Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 6

BAB 6

HAPPY READING

__________

Malam harinya, di ruang makan tampak tenang malam itu. Lampu Kristal menggantung di atas meja panjang yang dipenuhi hidangan. Suara dentingan sendok dan garpu terdengar pelan, diiringi obrolan ringan antara anggota keluarga dan staff yang mondar mandir dengan sopan. Pak Caspian menyeka bibirnya dengan sarbet, lalu meletakkan di pangkuannya.

“Francis,” ucap pak Caspian.

“Iya, pi. Ada apa?”

“Minggu ini pertunangan kamu dan Aletta. Kamu sudah siap?” Tanya pak Caspian lagi.

Francis mengangguk pelan, “Iya, pi sudah. Saya sudah membahas ini dengan Aletta. Dan sudah sepakat apapun kemauan Aletta.”

“Bagus. Begitulah seharusnya. Kalian memang sudah cukup dewasa untuk menyikapi ini. Ini bukan saja tentang keluarga tapi tentang bisnis dan kehormatan keluarga kita.”

“Saya paham.”

“Aletta nyaris sempurna, dia cantik, dia berbakat, dia cerdas. Regendra Grup juga mitra lama kita. Jadi kamu tahu itu.”

Francis menatap ayahnya, “Kata Aletta semua sudah di atur oleh wedding organizer dan sekretarisnya. Jadi tenang saja, pasti akan berjalan dengan lancar.”

“Bagus. Papi sudah berbicara dengan pak Regendra ayahnya Aletta. Dan kita berdua exited dengan pertunangan kalian berdua.”

Francis hanya mengangguk pelan. Dia memang sudah mengenal Aletta, dia wanita yang baik, dia juga cantik dan sudah dikatakan ayahnya jauh-jauh hari kalau Aletta adalah jodohnya. Lalu dia mengiyakan saja, karena memang tidak ada pilihan lain. Matanya tanpa sadar menoleh ke arah ruangan dia memandang para staff dapur. Dia bersyukur kalau Stella tidak ada di ruangan ini. Regendra Grup, pertunangan, dan bisnis menjadi bagian dari hidupnya. Sementara satu-satunya hal yang tidak masuk ke dalam rencana ini adalah Stella. Dan wanita itu sekarang menghantuinya setiap waktu.

“Oh ya, Francis. Papi dengar dari bu Ani, kamu meminta staff baru membersihkan seluruh ruangan kamu, ya?”

Francis menoleh, menatap ayahnya.

“Iya, pi. Saya yang minta satu orang khusus membersihkan ruangan saya. Saya tidak nyaman dengan beberapa orang berada di ruangan saya. Jadi waktu itu saya menyuruh bu Ani staff baru saja yang membersihkannya.”

Pak Caspian mengangguk paham, “Namanya Stella, Fran.”

Francis mengangguk singkat, “Iya, tapi saya kurang kenal dan jarang bertemu dengannya. Sejauh ini kerjanya rapi, dan tidak ada masalah,” gumam Francis.

Pak Caspian menyandarkan punggungnya di kursi, “Sharon bilang anaknya cekatan. Sudah lama kerja di rumahnya, kalau memang bagus pertahankan.”

Francis mengangguk, “Iya, pi.”

Pak Caspian memindahkan topik, menyesap kopinya, “Minggu ini pertunangan kamu dan Aletta. Papi harap kamu bersikap professional di hadapan mereka. Apapun hubungan kamu dengan wanita lain di luar sana, pisahkan dengan urusan keluarga.”

“Setelah pertunangan kamu, kamu bisa ambil alih proyek ekspansi property di Bali. Itu akan menjadi tanggung jawab kamu sepenuhnya.”

Francis menatap lurus ke depan, “Siap, pi.”

Pak Caspian tersenyum kecil, puas dengan jawaban putranya. Mama jugi membahas Aletta. Namun di kepala Francis, ada dua kata yang terus mengambang, menganggu, “wanita lain” dan wajah Stella perlahan muncul dalam pikirannya.

______

Keesokan paginya, saat Stella membantu menyiapkan teh di pantry khusus staff. Dia mendengar suara dua orang pekerja dapur sedang berbicara dengan suara tertahan, nyaris berbisik namun cukup jelas terdengar.

“Minggu ini pertunangan Tuan Francis, ya.”

“Sama nona Aletta, anaknya pemilik Regendra Grup. Cantik banget katanya.”

Stella diam, tangannya terhenti sejenak saat menuangkan teh ke cangkir porselen. Dia berusaha tenang. Dia juga sejak awal tidak berrharap dari Francis, pria itulah yang menggodanya. Dia tahu kalau pria old money seperti Francis sejak kecil sudah didoktrin oleh keluarganya, mencari wanita yang harus sepadan dengannya secara kekayaan. Selain itu, tipenya old money harus menyesuaikan tipe kedua orang tuanya. Dan satu hal yang harus dia tahu kalau old money pilih, pasangan harus yang mendekati sempurna, cantik, kaya berpendidikaan tinggi, elegan, anggun dan yang pasti memiliki latar belakang keluarga harus sama.

