Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab. 8 Nah, loh!

"Ada 3 jenis Mimpi di dunia ini yaitu sekadar bunga tidur, ilusi setan atau keinginan terpendam dari alam bawah sadar manusia."

- Ghea -

Panas. Ghea sampai terbangun dari tidur. Bajunya basah karena keringat. Matanya terbuka sedikit, kesadarannya masih belum pulih. Ia berusaha mencari ke sana-kemari, mencari remote AC, tapi tidak ketemu. Perempuan berpipi sedikit chubby tersebut membutuhkan waktu lima menit untuk sadar kalau dia tidak memiliki AC.

"Panas banget." Ghea mengeluh. Rasanya, kalau ada tukang es keliling sekarang, dia mau numpang makan, bukan beli, tidak punya uang.

Ghea mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Manik matanya terbeliak saat melihat seorang lelaki tertidur dengan posisi membelakanginya. Berdasarkan bentuk tubuh dan rambut hitam lelaki tersebut, Ghea bisa tahu siapa yang sedang rebahan tanpa izin di kasurnya.

"Oi, itu kamu, Yan?" Ghea berpikir keras. Mustahil rasanya Yandi ada di kamarnya, tidur berdua dengannya tanpa harus melalui serangan Gaza. Ayahnya pasti tidak akan diam jika seseorang lelaki masuk dan tidur dengannya. Kecuali... Setan!

Ghea mengulurkan tangan, menyentuh lengan atletis dan membalikkan tubuh lelaki tersebut. Benar dugaannya. Itu Yandi, tetangganya.

"Yan! Yan!" Ghea berbisik lirih, memanggil nama teman kecil sekaligus calon suaminya.

Wait. Otak Ghea berpikir keras.

"Tahun berapa ini? Apa aku berpindah ke masa depan atau amnesia sehingga tidak tahu kalau aku dan Yandi sudah menikah?" Bertahun-tahun penat dengan kehidupan, baru saat ini Ghea mulai menganalisa soal hidup. Segala kemungkinan bertarung di kepalanya, tapi dia tidak bisa menemukan penjelasan yang masuk akal.

"Yan!" Ghea memberanikan diri menggoyang-goyang tubuh lelaki itu. "Bangun! Kamu, kok, tidur di sini? Nyasar apa gimana?"

Yandi perlahan-lahan membuka mata. Bibir tebalnya mengulas senyuman saat melihat Ghea di depannya.

"Sayang," panggil lelaki tampan tersebut dengan suara lembut dan terdengar sangat mesra membuat paru-paru Ghea seolah membeku.

"Hah? Apa, sih? Bangun! Pulang sana!" Ghea berusaha membuat Yandi bangun dengan menarik paksa tangannya.

"Apa, sih?" Yandi menangkap tangan mungil Ghea, memeluk hangat perempuan itu dan memberinya kecupan di kening, membuat Ghea termangu. Dia ragu, apakah sedang bermimpi, berhalusinasi atau sudah gila. Ghea benar-benar bingung dengan situasi saat ini.

"Yan, lepasin!" Ghea berusaha berontak, tetapi pelukan Yandi begitu kuat dan erat.

"Sayang, jangan marah karena pulang kerja aku langsung tidur." Yandi berbisik, "kamu mau jatah?"

Jatah. Wajah Ghea seketika memerah. Salahkan para ibu-ibu tetangga yang suka bergosip dengan volume suara berlebihan sehingga membuat otaknya terkontaminasi tanpa perlawanan. Tidak! Ghea adalah perempuan polos dan suci. Dia tidak mengerti sama sekali maksud perkataan Yandi.

"A-apa maksudmu? Jangan ngawur!" Ghea berusaha keras untuk melepaskan diri.

"Ghea." Yandi melepas pelukannya, memandang tepat ke manik hitam perempuan di depannya dengan penuh cinta dan kasih sayang.

"I love you." Senyuman manis terkembang di bibir lelaki tampan tersebut membuat jantung Ghea dipenuhi oleh bunga-bunga bermekaran.

"I... I... Love... You... Too." Ghea berhasil membalas dengan lancar, tanpa harus pingsan karena serangan jantung atau darah rendah.

Yandi meletakkan kedua tangannya di pipi Ghea lalu bibir merah dan ranum milik lelaki berbulu mata lentik itu mendekat, semakin dekat dan... Lampu kamarnya tiba-tiba mati. Ghea terdiam, sedang berpikir dalam gelap. Sepertinya PLN sudah memutus listrik rumahnya karena nunggak.

"Yandi!!!!"

