TIPU MUSLIHAT CINTA
Di rumahnya, Rayya segera memoles tubuhnya dengan hand and body lotion, ia ingin pak Ridwan makin mencintainya karena bagaimanapun pak Ridwan adalah "harta karun" baginya. Ia hanya istri kedua yang tidak pernah punya hak apapun dalam kehidupan nyata pak Ridwan itu sebabnya mengapa ia harus jadi "pintar"
Rayya mengenakan baju seksi berwarna merah menyala, sesuai sekali dengan tubuhnya yang putih. Ia nampak begitu menggoda. Ia dekati pak Ridwan yang saat ini sedang mengutak-atik ponselnya.
Rayya menciumi punggung pak Ridwan dengan manja.
Pak Ridwan menggeliat, ia mulai tergoda. Kemudian menoleh ke arah Rayya seraya mengusap kepala Rayya lembut.
"Ada apa sayang? " Tanya pak Ridwan pada istri cantiknya itu.
"Tidak ada apa-apa hanya ingin dekat saja, besok kan mas sudah pulang. "Suara Rayya demikian manja juga renyah.
Ia berpindah tempat, kini ia duduk di atas kaki pak Ridwan, kulit putihnya makin terpampang jelas. Kemaluan yang tidak tertutup sehelai benang pun membuat jiwa lelaki pak Ridwan menggelegar. Rayya menantang gejolak pak Ridwan.
Bibir merah mudanya demikian menggoda.
Melihat pak Ridwan terpana Rayya merasa bangga, ia dekati bibir itu kemudian mengulumnya lembut, perlahan tapi pasti lidah Rayya menjelajah. Lidah mereka bertemu menghadirkan nafsu yang membuncah.
Payudara putih yang menyembul itu mengeras pertanda ia mulai terangsang. Begitu juga dengan senjata di balik celana pendek milik pak Ridwan.
Rayya selalu sukses dalam membangkitkan gejolak. Itulah mengapa pak Ridwan sayang luar biasa pada istri mudanya itu.
Lebih-lebih saat melihat Rayya menggeliat. Uhft, semua inginnya benar-benar bangkit.
Pak Ridwan menyentuh kemaluan Rayya yang putih mulus tanpa rambut sedikitpun.
"Ohhhh... "
Rayya menggelinjang. Ia terangsang hingga ciuman bibirpun berpindah tempat menuju titik-titik sensitif.
Teriakan kecil itupun melengking.
"Enak sayangggg. " Ucap pak Ridwan saat Rayya mengekspose kenikmatan di titik sensitifnya.
Lengkingan mereka berdua hingga terdengar ke luar kamar.
Namun pembantu dan satpam di rumah itu sepertinya sudah tahu kebiasaan majikannya. Mereka diam saja.
"Mas hebat. " Bisik Rayya saat terengah-engah.
"Kamu juga luar biasa. "Jawab pak Ridwan tidak mau kalah.
Ia merasa bangga bisa memuaskan Rayya yang masih muda.
"Sehebat apapun Rayya, mas tidak akan mau berada di sini. " Ucap Rayya seperti kecewa. Lho... Kok seperti? Rayya benar-benar kecewa dengan kenyataan hidup yang menimpanya.
Menjadi istri kedua? Dikatakan pelakor ? Di bully ?. Itu adalah konsekuensi dari pilihan yang ia pilih.
Ia tidak punya pilihan lain, ia rela jadi istri kedua untuk tetap bertahan hidup. Untuk Rasya, untuk kelanjutan cita-citanya. Andai hari itu Riyan tidak meninggalkan dirinya mungkin ia tidak akan segila ini. Tapi hidup berkata lain. Ia harus melalui jalan ini tanpa protes.
"Mas juga ingin ada di sini sayang, ingin bersama kamu, tapi apa daya, mas sudah punya keluarga. Kamu harus sabar ya. "Rayya mengangguk tanpa protes. Bila sudah begitu maka pak Ridwan merasa iba. Memeluk Rayya dengan satu lengannya dan membawa Rayya mendekat pada tubuhnya.