Namun terkadang ada case di mana pria kaya suka wanita biasa. Tapi pria seperti ini biasanya sangat dominan sekali dan suka memegang kekuasaan. Kalau suka di control, di posesifin, diatur-atur ya tidak apa-apa, lanjutkan saja. Kalau dia, tentu tidak akan mau. Kalaupun cinta, tapi tetap saja keluarga akan rewel yang masih memegang teguh gengsi dan martabat. Pria OKB menurutnya masih mending, tidak seribet old money seperti Francis. Dari pada mencari pria kaya, dia mending cari uang sendiri, dia ingat pesan mama, ”Pria kalau sudah punya uang, pasti nyari wanita. Kebalikannya wanita kalau sudah punya uang, pasti nggak butuh pria lagi.”

Stella memandang keluar jendela pantry, langit Jakarta sedang mendung. Ah ya, Francis memang mempesona, tapi dia adalah dunia yang tidak pernah bisa dia jangkau. Dunia yang hanya bisa dikagumi dari jauh, tanpa bisa dimiliki.

Dan dia tahu, betapa laki-laki seperti Francis telat dilatih seumur hidup memiliki wanita yang sempurna di mata dunia.

Jam tujuh, seperti biasa, Stella masuk ke dalam Francis. Dia bersyukur kalau ruangan kamarnya kosong. Dia tidak tahu Francis pergi ke mana. Tanpa banyak berpikir, Stella mulai mengerjakan tugasnya, merapikan tempat tidur, mengecek wardrobe, menyusun ulang dasi dan parfum di walk in closet, dia memilih pakaian untuk Francis. Setelah itu dia bergerak ke kamar mandi.

Bathtub-nya besar terbuat dari marmer putih masih sedikit lembab. Ada sisa uap dan aroma sabun yang pekat yang baru saja digunakan. Stella mengangkat bagian bawa dressnya, lalu menggosok bagian dalam bathtub dengan sikat khusus dan cairan pembersih. Focus, hening, hanya suara percikkan air yang terdengar.

Tanpa Stella sadari, ada sepasang mata tajam yang memperhatikannya dari ambang pintu kamar mandi. Di sana Francis berdiri diam, kaos olahraga abu-abu yang melekat di tubuhnya basah oleh keringat. Rambutnya sedikit berantakkan, wajahnya sedikit memerah oleh sisa latihan.

Reflek Stella menurunkan ujung dress-nya yang tersingkap tinggi. Lalu berdiri cepat, dan dia memalingkan wajahnya.

“Maaf, saya tidak tahu kalau tuan di sini,” ucap Stella pelan.

Francis hanya diam sesaat, sorot matanya dalam tidak terbaca,

“Lanjutkan saja, saya mau mandi,” gumam Francis, dia masuk ke dalam kamar mandi lalu membuka pakaiannya begitu saja satu persatu di hadapannya.

Stella yang melihat itu hanya diam di tempat, tubuhnya membeku, matanya beralih cepat ke sisi lain ruangan menghindari pemandangan di depannya. Tapi jantungnya berdetak lebih cepat. Tenggorokkannya kering menatap tubuh Francis sekilas di bawah shower.

Perlahan dia menggeser tubuhnya. Inginnya segera menyelesaikan pekerjaanya, tapi langkahnya terasa berat. Suara air mengisi ruangan kamar mandi meningkatkan ketegangan dalam dadanya. Francis mandi di hadapannya, seolah tidak peduli, dan dia tahu kalau Francis sengaja melakukannya.

Stella menunduk, tangannya berusaha sibuk dengan kain lap yang masih basah, mengelap pinggiran bathtub secepat mungkin. Dia mengatakan dalam hati, “Tidak boleh lihat, tidak boleh tergoda.”

Namun pikirannya berkhianat, dia melihat tubuh Francis, otot-ototnya terlihat, kulitnya sempurna, semua memenuhi ekspetasi dibenaknya.

Stella keluar dari kamar mandi setelah bagian bathtub. Stella berdiri, dia tidak tahan lagi berada di ruangan itu.

Beberapa menit kemudian suara pintu kamar mandi terbuka secara perlahan, Stella masih berdiri di dekat jendela, sedang membuka horden agar cahaya pagi masuk. Stella merasakan kehadiran Francis begitu kuat dan mendominasi.

Dia menoleh menatap Francis yang baru saja keluar dari kamar mandi, dia hanya mengenakan handuk putih yang melilit di pinggangnya. Rambutnya basah, tetesan air masih mengalir di dada bidangnya dan perutnya yang rata. Dia tampak segar, namun juga berbahaya.

