kamu, atau siapapun itu.”

“Asal, kamu tidak mengundang laki-laki lain ke rumah saya. Dan kamu juga jangan pernah pulang lewat dari jam sepuluh malam, karena saya tidak suka wanita berkeliaran pada malam hari karena itu sangat tidak aman.”

“Satu hal lagi, jangan pergi ke club malam karena kamu sekarang sudah menjadi istri saya. Tolong jaga nama baik saya.”

“Apa ada lagi?”

“Sudah itu saja.”

“Terima kasih.”

“Selamat istirahat.”

Braga melihat Kiara masuk ke dalam, dan lalu menutup pintu kamarnya. Braga melanjutkan langkahnya menuju lantai tiga, ia ingin melihat apakah kamar Lauren sudah siap atau tidak. Sejujurnya ada perasaan bahagia Ketika Lauren kini tinggal Bersama. Ia tidak bisa berbohong kalau ia masih menaruh hati dengan gadis itu. Masih ingat apa yang terjadi pada mereka kemarin di Swiss.

Flashback

Saat itu obrolan ia dan Lauren begitu seru, mereka bercerita tentang film animasi yang mereka sukai. Mereka tertawa bahagia pada malam itu. Beberapa detik kemudian langit bergemuruh, suara dentuman dan pancaran cahaya berada di langit. Mereka seketika melupakan rasa sakitnya akibat mereka terjatuh karena jalanan bersalju yang licin, kembang api sudah memancarkan sinarnya.

Dentuman, berkali-kali terlihat dan terdengar di langit malam kota Zurich dengan pemandangan kembang api yang menakjubkan di sepanjang tepi danau. Mereka tidak tahu festival apa malam ini, hingga membuat malam ini terlihat meriah. Mereka beranjak dari duduknya.

Lauren tidak bisa mengedipkan matanya menatap kembang api yang berwarna-warni. Braga ikut menatap kembang api yang berdentum di langit. Lalu ia menoleh memandang Lauren yang masih menatap langit. Lauren sadar kalau Braga memperhatikannya, dia menoleh. Mereka lalu saling berpandangan satu sama lain.

“You enjoyed it,” ucap Lauren.

"I'm glad you do,” ucap Braga.

Lauren tersenyum menerima pujian itu, mereka berdiri dalam diam selama beberapa menit. Masing-masing menolak untuk menganggu ketenangan yang menyelimuti mereka. Hanya suara kembang api menemani mereka. Braga menatap Lauren, rambut wanita itu tergerai, wajahnya kelihatan damai, dan ia mendapati dirinya merasakan hal yang sama.

“Everything alright?" Tanya Lauren, entah kenapa ia merasa sedikit canggung diperhatikan secara intens oleh Braga.

“Not sure.”

“Lily?”

“What?”

“Saya suka aroma tubuh kamu, wangi lily.”

Braga lalu tanpa sadar mencium Lauren dengan sangat hati-hati, rasa hangat menjalar di tubuhnya. Dia menunggu hingga Lauren melayangkan tangan untuk menampar pipinya. Sekian detik berlalu tamparan itu tidak kunjung ia terima. Ia tahu kalau Lauren masih shock dengan apa yang telah ia lakukan. Jangankan Lauren, dirinya sendiri saja juga shock.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel