Usaha Sampingan Mas Chandra
Setelah selesai melakukan semua perawatan wajah dan rambut, aku pun bergegas pulang. Karena hari pun sudah malam, pukul setengah delapan sekarang. Sungguh hari ini merupakan hari yang berat dan penuh tantangan untukku.
"Non Dita, kelihatan berbeda sekali hari ini. Lebih cantik dan lebih berseri," ucap Bi Sanah saat mengantarkan susu panas ke kamarku.
"Ah, bisa saja sih Bi. Tapi memang sih aku tadi melakukan banyak perawatan, biar kelihatan lebih fresh gitu," kataku sambil tersenyum.
"Sebenarnya, Non Dita itu sudah cantik dari lahir. Tetapi, lebih cantik lagi kalau melakukan perawatan seperti ini. Sudah lama sekali sepertinya, Non Dita ini tak memperhatikan penampilan."
"Iya, bener Bi. Rasa malas memang mengalahkan segalanya, hehe. Tapi mulai sekarang aku akan merawat diri lagi, dan aku pun ingin diet Bi, jadi atur makananku ya, jangan yang berlemak. Nanti aku request makanan tertentu ya Bi."
"Kok pakai diet segala sih, Non? Disyukuri saja to, badan Non Dita nggak kegemukan kok."
"Diet sehat kok, Bi. Tenang saja, pokoknya aku nggak bakal diet yang aneh-aneh gitu. Aku ingin berat badanku turun sedikit, pokoknya dua minggu lagi aku harus berubah lebih langsing dari sekarang."
"Baik deh, Non. Akan Bibi bantu menyiapkan semua menu dietnya. Semoga berhasil ya. Bibi pamit ke belakang dulu," kata Bi Sanah sambil keluar dari kamarku.
Saat tiba waktunya nanti, aku ingin banyak berubah, hingga membuat Mas Chandra semakin menyesal karena telah menyakitiku.
Sembari meminum susu, aku pun kembali mengecek laptopku, melihat kemungkinan adanya kecurangan lagi, agar aku bisa segera mengantisipasinya. Tak lupa tadi, telah kusimpan rapi bukti-bukti yang bisa kugunakan sebagai senjata suatu saat nanti.
Kali ini aku ingin melihat hasil dari kamera yang kuletakkan di mobil Mas Chandra. Setelah tadi memastikan tak ada lagi hal yang mencurigakan dari kantor. Sampai saat ini, aku juga belum tahu siapa orang kepercayaan Mas Chandra itu, yang pasti dia bukanlah Linda.
Dalam kamera pengintai ku, Mas Chandra masuk ke dalam mobil sekitar satu jam yang lalu. Kemudian dia menyalakan musik, dia memutar lagu kesayanganya, The Reason by Hoobastank yang sebenarnya juga lagu kesukaanku. Saat mendengar lagu itu, spontan aku ikut menyanyi juga.
I'm not a perfect person
There's many things I wish I didn't do
But I continue learning
I never meant to do those things to you
And so, I have to say before I go
That I just want you to know
I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
And the reason is you
I'm sorry that I hurt you
It's something I must live with everyday
And all the pain I put you through
I wish that I could take it all away
And be the one who catches all your tears
That's why I need you to hear
Belum selesai lagu favorit kami itu diputar, suara panggilan masuk terdengar dari ponsel Mas Chandra. Dia pun kemudian mengangkat panggilan itu, dan mengecilkan volume musiknya.
"Gimana Bay? Ada masalah 'kah?" kata Mas Chandra membuka percakapan lewat sambungan telepon.
"Gila! Mereka datang lagi?! Bukannya baru dua hari yang lalu mereka datang dan kamu berikan uang tutup mulut?!" Dari nada bicaranya bisa kusimpulkan ada kekecewaan terhadap lawan bicaranya itu.
"Kalau terus-terusan begini, aku bisa bangkrut!. Biasanya 'kan mereka datang satu bulan sekali? Mengapa ini malah belum seminggu sudah datang lagi?!"
"Empat orang?! Jangan matikan panggilan ini, coba tanyakan sebentar, apa maksud tujuan mereka datang ke tempat kita. Siapa tahu mereka hanya mencari hiburan. Kalau memang begitu adanya, berikan gratis untuk mereka. Cepat tanyakanlah dulu."
Beberapa saat Mas Chandra diam, sepertinya lawan bicaranya itu tengah melaksanakan perintah darinya.
"Bagaimana Bay? Berikan saja apa yang mereka mau, gratiskan. Tak usah diberi uang lagi, cukup kasih mereka empat bungkus rokok. Kabari aku lagi jika mereka membuat masalah nanti."
"Oh, iya Bay. Bagaimana penghasilan hari ini? Sebenarnya tadi aku berencana mampir kesana, tapi tiba-tiba ada urusan mendadak jadi kubatalkan saja."
"Lumayan banyak kalau begitu. Sudah beri aku kabar selanjutnya jika mereka buat masalah atau sudah pergi dari sana!"
Panggilan diakhiri oleh Mas Chandra, dan musik kembali dikeraskan suaranya. Siapa sebenarnya tadi yang meneleponnya? Sepertinya di luaran sana, suamiku ini memiliki sebuah usaha, aku penasaran usaha seperti apa yang dijalankannya.
Tak berapa lama, ponsel Mas Chandra kembali berbunyi tanda panggilan masuk lagi. Dia pun kembali menerima panggilan itu.
"Ada apa sayangku? Kangen ya?" ucap Mas Chandra membuka percakapan lagi lewat telepon.
"Kenapa sih kok sepertinya lagi uring-uringan gini? Ntar cantiknya ilang lo. Lagian wanita hamil nggak boleh emosian, kasihan anak kita." kata Mas Chandra lembut.
Dari kata-kata itu, aku tahu siapa yang saat ini sedang menelepon suamiku itu, pasti si cantik Raisa.
"Ya disyukuri sajalah Yank. Dapat segitu itu sudah bagus lho untuk cafe kamu."
"Ya beda dong, kan yang kita jual juga beda," kata Mas Chandra sambil tertawa.
"Nggak bisa dong, terlalu beresiko. Letaknya juga kan kurang strategis. Bisa-bisa nanti _cafe_ kamu di obrak-abrik oleh warga kalau diubah menjadi seperti milikku."
"Yang penting kan masih banyak pelanggan yang datang ke tempat mu Yank. Cari aman saja ya, aku nggak ingin kamu kenapa- napa karena jualan yang aneh-aneh disana."
"Ini lagi perjalanan pulang, capek banget ini. Coba ada kamu, pasti capekku langsung hilang. Ya sudah cepat bobok mimpiin aku ya, dan salam juga buat anakku. _love you_."
Mas Chandra kemudian mematikan panggilan itu. Menurut feelingku sih. Usahanya Mas Chandra itu juga berupa cafe. Tapi sepertinya bukan cafe pada umumnya yang sering ku kunjungi.
Aku pun makin penasaran, dan wajib bagiku untuk tahu tentang usaha sampingan suamiku itu. Mumpung masih belum terlalu malam, lebih baik aku menghubungi Raisa, untuk mengajaknya ketemu besok dan menggali informasi. Tak ada satupun, hasil money laudry uangku yang boleh luput dari pengetahuanku. Kalau memang benar usahanya itu bermasalah, maka hal itu akan membuatnya semakin terpuruk nanti.
[Assalamualaikum Mbak Raisa? Sudah bobok belum nih?]
Ku kirimkan chat tersebut kepada Raisa. Berharap dia akan segera membalasnya. Dan benar saja terlihat dia sedang mengetikku.
[Waalaikumsalam. Eh, Mbak Dita. Tumben-tumbenan nih hubungi aku. Jangan bilang kalau Mbak Dita mau membatalkan pesanan untuk pernikahanku nanti.]
[Ah, nggak mungkin lah Mbak, pesanan sebanyak itu tidak ku terima. Apalagi dari pelanggan spesial seperti Mbak Raisa ini.]
[Alhamdulillah kalau begitu, Mbak]
[Begini Mbak, aku 'kan besok lagi nggak ada pesanan. Pingin deh jalan-jalan ke daerah Mbak Raisa lagi, udaranya kan sejuk jadi bisa untuk melepas penat. Kalau boleh tahu cafe kamu sebelah mana ya, Mbak? Aku besok ingin main kesana sih rencananya.]
[Waduh boleh banget dong. Kebetulan juga besok aku nggak ada kegiatan, jadi bisa nemenin Mbak Dita di cafe. Nanti ku sharelok ya Mbak. Kebetulan juga ini aku masih di tempat usahaku.]
[Oke, aku tunggu sharelok nya. Dapat potongan harga nggak nih, kalau besok aku kesana?]
[Pastinya dong. Boleh makan apa aja semau Mbak Dita, gratis. Ku tunggu ya Mbak.]
[Oke. Besok aku kabari. Jangan lupa shareloknya ya]
Raisa pun kemudian mengirimkan lokasi tempat usahanya. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Seperti kata pepatah itu, besok aku sudah bisa mendapatkan dua target yang harus di buat kacau nanti. Cafe milik Raisa dan tempat usaha milik Mas Chandra.
Layar dari laptopku menunjukkan bahwa saat inu Mas Chandra sudah ada di depan rumah. Aku segera merapikan laptop ku itu dan menaruhnya di dalam almari. Lalu aku pura-pura tidur, takutnya dia malam ini akan benar-benar minta jatah untuk berhubungan suami istri, seperti yang tadi siang di ucapkannya.
Tak lama kemudian kudengar Mas Chandra memasuki kamar, membersihkan diri, kemudian berbaring disampingku. Benar saja, meski aku telah pura-pura tidur, dia tetap berusaha melancarkan aksinya.
"Ihhh, apaan sih Mas, ganggu orang tidur segala?" kataku marah.
"Maaflah, Dek. Aku mau minta jatah ya malam ini. Sudah lama sekali 'kan kita tak berhubungan suami istri?. Aku kangen sekali sama kamu," ucapnya sambil memelukku dari belakang.
Segera kutepis tanganya, dan aku pun berbalik arah menghadap padanya?
"Kangen kamu bilang? Basi ah, sudah tiga bulan lho ini. Sudah malas aku. Apalagi tadi mengingat tragedi CD pink itu membuatku masih marah sama kamu, Mas!"
"Iya deh Dek. Maafin Mas ya. Saat ini aku benar-benar kangen sama kamu. Mau ya Dek?" rayunya.
"Sekali tidak ya tidak! Titik tanpa koma. Lagian tadi sore aku baru datang bulan, haram hukumnya! Sudah jangan ganggu lagi, ngantuk aku, capek."
Aku pun kembali memunggunginya. Maafkan ya Allah jika aku telah berdosa menolak ajakan suamiku untuk berhubungan badan. Tetapi, aku yakin Allah Maha Tahu apa yang telah terjadi, dan membuatku jijik sekali pada Mas Chandra.
***** ******
Terima kasih sudah membeli koin untuk membuka part ini. Semoga para pembacaku sehat selalu dan diberi banyak Rizki.
Maaf jika kurang berkenan.