Saat Rayya terpejam, pak Ridwan sering menatap wajah polos istri keduanya itu. Ia sungguh merasa iba melihat Rayya. Itu sebabnya pak Ridwan sangat ingin menjaga harga diri dan memuliakan Rayya hanya saja pak Ridwan belum menemukan formula yang tepat.
Pagi harinya sebelum berangkat ke bandara. Rayya telah menyiapkan minuman hangat untuk pak Ridwan. Ya.. Rayya demikian perduli bab pelayanan. Rayya begitu peduli pada kebutuhan suaminya itulah mengapa pak Ridwan melakukan kepedulian yang sama.
"Mas ke pulang dulu ya. "Rayya mengangguk seolah pasrah.
"Jangan sedih dong.. Mas sudah pesankan hadiah buat kamu. Selagi menunggu mas bisa datang lagi kemari kamu tinggal sampaikan rindu pada hadiah itu. "
"Hadiah lagi, Rayya itu maunya sama mas, bukan sama hadiahnya. "
"Hmmm akan ada waktunya sayang. Di cek dulu gih hadiahnya di wa. "
Dengan malas Rayya menuju ponselnya mencoba melihat hadiah apa yang diberikan suaminya.
Wow... Sebuah cincin berlian yang ia pesan dari toko terbaik di kota ini. Foto dan bukti pembayaran telah dikirim ke ponsel Rayya.
Mata Rayya berbinar, hatinya lebih lagi. Upayanya merajuk telah menang.
Pak Ridwan mendekat. Mencium kening Rayya lekat.
"Mas sayang kamu. "
Rayya memeluk suaminya sambil matanya terpejam membayangkan cincin berlian itu datang..Pak Ridwan dalam perjalanan menuju rumahnya. Sesampainya di rumahnya ia dapati wajah masam istrinya.
Duh... mengapa wanita salah bersikap ya, mestinya saat suami pulang ke rumah yang di dapat itu sambutan hangat bukan senyum kecut tanpa tawa, namun apa daya demikianlah adanya.
Wanita selalu menganggap bahwa dengan amarah dapat membuat lelaki merasa bersalah padahal mestinya tidak demikian, justru semakin dimarahi lelaki makin jengah. Jangan mencari cinta dibalik kata iba hanya akan mendatangkan kekecewaan.
Cinta tidak dapat diikat dengan menampakkan kepedihan dan kesedihan karena lelaki tak suka itu. Terlalu banyak bersedih justru membuat lelaki merasa letih.
"Baru pulang ?" Tanya Bu Lasmi istri sah Pak Ridwan sambil duduk di ranjang menatap suaminya dengan tatapan tajam. "Bukankah aku sudah bilang dan kita sepakat bahwa kita berkumpul di rumah setiap sabtu minggu, kenapa sekarang dilanggar ?"
Suara Bu Lasmi kian melengking. Ia makin tak tahu batasan. Ia makin tidak hormat. Bila sudah demikian maka yang biasa dilakukan Pak Ridwan adalah DIAM.
Semakin dijawab maka akan semakin parah amarahnya, semakin tidak selesai nanti.
"Kok diam ? Tuli ya ?"
"Sudahlah, aku baru saja datang kamu sudah marah-marah."
"Terus kalau tidak boleh marah-marah, aku harus bagaimana ?"
"Paling tidak bicaralah sedikit lembut." Pak Ridwan bicara sambil mencoba mencairkan suasana.
Tetapi yang ada apa ?
Bukannya mencair justru makin meruncing.
"Kamu sudah keterlaluan. Awas saja kalau sampai aku tahu kamu menikah lagi, semua hartamu akan ku bawa pergj dan ku pastikan kamu akan jadi gelandangan."
Pak Ridwan melangkah keluar kamar, belum sempat ia mengganti pakaiannya sudah bertengkar seperti ini. Ups tapi ini bukan pertengkaran, tepatnya Pak Ridwan dicacimaki.
Sebagai kepala keluarga yang telah mati-matian bekerja demi keluarganya. Pak Ridwan merasa tidak punya harga diri.
Pak Ridwan jadi ingat pada Rayya, wanita yang ia ambil jadi istri ke dua. Wanita yang selalu tampil cantik, memuaskan dan tidak pernah marah.
Rayya selalu mempesona tiap kali Pak Ridwan datang ke rumahnya membuat Pak Ridwan jadi bersemangat.
Mestinya Lasmi seperti juga Rayya.
Apa bedanya coba ?
Rayya punya pembantu dan Lasmi juga.
Mereka sama-sama punya kesempatan untuk mempercantik diri, mengapa Rayya bisa dan Lasmi tidak ?
Rayya diberi nafkah oleh Pak Ridwan dan Lasmi juga, malah lebih banyak uang yang Pak Ridwan berikan pada Lasmi, tapi mengapa Rayya bisa menggairahkan di ranjang dan Lasmi tidak ?
Rayya didatangi hanya sesekali dan Lasmi menjadi rumah tempat Pak Ridwan pulang, tapi mengapa Rayya tidak pernah marah sedang Lasmi selalu marah, menyelidiki, mencari kesalahan, mencurigai.
"Ach, bosan sekali hidup seperti ini" gerutu Pak Ridwan kesal.
Belum berhenti gerutunya tetiba Pak Ridwan melihat Lasmi istrinya yang telah ia nikahi puluhan tahun itu datang. Usia Lasmi memang tidak mudah tapi mestinya ia bisa cantik bila ia mau. Toh ia bisa gunakan uangnya untuk membahagiakan dirinya dari pada sekedar mencari tahu aktivitas suaminya.
"Mas aku mau bicara."
"Lho jadi dari tadi itu kamu belum bicara ?"
"Aku serius !"
"Aku dua rius"
"Mas sebaiknya kamu jujur,apakah kamu sudah menikah lagi ?"
Diam, tidak ada suara, semua sibuk dengan nalarnya masing-masing.
"Mas !"
Bu Lasmi membentak Pak Ridwan. Yang dibentak terlonjak marah begiti rupa.
"Kamu menanyakan hal yang sama berulang-ulang."
"Terus kenapa ? Nggak boleh ?"
"Aku bosan !" Hardik Pak Ridwan.
"Kamu tinggal menjawab, iya dan tidak, apa susahnya ?"
"Kalau aku tidak mau menjawab bagaimana ?" Tantang Pak Ridwan pada Bu Lasmi.
"Artinya kamu beneran sudah nikah dan aku akan mencari kebenaran akan itu !"
"Silahkan, cari saja, semoga berhasil ya."
Hina Pak Ridwan sambil mengusap pipi Bu Lasmi yang makin keriput dimakan usia.
Kemudian Pak Ridwan pergi meninggalkan Bu Lasmi yang masih bicara tanpa henti.
Dalam perginya Pak Ridwan memaki dirinya sendiri. Ia dibanggakan banyak orang, disegani banyak orang, dikagumi banyak orang tetapi dihadapan istrinya sendiri ia begitu lemah dan memalukan, ia bahkan enggan melawan dan adu pembicaraan.
Sering dalam hatinya bertanya bagaimana bila nanti ternyata Lasmi tahu tentang Rayya ?
Apa yang akan terjadi ?
Ach membayangkan hal itu Pak Ridwan jadi ngeri.
Sebagai lelaki Pak Ridwan ingin kedua rumah tangganya baik=baik saja, ia tidak ingin ada yang ditinggalkan, ia ingin semuanya damai. Tetapi rasanya susah sekali.
Pak Ridwan tidak habis pikir mengapa dua wanita susah sekali disatukan meski ia sebagai lelaki telah berusaha sangat adil.
Dari ruang tamunya Pak Ridwan mendengar suara riuh dari dapurnya. Sepertinya Lasmi sedang membanting barang-barang di dapur untuk melampiaskan amarahnya hanya karena Pak Ridwan tidak pulang di hari sabtu minggu kemarin.
Pak Ridwan diam, tidak peduli
