SEBUAH PETAKA
Ryan melingkarkan lengannya di pinggul Rayya istrinya, sambil masih berada di tepian pantai.
" Mas, kalau suatu hari hubungan kita ketahuan, bagaimana ? "
"Tenang ayang, mas yang akan menenangkan mbak mu, kamu ga usah khawatir."
" Aku tidak pernah mengkhawatirkan diriku mas, aku hanya berfikir tentang anak kita. Aku selalu berfikir akan status sosialnya dimata masyarakat kelak. Itu sebabnya kenapa dulu aku bersikukuh menolak menikah dengan mu."Jawab Rayya panjang berusaha menjelaskan. Dan seperti hari biasa Ryan hanya mengangguk–angguk menerima penjelasan Rayya,entah apa yang difikirkan.
" Pada akhirnya mbak mu pasti akan mengerti, Ray,dan andaipun tidak mengerti mas akan memilihmu dan meninggalkannya."
Mendengar itu Rayya menutup bibir suaminya dengan dua jarinya,
" Jangan bicara begitu mas, itu tidak baik. "
" Mas capek Ray, mas ga sanggup melanjutkan pernikahan mas dengan mbak sebenarnya."
" Rumah kami luas, harta kami banyak tapi selama hampir lima belas tahun menikah kami tak punya keturunan. Kami berusaha berlindung dibalik kesibukan masing – masing. Mas dengan aktifitas pekerjaan mas dan mbak dengan kesibukannya, arisan, jalan – jalan ke mall, kegiatan sosial. Kami hidup bersama memang tapi seolah hidup sendiri-sendiri. Tidak ada rohnya seperti mayat hidup" Lanjut Ryan seperti berbicara pada dirinya sendiri.
" Ach, sudahlah mas, tidak perlu kita lanjutkan lagi perbincangan kita tentang ini biar Allah saja yang menentukan episode selanjutnya. " Tangkas Rayya berusaha menenangkan suaminya dan menahan gejolak hatinya. Rayya meletakkan lengan Ryan di perutnya yang mulai nampak membesar. Mereka tersenyum bersama demikian indah.
Puas sekali mereka berdua hari itu,Rayya yang tegas namun manja dan Ryan yang demikian mengayomi sekaligus pengertian, dua kombinasi yang luar biasa PAS.
Membuat Kerajaan pasir, melempari pasangan dengan bulatan pasir – pasir kecil, tertawa renyah diantara semilir angin, melukis wajah dibalik debur ombak, mereka seolah tak pernah bosan.
Saat mereka tiba di kamar berusaha melepas penat di ranjang indah yang telah disediakan.
" Mas bahagia memilikimu, Ray " Bisik Ryan
ditelinga istrinya.
Mereka kembali menikmati desah halal di ranjang putihnya. Sesaat ketika mereka ingin terlelap akibat tubuh mereka demikian letih, tiba – tiba….
„Prang…‟kaca jendela cottage kamarnya telah berhamburan. Mereka terkejut bukan kepalang terlebih saat ini tubuh mereka hanya berbalut busana seadanya. Rayya menyambar baju panjangnya kemudian memakainya secepat kilat.
" Keluar kalian ! " Hardik suara dari balik pintu sambil terus mendobrak pintu kamar. Ramai sekali suaranya, ribut bukan kepalang.
Pintu terbuka, Wanita setengah baya itu mendekat, usianya berkisar lima belas tahun lebih tua dari Rayya. Dia terus mendekati Rayya, Rayya kian beringsut ke dinding dan Ryan berdiri didepan membelakangi tubuh Rayya. Dihadapannya kini ada Safitri istrinya, wanita yang lima belas tahun ini mendampingi hidupnya.
" Jadi benar cerita teman – temanku. Kamu sudah selingkuh dengan perempuan laknat ini, mas ! " teriaknya melengking.
" Minggir kamu " perintahnya sambil menarik-narik baju Ryan, baju Ryan setengah terkoyak,
akibat tarikan kasar wanita itu.
Diraihnya rambut pirang Rayya dengan lengannya yang lain. Rayya terhuyung-huyung menerima amukan Safitri.
" Pelacur kau, pelacur. ! "
" Jangan pernah bermimpi memiliki suamiku. "Teriak Safitri seperti orang kerasukan.
" Suamiku itu milikku. "
Wanita itu sangat kalap, jemarinya masuk ke sela-sela rambut Rayya menariknya kuat tidak perduli pada tangisan Rayya yang merasa kesakitan.
Ryan berusaha menepis lengan Safitri namun gagal, Safitri luar biasa kuat dengan amarahnya yang tidak terkendali, semakin dilerai Safitri semakin menggila.
Sepatu ber hak tinggi miliknya menginjak ibu jari Rayya, Rayya berteriak teriak kesakitan, semakin berteriak Safitri semakin kuat menginjakkan ujung lancip sepatunya.
Ryan berteriak-teriak minta tolong, beberapa satpam yang tadinya takut melerai karena mereka pikir ini urusan rumah tangga mulai mendekat,memisahkan Safitri dari Rayya, susah sekali melerai amarah Safitri yang telah membuncah, beberapa menit kemudian tubuh Rayya lemas,lunglai tak berdaya. Rayya pingsan, Safitri pun merasa menang.
Beberapa satpam tadi membopong Rayya atas perintah Ryan.
" Bawa dia ke rumah sakit terdekat. Aku mohon"
" Siap, pak. " Tukas beberapa satpam itu sigap.
Ryan benar – benar panik melihat Rayya pingsan dengan ibu jari membiru seperti lebam bekas pukulan, pasti karena injakan sepatu hak tinggi milik Safitri tadi.
Ryan menatap Safitri penuh kebencian.
"Kenapa ? kamu marah pada ku ? masih untung dia tidak ku buat cacat seumur hidupnya."Safitri bicara tanpa rasa takut sedikitpun.
Malang benar nasib Rayya saat itu, dirinya tidak menemukan satu pun pembela yang bisa memenangkannya.
Sebelum Rayya yang sudah pingsan itu di bawa ke rumah sakit, masih sempat Safitri meludahi wajahnya, sambil tertawa – tawa nyaring mirip orang gila.
Ryan terkejut sama sekali tidak menyangka Safitri istrinya bisa sedemikian mengerikan, bahkan pada kesalahannya. Sedang dia telah berkali – kali berselingkuh, namun baru kali ini Safitri berbeda.
" Silahkan antar dia, Pah. Atau kamu akan ku habiskan juga. " gertak Safitri. Dan bodohnya Ryan, dia hanya diam mendengar gertakan Safitri padanya..
" Kamu sudah menyakiti aku, Pah. Bertahun –
tahun begitu, aku capek Pah, capek. "
" Dari awal menikah hingga sekarang papah tidak pernah berhenti selingkuh dari satu wanita ke wanita lain. " Safitri terus mengomel, Ryan benci kesalahan yang telah ditutupnya di bongkar lagi, kuburan usang itu di bangkitkan lagi, selalu begitu. Ryan diam mencoba menenangkan diri tanpa perlawanan.
Sejenak suasana menjadi hening, ngelangut sekali rasanya. Berkali – kali Ryan mengutuk ketidakmampuannya menyelamatkan Rayya, ketidak berdayaannya memenangkan kedua istrinya dan mendamaikan mereka. Ryan mengutuk dirinya sendiri.
Ryan meninggalkan Safitri yang terduduk di ranjang kamar 208 ini menuju meja recepsionist, meminta mereka menghitung berapa kerugian yang disandang cottage ini atas keributan tadi. Lalu kembali menuju kamar.
Usai memasuki kamarnya Ryan melihat Safitri masih sibuk mengutak atik BBM-nya. Sedikitpun tidak ada raut wajah bersalah diantara desah nafasnya dan Ryan menarik nafas panjang.
" Ceritakan Pah, wanita itu siapa? Dimana papah mengenalnya ? ceritakan Pah. " Rengek Safitri setengah memaksa.
Ryan terdiam, kenapa harus memaksa, Ryan sangat tahu dengan jelas bahwa wanita lebih mencintai kebohongan yang manis dari pada kejujuran yang pahit. Itu sebabnya Ryan merasa heran.
Beda Ryan beda lagi Safitri, dia terus menatap suaminya tanpa berpaling, kilatan peristiwa itu membodohinya, membuatnya seperti perempuan dungu, Apa yang ada di kepala sebagian suami ketika mengatakan cinta pada istrinya, perkataan sayang dan tidak akan meninggalkan.ternyata hanyalah upaya agar sang istri tidak cemburu, berhenti mengomel, tidak lagi mencaci maki. Hanya itu tidak lebih.
Dan.. Safitri kian geram mengetahui dirinya telah dibohongi bertahun – tahun. Sedangkan selama bertahun – tahun itu Safitri selalu percaya bahwa suaminya, laki – laki yang didalamnya terukir ridho Allah atas mereka.
" Pah, tolong ceritakan dimana kalian berkenalan ? Apa yang membuat papah tertarik padanya ? Apa karena aku tidak memiliki keturunan ?" Safitri terus mengejar Ryan dengan banyak pertanyaan. Sedang Ryan hanya diam tanpa menjawab sepatah kata pun membuat Safitri kian geram.
"Atau karena aku telah terlalu tua?" Apa pah?, matanya? Tubuhnya yang sintal ? Payudaranya yang besar ? Apa Pah ? "
Tanya Safitri mencecar Ryan dengan banyak kata-kata, yang semuanya bisa saja di jawab benar oleh Ryan meski tidak sepenuhnya benar.
Ryan tak kunjung menjawab, padahal di episode-episode selingkuhnya terdahulu Ryan lancar sekali mengisahkan semuanya, sungguh hal itu semakin membuat Safitri geram bukan kepalang. Mereka Saling menatap, wanita ini, wanita yang telah menemaninya selama lima belas tahun pernikahan,sebelum dia menjadi kaya raya dan terkenal, wanita ini yang dengan setia menyemangatinya dan selalu menunggunya pulang ke rumah.
Wanita ini juga yang telah diselingkuhi nya berkali – kali, namun tetap sabar dan memanggilnya suami. Tetap taat dan hormat bahkan tetap menjaga sikap.
Andai boleh jujur Ryan sebenarnya menyayanginya, kasihan padanya, Ryan juga sama dengan jutaan lelaki di luar sana yang sangat ingin tunduk pada pernikahannya. "Tetapi… sungguh aku tidak pernah puas pada pelayanannya, setiap kali aku memandangnya tak ada kekaguman di sana. Setiap kali pergi bertamasya dengan teman – temannya dia sama sekali tak pernah percaya diri untuk berfoto selfie berdua seperti keluarga yang lain meski Safitri sangat ingin dan Ryan selalu berhasil menolaknya. Yang lebih naif lagi setiap kali hendak bermesraan aku selalu bingung bagaimana cara memulainya, sejak dulu selalu begitu. Belum lagi olok – olok dari kawan-kawanku, kawan lelaki terutama.
Setiap Kali Berhubungan Suami-istri Terlebih Lagi, aku sama sekali tidak bisa menikmatinya. Lalu dimanakah letak cinta ? Apakah aku harus berterus terang padanya? Demi Tuhan itu sebuah kebodohan! Hanya akan menyakitinya. Berselingkuh dengan wanita lain adalah keputusan gila memang namun ku fikir hanya ini lah upaya penyelamatan yang bisa ku lakukan. Dan ia sudah menjadi candu apalagi saat kepala ku
berdenyut Aku bisa gila bila harus menahan hasrat lelakiku. Semua lelaki tak akan bisa!Tidak akan pernah bisa karena hasrat itu selalu datang bahkan lebih cepat dari Kokok ayam." Cerita Ryan pada sahabatnya saat mereka berbincang dulu. Ryan masih mampu mengingat setiap kalimatnya yang berisi keluhan.
"Untuk tidak menyakitinya aku memilih berzina meski tidak ketempat pelacuran. Aku memilih memacari wanita baik – baik dan memanggilnya saat aku jauh dari rumah.
Ryan terus memikirkannya, memikirkan Safitri wanita di depan nya wanita yang 15 tahun dinikahi dengan janji suci di hadapan Illahi juga kedua orang tuanya bahwa dirinya tidak akan pernah menyakitinya. Meski dulu Ryan menikahinya karena kekasih nys Sisca meninggalkan nya dan pada saat terpuruk itu Ryan mengenal Safitri, Ryan memingnya, Ryan menikahinya meski tanpa hati.
Saat ini saat dia mencecar dengan banyak pertanyaan apa yang mesti Ryan lakukan. Ryan tidak pernah sengaja menyakitinya, meski mungkin semua lelaki akan berkata tidak sengaja bila hubungannya dengan wanita lain diketahui istrinya. Dan keadaan hari ini benar – benar telah menjerumuskan otak kelelakian nya.
Ryan merasa tidak berdaya. Haruskah aku menjawab semua pertanyaannya agar dia mengerti ? Tanya Ryan dalam hatinya .. Penjelasan-penjelasan panjang tentang apa yang dilakukannya namun sayang penjelasan itu hanya terungkap dalam rahasia hatinya saja. Untuk memaparkan pada Safitri dia belum memiliki keberanian, lagi pula ini bukanlah saat yang tepat, saat ini Safitri sedang emosi.
Safitri istrinya ternyata masih juga memandanginya, mencari jawaban dari pertanyaan – pertanyaan panjangnya, menguliti tubuh Ryan, menelanjangi tanpa sisa hingga aurat – aurat jiwanya nampak di semua mata.
Safitri perempuan Banjar yang senantiasa menjunjung tinggi ketaatan, tunduk dan patuh pada perintah. suami adalah kewajiban,melawan suami akan mendatangkan murka Tuhan. Ya, Safitri adalah istri Ryan yang kini marah bukan kepalang saat mengetahui kebenaran bahwa Ryan telah menikah lagi dan wanita itu kini hamil. Safitri merasa hidup telah demikian tidak adil padanya. Kehamilan adalah mimpinya namun mengapa justru wanita lain yang mengandung benih dari suaminya. Safitri merasa letih kepalanya berkunang-kunang. Sakit hatinya belum hilang.
Ryan memandangi Safitri namun Safitri justru menatap tajam pada suaminya.
Tidak ada lagi kepercayaan bila sudah begini. Semua hilang musnah terbawa luka.