Mata mereka kini saling bertemu, tidak ada pembicaraan selama beberapa detik.

“Kamu pasti sudah mendengar issue pertunangan saya?” ucap Francis memecah keheningan.

Stella menahan napas sejenak sebelum menjawab, “Semua orang di rumah ini tahu, tanpa terkecuali saya.”

Francis menyipitkan matanya, seolah membaca pikiran Stella dari balik sorot matanya yang tenang. Dia melangkah ke arah jendela, mendekat, tapi tidak terlalu dekat. Tapi masih menyisakan ruang di antara mereka.

“Kamu tidak komentar apa-apa?” Lanjut Francis.

Stella menelan ludah, dia tersenyum, “Selamat atas pertunangannya tuan.” Ucap Stella.

Francis mengangguk pelan, tapi sorot matanya tidak berpaling dari wajah Stella. Justru sebaliknya, dia menatap lebih dalam.

“Kamu memikirkan sesuatu? Saya bisa melihat kamu menghindari pandangan saya.”

Stella tertawa, pahit, “Saya hanya tidak nyaman, melihat seorang pria yang baru saja bertelanjang di hadapan saya.”

Francis mendekat satu langkah lagi, cukup membuat Stella bisa mencium wangi sabun dan tubuh basahnya.

“Jika lebih dekat seperti ini, mungkin akan lebih tidak nyaman.”

Francis melangkah lebih dekat, kini mereka saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat. Mereka saling menatap satu sama lain. Francis seketika menarik pinggang ramping Stella, dia bawa merapat ke tubuhnya. Jantung Stella berdegup kencang, bukan karena takut, melainkan karena perasaan yang tidak bisa dia pahami. Hangatnya tubuh pria itu, desiran napasnya, dan cara pria itu menyusuri perlahan di punggungnya. Semua membuat pikirannya kacau.

“Saya masih ingin kamu,” bisik Francis pelan. “Kamu kumpulkan uang yang banyak, setelah itu pergi dari rumah ini.”

“Kenapa?” Tanya Stella pelan.

“Karena kamu tidak layak menjadi seorang pembantu. Kamu tahu? Kamu terlalu cantik untuk berada di sini,” bisik Francis.

Stella mendongakkan wajahnya memanang Francis,

“Jadi saya harus bagaimana?” Tanya Stella lagi.

Francis mengelus tengkuk Stella secara perlahan, membuat Stella merinding karena gairah,

“Bermain dengan saya,”bisik Francis.

“Kamu menganggap saya mainan?”

Francis tidak langsung menjawab. Dia menunduk, menatap wajah Stella dari jarak dekat,

“Mungkin.”

Stella menatap Francis, “Saya tidak tahu cara bermain kamu,” jawab Stella pelan.

Francis mendekatkan wajahnya, tapi tidak mencium, hanya menggantung di sana.

“Sama-sama saling menyenangkan,” bisik Francis.

Stella menarik napas, “Suatu saat, itu akan membuat hidup kamu hancur.”

Francis menyungging senyum, dia menyentuh bibir Stella perlahan, “Tapi itu yang menarik, bukan?”

Stella memejamkan mata, emosinya seperti ditarik dua sisi, ingin lari. Tapi dia ingin tetap di sana.

Stella menarik napas, dia menatap Francis, “Jadi saya harus menerima kamu?” Tanya Stella pelan.

Francis mengangguk, “Iya. Kamu akan aman, selama bersama saya,” bisik Francis.

Stella menatap Francis cukup lama, dia merasakan tangan Francis mulai menggodanya. Dia menelan ludan,

“Kita mulai dari mana?” Tanya Stella.

Francis mendengar itu lalu tersenyum penuh kemenangan, senyum itu tidak dia sembunyikan.

“Mulai dari setiap pagi di kamar ini,” bisik Francis, suaranya terdengar dalam.

“Kamu akan menjadi orang pertama yang saya lihat, dan mungkin yang terakhir saya lihat sebelum saya tidur.”

Stella tetap diam, matanya tidak lagi bimbang. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya, bukan karena dia tunduk, tapi karena dia sudah memilih.

“Kalau kamu menyakiti saya, saya akan pergi,” ucap Stella tenang.

Francis mengangguk, “Kalau kamu pergi, saya akan mencari kamu sampai ketemu, menagih ucapan kamu.”

Ada jeda hening di antara mereka, penu makna, lalu Stella melepaskan jemari Francis yang mulai berada di bibirnya.

“Saya harus mulai kerja, karena bathtub belum selesai dibersihkan,” ucap Stella.

Francis tersenyum penuh arti, dia membiarkan Stella melangkah pergi ke kamar mandi. Di balik pintu yang terbuka, dia mendengar suara air yang mengalir dair kamar mandi. Tapi yang paling terasa adalah atmosfir baru yang menyelimuti kamarnya. Sesuatu yang telah di mulai.

________

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel