SUARA HATI SAFITRI
Dulu Safitri tidak begini. Dulu Safitri lebih banyak diam saat mengetahui Ryan menikah lagi.Yach.. diwaktu-waktu yang lalu Safitri lebih memilih mengangguk setuju pada keputusan Ryan suaminya.
Melakukan penolakan hanya pada bilik-bilik rumah guru. Atau mengobati suami dengan doa-doa dari para pemuka agama. Kata-kata suami demikian bertuah untuk mereka.
Tapi hari ini Safitri tampil dengan mata bengis, tawa keras dan kata-kata kotor. Safitri yang biasanya menangis tersedu-sedu bila ada masalah, hari ini matanya berkilat seperti ingin menghabisi Ryan suaminya.
Apa karena Safitri baru saja lulus dari perguruan tinggi ternama dan menyandang gelar S2?
Apakah benar bila pendidikan tinggi menyentuh wanita akan membuat mereka lebih berani berkata – kata pada suaminya?
"Wanita itukah yang kamu panggil 'honey' dan dia memanggil kamu 'cinta' begitukah?" tanya Safitri lagi. Pertanyaan yang sungguh-sungguh demikian mengejutkan bagi Ryan.
"Aku yang dari dulu begitu ingin kamu panggil 'honey' kenapa kamu memberikan panggilan itu padanya ?"
" Sebenarnya dia, siapa ? " cecar Safitri lagi.
" Ach hanya panggilan kenapa diperbesar masalahnya. " Ryan mencoba mengelak.
Entah karena terlalu lelah menunggu jawaban dan berkejaran dengan rasa penasaran atau apa tiba-tiba tangan Safitri ringan melayang dipipi kanan Ryan 'Plak'... Ryan tidak sempat mengelak, terlanjur tamparan itu singgah di pipinya.
Sungguh bila tidak karena kondisi ini mungkin Ryan akan membalas kekurangajaran Safitri. Pun ketika jari jemari berkuku panjang itu diarahkan kepaha Ryan,Ryan tidak berdaya melawan kecuali berupaya menenangkan. Ryan meringis menahan sakit.
Namun bukannya tenang, Safitri malah semakin geram. Bayangan perempuan bergaun tipis itu seperti kilatan petir dan halilintar dimatanya. Sedang selama ini Safitri sendiri tidak pernah diijinkan memakai gaun tipis menjuntai seperti wanita tadi.
Safitri kian beringas menuntut jawab yang tak terucap. Dulu dia tidak pernah membayangkan bahwa Ryan laki–laki yang culun dan pendiam dikampus, yang kemudian berani meminangnya dengan memberikan jujuran serba tiga serta uang sepuluh juta rupiah di lima belas tahun yang lalu akan membuat luka sedalam ini di hatinya.
Dan bodohnya Safiti terus berdiri tegar demi melanjutkan jalan hidupnya, demi nama baiknya sebagai pengajar, demi nama baik keluarga besarnya, dan demi. . . juga banyak demi-demi yang lain.
Safitri bungkam terpatah-patah diantara ribuan menit yang bergelantungan di dinding. Dia masih tidak percaya Ryan suaminya demikian tega padanya.
"Apa yang menjadi masalah pada diriku ?" pikir
Safitri meraba hatinya yang bersimbah darah. Ia merasa sudah begitu hancur.
Wanita itu luar biasa cantik, sintal, berkulit putih, berpayudara besar tidak sebanding dengan dirinya memang. Tapi dirinya juga bisa menjadi cantik bila tidak dibiarkan 15 tahun hanya menyandang rasa sakit. Dia juga bisa sintal bila tidak menyandang luka di hatinya yang membuatnya kurus kering seperti tanaman tanpa air. Dia bisa berobat ke dokter Ganda untuk memuluskan kulitnya.
Luka yang di buat berulang-ulang membuat Safitri bukan hanya tidak bernafsu memperbaiki diri tapi juga tidak memiliki kesempatan.
Safitri menyadari dirinya tidak cantik tapi setidaknya uang banyak yang ia miliki bisa membuat dirinya jauh lebih terawat dibanding hari ini.
Kulitnya yang kusam, wajahnya yang mulai muncul flek hitam,tubuhnya yang kurus kering dan jari jemari yang mulai mengeriting sungguh tidak sedap di pandang mata dan wajar saja bila Ryan merasa bosan.
Namun sungguh Safitri ingin membela diri dan keadaannya, menjelaskan pada suaminya bahwa dia perlu jeda untuk merawat wajah dan tubuhnya hingga menjadi molek dan tidak seperti topeng monyet saat wajahnya di sapu bedak.
Safitri juga bisa mengikuti les kepribadian hingga warna jilbab dan busananya sepadan. Hingga tak menjadi bahan tertawaan teman–teman arisannya.Tapi sungguh kesempatan itu tidak pernah dia miliki, selain terus menerus di dera rasa takut akibat perselingkuhan Ryan suaminya. Safitri berada dalam tekanan perasaan sendiri.
Safitri sesungguhnya ingin mengijinkan suaminya menikah lagi dan tidak terus menerus berzina seperti ini andai ada wanita yang benar-benar baik menurutnya. Safitri menarik nafas panjang kemudian menghempaskannya keras, saat perbincangan dengan dirinya tak menemui pangkal.
"Kita pulang." Sela Ryan diantara lamunan.
" Akan kujelaskan nanti di rumah "
Ryan telah mengganti seluruh biaya atas kerugian yang diciptakan istrinya di hotel itu. Ryan juga telah meminta satpam menyerahkan sepucuk surat untuk Rayya. Maka pilihan terakhir adalah Pulang.
Dan tanpa melawan diantara rasa lelah yang menderanya Safitri menurut saja saat Ryan membimbing lengannya meninggalkan kamar hotel yang digunakan Ryan suaminya bercinta dengan wanita itu. Mereka berdua meninggalkan kamar cottage, sambil tersenyum hambar pada beberapa pasang mata yang ada disana.
"Apakah memang sudah suratan taqdir, rembulan harus berdampingan dengan banyak bintang
?‟ Safitri mengeja lukanya yang nyerinya semakin terasa.
Safitri sama sekali tidak menyesal melakukan semuanya. Wanita mana yang mau melihat suaminya bersama dengan wanita lain terlebih di dalam kamar hotel dan berbaju seadanya. Wanita mana yang tidak cemburu melihat itu ?
Safitri tertidur pulas disamping Ryan, memasuki daerah Pelaihari Ryan memarkir mobilnya di sebuah rumah makan, membangunkan Safitri dengan mengelus punggung lengannya.
" Bangun sayang kita makan malam dulu yuk. "Ajak Ryan ramah.
Safitri muak dengan keramahan itu,keramahan seorang pembohong. Namun seperti hari kemarin dia harus tetap tersenyum.
Entah dengan alasan apa ?
Apakah karena ketakutan ditinggalkan ? Ketakutan kehilangan ?
Ketakutan tiba-tiba menjadi miskin.
Atau entah apa? Safitri hanya bisa meraba dadanya.
Di wastafel rumah makan dia membasuh lengannya, menyapukan beberapa tetes air kewajahnya. Di depan cermin Safitri menyadari betapa dirinya memang sama sekali tidak menarik, tapi apakah ini lantas mengharuskan dirinya mengijinkan Ryan menikah lagi?
Bukankah dirinya sama sekali tidak pernah minta dilahirkan menjadi tidak cantik. Tidak pernah minta.
Diakuinya memang Ryan masih sangat menawan, meski di rambutnya telah muncul beberapa uban. Tapi kearifan dan kepandaiannya membuat ia demikian layak dikagumi. Belum lagi ditambah anugrah kehidupan yang semakin mapan.
Safitri menemukan semangat baru, semangat untuk memperbaiki diri,mempercantik wajah agar Ryan tidak malu lagi memiliki taqdir menikah dengannya. Juga semangat untuk mempertahankan rumah tangganya dengan cara yang berbeda.Safitri tersenyum sinis menatap cermin didepannya.
Nanti setibanya di rumah Safitri akan mulsi berhias. Apapun alasannys rumah tangganya tidak boleh hancur.
Safitri menuju meja yang dipilih Ryan untuk makan, ia melihat Ryan masih sibuk dengan ponselnya. Pasti menghubungi wanita lain. Fikir Safitri. Safitri sudah sangat tidak percaya pada suaminya karena kebohongan yang telah dilakukan berulang-ulang. Namun malam ini ia memilih diam dan berhenti menyerang. Ia memilih menenangkan dirinya sendiri dari.pada harus berjibaku dengan kepedihan yang berulang-ulang.
Safitri mencoba beradaptasi dengan takdirnya, mencoba menerima kenyataan sambil berpikir langkah apa yang harus ia ambil.