Ghea bangun, dalam posisi duduk dengan tangan terulur ke depan. Suasana semakin canggung saat dia mendapati Royyan, adik keduanya menatapnya dengan ekspresi jijik.

"Baru semalam bertunangan, kak Yandi sudah dibawa ke mimpi. Kak Ghea, mesum!" Royyan bergidik jijik.

Ghea segera memulihkan diri sebelum harga dirinya benar-benar tidak ada lagi.

"Apa, sih? Siapa yang mimpiin Yandi? Kamu salah dengar!" Ghea membantah tegas.

"Hah? Terus ngapain kak Ghea manyunin bibir sampai bilang i love you, terus teriak manggil kak Yandi?" sanggah Royyan.

"Bukan, itu, nggak..." Ghea salah tingkah sehingga hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Otaknya tidak mau berpikir lagi, sudah lelah atau mungkin kurang nutrisi. "Anak kecil nggak akan ngerti. Udah ah!"

"Gini-gini, aku juga belajar tentang materi reproduksi, Kak. Kakak lupa? Aku sudah kelas 8!"

"Hah? Reproduksi? Jangan macam-macam kamu! Kamu masih bocah, Roy!" Ghea emosi.

"Mikir apa, sih, Kak? Maksud Royyan, di bab reproduksi, juga diajarkan soal ketertarikan pada lawan jenis, tanda pubertas dan lain-lain. Kak Ghea otaknya makin mesum aja, deh. Nggak usah bulan depan, nikah besok aja kalau udah kebelet kawin! Week!" Royyan menjulurkan lidah mengejek, membuat Ghea hanya berdecak sebal. "Buruan turun! Calon suamimu sudah nunggu di ruang tamu!"

"Yandi di sini?" Emosi Ghea langsung pergi. Suaranya menurun dengan cepat.

Royyan mengangguk membenarkan.

"Ampun, Roy! Kok, nggak bilang dari tadi?" Ghea panik, langsung ke kamar mandi, membersihkan diri lalu keluar, ganti baju dan sedikit memakai make up. Setelahnya buru-buru menemui Yandi di ruang tamu.

"Yandi!!!" Ghea berteriak antusias saat melihat lelaki itu duduk di ruang tamu, sendirian. "Ngapain?"

Ghea mendekat, duduk di sebelah lelaki itu dengan wajah riang gembira. Yandi hanya tergelak lalu membersihkan bedak dan perona pipi yang berantakan di wajah Ghea.

"Pagi-pagi, kok, udah dandan? Bukannya biasanya juga nggak pernah mandi?" ejek Yandi. Lelaki itu mati-matian menahan diri agar tidak tertawa.

"Dih, ngapain ke sini?" tanya Ghea jutek. Kesal karena usahanya tidak dihargai.

"Aku ke sini mau minta tolong," jawabnya membuat Ghea berhenti kesal tiba-tiba.

"Apa itu?"

"Bisa ikut aku ke acara kantor nggak? Makan-makan sama teman kantor dan atasan, gitu aja, sih. Acaranya besok malam, gimana? Sekalian, aku kenalin kamu sebagai calon istri." Yandi menjelaskan.

Calon istri. Pipi Ghea bersemu merah, senyumannya terbit tanpa bisa dikendalikan.

"Gimana, Ghe? Bisa?" Yandi bertanya ulang, ingin kepastian.

"Bisa!" Ghea menjawab yakin dan tegas.

"Bagus, deh. Aku pulang dulu, mau siap-siap kerja. Dah." Yandi bangun, hendak pergi, tapi langkahnya tertahan saat Ghea menangkap lengannya.

"Kenapa?" Yandi memandang Ghea dengan heran.

"Anu, aku... Aku... Cin..."

"Cin?" Alis Yandi mengernyit.

"Cinlok! Bawakan aku itu pas pulang kerja ya. Pengen!" Ghea tersenyum kaku. Kalau ada tukang gali lobang, dia ingin menyewa jasanya saat ini juga! Malu banget! Sumpah!

"Ah, cilok? Iya, nanti aku belikan. Dah." Yandi pun pergi sementara Ghea tetap berdiri. Raganya ada, jiwanya melayang entah ke mana.

"Mimpi sialan," umpat Ghea kesal. Entah kenapa, gara-gara mimpi itu, sekarang, saat melihat Yandi, jantungnya berdebar. Padahal, sebelumnya tidak. Juga, di mata Ghea, barusan, Yandi terlihat sangat tampan dan menawan. Pesona lelaki itu benar-benar membuatnya nyaris tidak bisa bernapas dengan benar.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel